Partai Gelora Uji Materi ke MK, Tolak Pemilu Serentak 2024


Logo Partai Gelora Indonesia. ANTARA/Ardika/am.
MerahPutih.com - Partai Gelora Indonesia mengajukan uji materi Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pasal 167 Ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) yang mengatur keserentakan pemilu.
Gugatan tersebut diajukan pada Kamis (24/2) dengan Nomor: 27/PUU/PAN.MK/AP3/02/2022. Uji materi diajukan Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Anis Matta bersama Sekretaris Jenderal Mahfuz Sidik dan Wakil Ketua Umum Fahri Hamzah.
Baca Juga
Penundaan Pemilu, IKN Nusantara dan Skema Pemilihan Presiden Dipilih MPR
"Partai Gelora berharap agar Pemilu 2024 tidak digelar serentak, karena ada preseden buruk pada Pemilu 2019 adanya kematian hampir sembilan ratusan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS)," kata Ketua Bidang Hukum dan HAM DPN Partai Gelora Indonesia Amin Fahrudin dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (25/2)
Dia menilai hasil Pemilu serentak yang diselenggarakan pada 2019 menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan demokrasi. Menurut dia, ancaman tersebut dirasakan saat ini yaitu mekanisme "check and balance" tidak berjalan dengan baik seperti kekuasaan eksekutif begitu kuat mencengkeram DPR sebagai lembaga legislatif.
"Hal itu terjadi antara lain dalam pengesahan RUU Cipta Kerja pada November 2020, yang telah mengubah begitu banyak aspek dunia usaha, ketenagakerjaan, pendidikan dan sebagainya," ujarnya.
Karena itu menurut dia, akar persoalan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan Pemilu 2019 secara serentak, yang juga akan diterapkan pada Pemilu 2024, telah menciptakan berbagai persoalan.
Baca Juga
Amin menjelaskan, pemilu serentak menyebabkan pemilih lebih fokus pada pemilihan presiden, itu bisa dilihat pada perbandingan suara tidak sah dalam pelaksanaan Pemilu 2019 yaitu suara tidak sah untuk Pilpres mencapai 2,38 persen (3.754.905 suara).
Sementara itu menurut dia, suara tidak sah untuk pemilihan anggota DPR mencapai 11,12 persen (29.710.175 suara) dan suara tidak sah untuk pemilihan anggota DPD mencapai 19,02 persen (17.503.393 suara).
"Pemilu serentak memecah perhatian pemilih yaitu perhatian lebih tertuju pada Pilpres dibandingkan pemilihan anggota DPR maupun DPD. Pemilih datang pada bilik suara yang sama namun perbandingan suara tidak sah sangat jauh antara Pilpres dan Pileg," katanya.
Amin menilai kondisi tersebut merugikan bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia karena anggota legislatif yang terpilih bisa jadi adalah residu dari perhatian masyarakat yang tersedot pada Pilpres.
Hal itu menurut dia berdampak pada saat ini yaitu DPR tidak mampu mengimbangi eksekutif dalam proses jalannya pemerintahan.
"Pemilu serentak juga menyebabkan hilangnya nyawa petugas PPS dan PPK yaitu sebanyak 894 petugas PPS meninggal dunia dan 5.175 orang petugas pemilu mengalami sakit berat dalam Pemilu serentak 2019," tegasnya
Selain itu menurut dia, alasan keserentakan pemilu untuk efisiensi anggaran juga tidak terbukti karena faktanya dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 justru terdapat pembengkakan biaya pemilu.
Amin berharap dukungan penuh dari masyarakat agar upaya melakukan reformasi sistem politik demi menjaga keberlangsungan demokrasi, dapat memberikan hasil yang baik dan bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia. (*)
Baca Juga
Wacana Penundaan Pemilu, Petinggi Golkar Sebut Bukan Hal Tabu untuk Dibahas
Bagikan
Andika Pratama
Berita Terkait
Iwakum Ajukan Judicial Review, Ketua AJI: Penting Ingatkan Negara soal Kewajiban Lindungi Jurnalis

Politik Thailand Kembali Bergejolak, PM Sementara Ajukan Pembubaran Parlemen dan Pemilu Baru

Ahmad Sahroni cs Hanya ‘Diliburkan’ Sejenak dari Keanggotaan DPR, Pengamat: Ketika Situasi Mereda Mereka Bisa Aktif Lagi

Pakar Hukum Tata Negara UI: Tidak Ada Aturan Nonaktif Anggota DPR

Sri Mulyani Buka Suara usai Rumahnya Dijarah, Minta Masyarakat Ajukan Judicial Review ke MK

Para Ketum Parpol Sepakat Pecat Anggota DPR Bermasalah Mulai 1 September

Prabowo Perintahkan Anak Buahnya Pelajari Putusan MK yang Larang Wakil Menteri Rangkap Jabatan

MK Putuskan Wakil Menteri Tidak Boleh Rangkap Jabatan

Iwakum Hadiri Sidang Perdana Uji Materi UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 di Mahkamah Konstitusi

Iwakum Minta MK Pertegas Pasal Perlindungan Wartawan di UU Pers
