Sains

NASA Menemukan Lebih Banyak Air dan Es di Bulan

Ikhsan Aryo DigdoIkhsan Aryo Digdo - Rabu, 28 Oktober 2020
NASA Menemukan Lebih Banyak Air dan Es di Bulan

Ilmuwan menemukan lebih banyak air dan es di Bulan dari sebelumnya. (Fot: Unsplash /Harbulary_battery)

Ukuran:
14
Font:
Audio:

PERTAMA kalinya dalam sejarah penelitian NASA, ditemukan air pada permukaan Bulan yang diterangi matahari. Penemuan ini berkat alat teknologi NASA bernama Stratospheric Observatory for Infrared Astronomy (SOFIA).

Melansir laman NASA, SOFIA berhasil mendeteksi molekul air (H2O) di Kawah Clavius, salah satu kawah terbesar yang bisa terlihat dari Bumi, terletak di belahan Bulan selatan.

Baca juga:

Misi Luar Angkasa Kecerdasan Buatan Pertama di Eropa

Hasil penemuan yang dipublikasi di Nature Astronomy mengatakan ilmuwan menemukan 40.000 kilometer persegi di permukaan Bulan mungkin mengandung es air dan sekitar 60 persen di antaranya berada di selatan, sekitar dua kali lipat dari perkiraan sebelumnya.

Penemuan ini menarik karena air tidak stabil di sebagian besar permukaan bulan, karena suhu tinggi dan fotodestruksi yang cepat di bawah penerangan matahari langsung.

Namun, air es dan volatil lainnya diperkirakan terperangkap di dekat kutub Bulan, di mana terdapat wilayah bayangan permanen (PSR) yang besar karena topografi bulan dan sumbu putar kecil miring ke Matahari.

"Air mungkin terdistribusikan ke seluruh permukaan bulan dan tidak terbatas pada tempat berbayangan dingin di dekat kutub bulan yang dipercayai sebelumnya," kata Paul Hertz, direktur divisi astrofisika NASA dalam sebuah konferensi pers pada Senin (26/10/2020).

Adanya air di Bulan dapat meringankan beban para astronaut saat bertugas di Bulan. (Foto: unsplash/nicolagypsicola)

Ini adalah kabar baik bagi para astronaut karena mereka tidak perlu lagi bersusah payah untuk mencari air dan menggali es. Melansir laman The Guardian, adanya air di Bulan akan memiliki dampak besar pada misi bulan di masa depan. Air tersebut dapat diolah dan digunakan untuk minum, dipisahkan menjadi hidrogen dan oksigen untuk digunakan sebagai propelan roket. Oksigen juga bisa digunakan untuk bernafas.

"Di saat kami tidak perlu mengemas air untuk perjalanan kami, ini memberi kami kesempatan untuk membawa barang berguna lainnya," kata Jacob Bleacher, kepala ilmuwan eksplorasi untuk eksplorasi manusia dan direktorat operasi NASA kepada The New York Times.

Untuk memastikan tidak ada kesalahpahaman, Casey I. Honniball, pemimpin penelitian yang menggunakan SOFIA menjelaskan bahwa air yang dimaksud bukanlah genangan air, melainkan molekul air yang tersebar begitu luas, sehingga tidak membentuk es atau air cair.

Dia mengatakan molekul air dapat dibentuk oleh partikel angin matahari yang menghantam bulan atau dampak mikrometeorit di permukaan bulan. Yang masih belum jelas adalah bagaimana air bertahan di sana. Panas sinar matahari diharapkan dapat menjatuhkan molekul ke luar angkasa.

Honniball dan Mahesh Anand, profesor ilmu planet dan eksplorasi di Universitas Terbuka di Milton Keynes mengatakan kemungkinan air itu larut atau terperangkap dalam kristal-kristal es kecil saat meteorit menghantam permukaan Bulan.

Baca juga:

Teleskop Pelacakan Tercipta karena Orbit Makin Penuh

Ini juga memunculkan pertanyaan bagaimana para astronaut dapat mengekstrak air tersebut. "Jika terperangkap dalam kristal kecil, ini akan membutuhkan lebih banyak usaha untuk diekstrak. Akan lebih gampang jika air-air tercampur dengan tanah," ucap Honniball kepada The New York Times.

Memahami tentang air di Bulan dapat membantu kita mengetahui asal usul air di Bumi. (Foto: unsplash/louis_mna)

Informasi selanjutnya akan didapatkan dalam misi selanjutnya ke Bulan dan mulai mengebor. Informasi itu dapat segera kita ketahui dengan banyaknya misi ke Bulan.

Misi terdekat NASA adalah mengirim pendarat robot kecil ke Kutub Selatan Bulan pada 2022. Sebuah kamera infra merah dibuat oleh tim yang dipimpin Paul O. Hayne, mampu menguji hipotesis para peneliti secara langsung untuk pertama kalinya.

Terdapat juga misi Artemis NASA yang berencana untuk mengirim astronaut pria dan perempuan ke bulan pada 2024. Ilmuwan Inggris juga saat ini sedang mengembangkan bor robotik untuk mengambil sampel tanah bulan dengan kedalaman hingga satu meter sebagai bagian dari misi Rusia yang dijadwalkan pada 2025.

