Pakar Soroti Pentingnya Keseimbangan dalam RUU Perampasan Aset, Bisa Menutup Celah Hukum
Gedung DPR RI. (Foto: MerahPutih.com/Dicke Prasetia)
MerahPutih.com - Rektor Universitas Dharma Indonesia, Agus Prihartono, memberikan pandangannya terkait desakan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
Menurutnya, pembahasan RUU ini harus mampu menyeimbangkan antara efektivitas dalam memberantas kejahatan dengan perlindungan hak konstitusional warga negara.
"Dorongan pengesahan RUU Perampasan Aset didasari kebutuhan untuk memperkuat pemberantasan korupsi, narkotika, dan TPPU dengan mekanisme perampasan aset berbasis non-conviction. Namun, yang harus diperhatikan adalah keseimbangan antara efektivitas pemberantasan kejahatan dan perlindungan hak konstitusional warga negara," kata Agus dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (6/9).
Menurut Agus, pengesahan RUU ini sangat krusial karena dapat menutup celah hukum yang sering dimanfaatkan oleh para koruptor dan penjahat. Selain itu, RUU ini juga akan menjadi instrumen hukum yang modern untuk memberantas kejahatan keuangan di Indonesia.
Baca juga:
"RUU ini memastikan negara tidak hanya menghukum orang, tetapi juga memutus keuntungan ekonomi dari kejahatan. Ini juga menjadi bentuk harmonisasi dengan hukum internasional sekaligus memperkuat legitimasi Indonesia dalam forum global," sambungnya.
Agus pun berharap agar pembahasan RUU Perampasan Aset nantinya mencakup beberapa poin penting, seperti mekanisme Non-Conviction Based (NCB) Asset Forfeiture.
"Mekanisme ini memungkinkan perampasan aset secara perdata tanpa harus menunggu putusan pidana. Selain itu, poin-poin lain yang juga harus diperhatikan adalah kewenangan lembaga, prosedur hukum, perlindungan pihak ketiga, pengelolaan aset, sinkronisasi konstitusi, dan akuntabilitas," pungkasnya.
Baca juga:
RUU Perampasan Aset Masih Usulan Pemerintah, DPR Pertimbangkan untuk Ambil Alih
Seperti diketahui, RUU Perampasan Aset menjadi salah satu tuntutan masyarakat kepada DPR. Seperti yang ramai disuarakan di media sosial, transparansi anggaran anggota DPR menjadi salah satu dari 17+8 Tuntutan Rakyat: Transparansi. Reformasi. Empati.
17+8 Tuntutan Rakyat adalah rangkaian desakan dari masyarakat terhadap pemerintah dan DPR yang dibagi menjadi dua kategori, yakni 17 tuntutan jangka pendek yang harus diselesaikan paling lambat 5 September 2025 dan 8 tuntutan jangka panjang yang ditargetkan tuntas hingga 31 Agustus 2026. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
DPR Sentil Kemenhut Soal Loyonya Penegakan Hukum Kehutanan, Taubat Ekologi Bisa Jadi Solusi
Pemerintah Didesak Bentuk BRR Ad Hoc untuk Pemulihan Cepat Pasca Bencana Sumatera
Ketua DPR Puan Maharani Sampaikan Refleksi Akhir Tahun 2025
DPR Serukan 'Taubat Ekologi' ke Menhut Raja Juli Sebagai Refleksi Kerusakan Lingkungan
DPR Minta Bapeten Berada Langsung di Bawah KLH untuk Perkuat Pengawasan Bahan Radioaktif
Pemulihan Infrastruktur Dasar Jadi Penentu Keselamatan Warga Terdampak Bencana Sumatra
Dana 'On Call' Rp 4 Triliun untuk Bencana di Sumatra Sudah Menanti, DPR Desak Pemerintah Gunakan Anggaran Darurat
Gas Elpiji Langka Hingga Dapur Umum Bencana 'Mati Suri' di Aceh, Pertamina Diminta 'Gercep' Lewat Udara
Dokumen Hilang Saat Bencana Aceh-Sumut, Imigrasi Diminta Bebaskan Syarat dan Biaya Penerbitan Kembali Paspor
Setop Narasi Cuaca Ekstrem! DPR Tegaskan Bencana di Sumatera Buntut Kasus Perusakan Hutan Massif