Menunggu Proses Yudisial Setelah Jokowi Akui 12 Pelanggaran HAM Berat

Alwan Ridha RamdaniAlwan Ridha Ramdani - Kamis, 12 Januari 2023
Menunggu Proses Yudisial Setelah Jokowi Akui 12 Pelanggaran HAM Berat

Serah terima laporan Tim PPHAM kepada Presiden RI Joko Widodo (kelima kiri) di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/1/2023). (ANTARA/Gilang Galiartha)

Ukuran:
14
Audio:

MerahPutih.com - Pemerintah Indonesia mengakui terjadinya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dalam sedikitnya 12 peristiwa di masa lalu.

Ke-12 peristiwa tersebut adalah Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Talangsari di Lampung 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989, Peristiwa Penghilang Orang Secara Paksa 1997-1998, dan Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.

Baca Juga:

Jokowi Akui 12 Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

Kemudian Peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA Aceh 1999, Peristiwa Wasior Papua 2001-2002, Peristiwa Wamena Papua 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyambut baik sikap Presiden RI Joko Widodo dan pemerintah yang mengakui terjadinya 12 peristiwa pelanggaran HAM berat pada masa lalu.

Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menilai pengakuan tersebut memperlihatkan komitmen pemerintah sebagai pemangku kewajiban dalam pemulihan hak korban serta pemberian kompensasi restitusi, dan rehabilitasi, sebagaimana diatur dalam sejumlah aturan.

Diantaranya, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM; Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi terhadap Korban Pelanggaran HAM yang Berat; serta Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 tentang Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu.

Komnas HAM mendukung adanya jaminan ketidakberulangan peristiwa pelanggaran HAM berat dengan membangun pemajuan dan penegakan HAM yang efektif.

Komnas HAM meminta Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD untuk memfasilitasi koordinasi antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung terkait tugas dan kewenangan dalam menjalankan penyelidikan dan penyidikan guna menyelesaikan peristiwa pelanggaran HAM berat melalui mekanisme yudisial.

"Kami pun berpandangan hak korban atas pemulihan juga berlaku bagi korban peristiwa pelanggaran HAM berat yang telah disidangkan melalui Pengadilan HAM, namun hingga saat ini belum mendapatkan haknya atas pemulihan, yaitu peristiwa Tanjung Priok 1984, peristiwa Timor-Timor 1999, peristiwa Abepura 2000, dan peristiwa Paniai 2014," ujar Atnike.

Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar mengusulkan pembentukan gugus tugas berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban untuk pemulihan hak-hak korban pelanggaran hak asasi manusia.

"Dalam pelaksanaan pemulihan hak-hak korban, sebagai komitmen utama Presiden atas laporan TPPHAM, dapat dibentuk suatu gugus tugas atau task force dengan koordinasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)," ucap Wahyudi.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menegaskan, kerja dan laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) Berat Masa Lalu tidak menganulir penyelesaian yudisial peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu.

"Tim ini tidak meniadakan proses yudisial karena di dalam undang-undang disebutkan pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi sebelum tahun 2000 diselesaikan melalui Pengadilan HAM Adhoc atas persetujuan DPR," kata Mahfud.

Sedangkan untuk peristiwa pelanggaran HAM berat sesudah tahun 2000, lanjut Mahfud, diselesaikan melalui Pengadilan HAM biasa. Mahkamah Agung (MA) telah mengadili empat peristiwa pelanggaran HAM berat sesudah tahun 2000 dan semuanya dinyatakan ditolak serta semua tersangkanya dibebaskan karena tidak cukup bukti untuk dikatakan pelanggaran HAM berat.

"Bahwa itu kejahatan, iya, tapi bukan pelanggaran HAM berat karena itu berbeda. Kalau kejahatannya semua sudah diproses secara hukum, tapi yang dikatakan pelanggaran HAM beratnya itu memang tidak cukup bukti," kata Mahfud.

Ia memastikan, dalam waktu dekat Presiden akan mengundang menteri-menteri terkait. Menteri Sosial, Menteri PUPR, Menteri Keuangan, Panglima TNI, Kapolri, Menteri Pendidikan dan lain-lain. Akan diundang untuk diberi tugas berdasar rekomendasi ini," kata Mahfud kepada awak media selepas pertemuan.

Mahfud mencontohkan salah satu yang perlu ditindaklanjuti adalah rekomendasi untuk rekomendasi fisik berdasarkan temuan Tim PPHAM di beberapa tempat, meski ia tak menjelaskan lebih lanjut.

"Kemudian ada orang yang masih didiskriminasi dalam kehidupan sehari-hari," katanya.