"Lebih memahami tentang air di Bulan dapat membantu kita mengetahui asal usul air di Bumi," ucap Hayne. (lev)

Baca juga:

Satelit Kuno NASA Masuk Masa Pensiun dan Kembali ke Bumi

#NASA #Sains #Bulan #Luar Angkasa
Bagikan
Ditulis Oleh

Ikhsan Aryo Digdo

Learner.

Berita Terkait

Lifestyle
Kayak Manusia, Kucing Juga Bisa Kena Demensia
Temuan ini akan membantu ilmuwan mencari pengobatan baru bagi manusia.
Dwi Astarini - Jumat, 15 Agustus 2025
Kayak Manusia, Kucing Juga Bisa Kena Demensia
Lifestyle
Populasi Serangga Terancam Alterasi Pola El Nino yang Dipicu Perubahan Iklim
Artropoda disebut menjadi sumber makanan penting bagi burung dan hewan yang lebih besar.??
Dwi Astarini - Kamis, 07 Agustus 2025
Populasi Serangga Terancam Alterasi Pola El Nino yang Dipicu Perubahan Iklim
Dunia
Arkeolog Temukan Bukti Penyintas Letusan Gunung Vesuvius Kembali Tinggal di Reruntuhan Pompeii
Pompeii setelah tahun 79 muncul kembali, bukan sebagai kota, melainkan sebagai kumpulan bangunan yang rapuh dan suram, semacam kamp.
Dwi Astarini - Kamis, 07 Agustus 2025
Arkeolog Temukan Bukti Penyintas Letusan Gunung Vesuvius Kembali Tinggal di Reruntuhan Pompeii
Lifestyle
Batu Mars Terbesar di Dunia Dilelang, Terjual Seharga Rp 86,25 Miliar
Dikenal dengan nama NWA 16788, meteorit ini memiliki berat 24,5 kilogram.
Dwi Astarini - Kamis, 17 Juli 2025
Batu Mars Terbesar di Dunia Dilelang, Terjual Seharga Rp 86,25 Miliar
Lifestyle
Jokowi Terkena Alergi Parah, para Ahli Sebut Perubahan Iklim Memperburuk Kondisi Ini
Gejala alergi tak lagi bisa dianggap sepele.
Dwi Astarini - Senin, 23 Juni 2025
Jokowi Terkena Alergi Parah, para Ahli Sebut Perubahan Iklim Memperburuk Kondisi Ini
Fun
Kenapa Kita Suka Share dan Lihat Konten Hewan Lucu di Media Sosial? Ini Jawaban Ilmiahnya!
Sebuah studi dari Concordia University mengungkap bahwa membagikan foto atau video hewan lucu di media sosial ternyata bisa memperkuat koneksi dan hubungan digital. Simak penjelasannya!
Hendaru Tri Hanggoro - Jumat, 13 Juni 2025
Kenapa Kita Suka Share dan Lihat Konten Hewan Lucu di Media Sosial? Ini Jawaban Ilmiahnya!
Fun
Strawberry Moon di Yogyakarta dan Malang! Ini Fakta Menarik di Baliknya yang Terjadi 18,6 Tahun Sekali
Strawberry Moon bukan berarti bulan berwarna merah muda. Simak fakta menarik tentang fenomena langit langka yang hanya terjadi setiap 18,6 tahun sekali ini.
Hendaru Tri Hanggoro - Kamis, 12 Juni 2025
Strawberry Moon di Yogyakarta dan Malang! Ini Fakta Menarik di Baliknya yang Terjadi 18,6 Tahun Sekali
Fun
Bahaya Screen Time Terlalu Lama Bagi Anak, Dari Cemas hingga Agresif
Studi dari American Psychological Association temukan bahwa screen time berlebihan berkaitan dengan kecemasan, depresi, dan agresi pada anak-anak. Konten dan dukungan emosional juga berperan penting.
Hendaru Tri Hanggoro - Rabu, 11 Juni 2025
Bahaya Screen Time Terlalu Lama Bagi Anak, Dari Cemas hingga Agresif
Dunia
Seniman Tak Mau Kalah dari Ilmuwan yang Temukan Olo, Ciptakan Warna Baru yang Disebut Yolo
Stuart Semple klaim ciptakan warna cat baru hasil eksperimen ilmiah.
Hendaru Tri Hanggoro - Sabtu, 26 April 2025
Seniman Tak Mau Kalah dari Ilmuwan yang Temukan Olo, Ciptakan Warna Baru yang Disebut Yolo
Fun
Ilmuwan Klaim Temukan Warna Baru yang Disebut Olo, Dianggap Bisa Bantu Penyandang Buta Warna
Ilmuwan temukan warna ‘olo’ — biru-hijau super pekat yang hanya terlihat dengan teknologi laser Oz.
Hendaru Tri Hanggoro - Senin, 21 April 2025
Ilmuwan Klaim Temukan Warna Baru yang Disebut Olo, Dianggap Bisa Bantu Penyandang Buta Warna
Bagikan