Kecam Penangkapan Delpedro Marhaen, Amnesty International: Negara Seharusnya Dengarkan Tuntutan Rakyat
Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, ditangkap polisi pada Senin (1/9). Foto: Instagram/Lokataru Foundation
MerahPutih.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengecam proses hukum terhadap Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen.
Delpedro dituduh melakukan provokasi dan hasutan untuk melakukan demo ricuh.
“Ini menandakan negara memilih pendekatan represif daripada demokratik dan persuasif,” kata Usman Hamid dalam keteranganya di Jakarta dikutip Rabu (3/9).
Menurut Usman, proses hukum terhadap Delpedro pun menggunakan pasal-pasal karet yang selama ini dikenal untuk membungkam kritik.
Baca juga:
Jadikan Direktur Lokataru Foundation sebagai Tersangka, Polisi: Sudah Sesuai SOP
“Ini harus dihentikan,” ungkap Usman.
Usman menyebutkan, negara harus mengoptimalkan pendekatan pemolisian demokratis, persuasif dan dialog dengan pengunjuk rasa.
Ia pun khawatir, ancaman hukuman hanya memicu eskalasi ketegangan antara kepolisian dan pengkritik.
“Mereka berhak berkumpul dan menyampaikan pendapat di depan umum. Itu adalah hak asasi manusia,” jelas dia.
Usman juga mendesak Polri untuk membebaskan Delpedro, Syahdan, dan ratusan pengunjuk rasa lainnya yang ditangkap. Mereka ditangkap karena bersuara kritis sejak 25 Agustus 2025 lalu.
Baca juga:
Profil Delpedro Marhaen, Aktivis dan Direktur Lokataru Foundation yang Dijemput Paksa Polisi
“Negara semestinya hadir dengan manusiawi, yaitu mendengarkan tuntutan rakyat, menghormati kebebasan berekspresi, serta menegakkan hukum secara adil,” tutup Usman Hamid.
Sebelumnya, Delpedro Marhaen ditangkap Polda Metro Jaya di rumahnya sekaligus kantor Lokataru Foundation di Jakarta Timur, Senin (1/9) malam.
Pada penangkapan itu, polisi juga menggeledah ruang kantor Lokataru Foundation tanpa surat penggeledahan dan diduga merusak kamera CCTV kantor.
Baca juga:
Direktur Lokataru Dikenakan Pasal Berlapis, Polisi: Tindakannya Memicu Kerusuhan dan Keresahan
Selain membawa paksa Delpedro, polisi tidak mengizinkan dia menggunakan ponselnya untuk menghubungi siapapun, termasuk pengacara dan keluarganya.
Delpedro dijadikan tersangka dengan sejumlah pasal, yaitu Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, Pasal 15, 76 H, dan 87 UU Perlindungan Anak, serta Pasal 28 ayat (3) UU ITE tentang pemberitahuan bohong. (knu)
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
DPR Warning Kementerian HAM: Peta Jalan Penyelesaian Pelanggaran HAM Jangan Cuma Jadi Pajangan, Implementasi Harus Se-Progresif Dialognya
Polisi dan Tim Kemenhut Baku Tembak Dengan Pemburu Liar Rusa Timor TN Komodo
METHOSA Rilis Single 'Adu Domba', Angkat tentang Aksi Kamisan dan Rentetan Tragedi HAM
DPR Sambut Peta Jalan Penyelesaian HAM Berat, Negara Diminta Tak Lagi Menunda
6 Polisi Pengeroyok 'Mata Elang' Jalani Sidang Etik
Amankan Nataru 2025/2026, Operasi Lilin 2025 Kerahkan 146.701 Personel Gabungan
Habiburokhman tak Masalah Anggota Polri Bertugas di Instansi Lain, Selama Sesuai Fungsi Kepolisian
Masih Aman, Pakar Hukum Tata Negara Sebut Anggota Polisi yang Duduki Jabatan Sipil tak Perlu Ditarik
Reformasi Polri Harus Menyasar Isu Pengangkatan Kapolri dan Jabatan Sipil Polisi Aktif
6 Orang Polisi Jadi Tersangka Pengeroyokan Diduga 'Mata Elang' di Kalibata Jakarta