Baca Juga:

Kapolri Ungkap Ada Kelompok Berupaya Hambat Kemajuan di Papua

#Komnas HAM #HAM
Bagikan

Berita Terkait

Indonesia
Kecam Penangkapan Delpedro Marhaen, Amnesty International: Negara Seharusnya Dengarkan Tuntutan Rakyat
Amnesty International Indonesia mengecam penangkapan Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen. Usman Hamid mengatakan, negara seharusnya mendengarkan tuntutan rakyat.
Soffi Amira - Rabu, 03 September 2025
Kecam Penangkapan Delpedro Marhaen, Amnesty International: Negara Seharusnya Dengarkan Tuntutan Rakyat
Indonesia
Polda Metro Jaya Duga Direktur Lokataru Jadi Dalang di Balik Aksi Anarkis Pelajar dan Anak-anak
DMR juga diduga telah menyebarkan berita bohong
Angga Yudha Pratama - Selasa, 02 September 2025
Polda Metro Jaya Duga Direktur Lokataru Jadi Dalang di Balik Aksi Anarkis Pelajar dan Anak-anak
Indonesia
Profil Delpedro Marhaen, Aktivis dan Direktur Lokataru Foundation yang Dijemput Paksa Polisi
Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, dijemput paksa polisi pada Senin (1/9) malam. Ia tercatat sebagai mahasiswa magister Ilmu Politik di UPN Veteran Jakarta (UPNVJ) dan magister hukum di Universitas Tarumanagara.
Soffi Amira - Selasa, 02 September 2025
Profil Delpedro Marhaen, Aktivis dan Direktur Lokataru Foundation yang Dijemput Paksa Polisi
Indonesia
Direktur Lokataru Foundation Ditangkap, Cederai Prinsip Demokrasi dan HAM?
Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, ditangkap polisi pada Senin (1/9) malam. Hal ini dianggap sebagai tindakan represif yang mencederai prinsip demokrasi dan HAM.
Soffi Amira - Selasa, 02 September 2025
 Direktur Lokataru Foundation Ditangkap, Cederai Prinsip Demokrasi dan HAM?
Indonesia
Komnas HAM Minta Polda Buka Ruang Peninjauan Kembali Kasus Kematian Diplomat Arya
Polisi menyimpulkan bahwa Arya Daru meninggal dunia bukan karena pembunuhan atau tindak pidana lain
Wisnu Cipto - Kamis, 31 Juli 2025
Komnas HAM Minta Polda Buka Ruang Peninjauan Kembali Kasus Kematian Diplomat Arya
Indonesia
Transfer Data Pribadi ke AS Diklaim Menteri Natalius Pigai Tidak Bertentangan Dengan Prinsip HAM
pemerintah pasti menjamin pertukaran data dimaksud dilakukan dengan hati-hati, bertanggung jawab, dan memastikan aspek keamanannya.
Alwan Ridha Ramdani - Sabtu, 26 Juli 2025
Transfer Data Pribadi ke AS Diklaim Menteri Natalius Pigai Tidak Bertentangan Dengan Prinsip HAM
Indonesia
Temuan Komnas HAM di Balik Persekusi Retreat Kristen di Cidahu Sukabumi, Pengusiran hingga Perusakan
Tindakan persekusi terjadi karena adanya penolakan oleh sebagian warga sekitar yang merasa terganggu dengan kegiatan kerohanian.
Ananda Dimas Prasetya - Jumat, 11 Juli 2025
Temuan Komnas HAM di Balik Persekusi Retreat Kristen di Cidahu Sukabumi, Pengusiran hingga Perusakan
Indonesia
Prabowo Tugaskan Gibran Tangani Papua, termasuk Masalah HAM dan Keamanan
Presiden RI, Prabowo Subianto, menugaskan Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka, untuk menangani Papua. Hal itu juga termasuk masalah HAM dan keamanan.
Soffi Amira - Selasa, 08 Juli 2025
Prabowo Tugaskan Gibran Tangani Papua, termasuk Masalah HAM dan Keamanan
Indonesia
Pembubaran Retreat Keagamaan di Sukabumi Dinilai sebagai Bentuk Pelanggaran HAM dan Intoleransi
Komnas HAM mengecam keras pengusiran dan pembubaran paksa retreat remaja Kristen.
Ananda Dimas Prasetya - Rabu, 02 Juli 2025
Pembubaran Retreat Keagamaan di Sukabumi Dinilai sebagai Bentuk Pelanggaran HAM dan Intoleransi
Indonesia
[HOAKS atau FAKTA]: Pengadilan Internasional Perintahkan Jokowi Ditangkap karena Melanggar HAM
Akun 'repallinoharefali' mengunggah informasi yang isinya tentang perintah penangkapan Jokowi oleh Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) karena didakwa melanggar HAM.
Frengky Aruan - Selasa, 01 Juli 2025
[HOAKS atau FAKTA]: Pengadilan Internasional Perintahkan Jokowi Ditangkap karena Melanggar HAM
Bagikan