Sains

Matahari Pernah Memiliki Cincin Seperti Saturnus

Ikhsan Aryo DigdoIkhsan Aryo Digdo - Kamis, 13 Januari 2022
Matahari Pernah Memiliki Cincin Seperti Saturnus

Cincin tersebut mencegah Bumi menjadi 'Bumi Super'. (Foto: Unsplash/Lenstravelier)

Ukuran:
14
Font:
Audio:

SEBUAH studi baru telah menemukan bahwa sebelum kelahiran planet-planet di tata surya ini, matahari pernah memiliki cincin seperti Saturnus yang mengelilingi matahari. Cincin tersebut mencegah Bumi menjadi apa yang disebut 'Bumi Super', yang merupakan sebuah dunia yang dua kali ukuran Bumi dan memiliki antara tiga dan 10 kali massanya.

Namun perlu dicatat bahwa istilah 'Bumi Super' hanya mengacu pada ukuran dan massa planet ekstrasurya, tanpa mengacu pada kondisi atmosfer atau kemampuan untuk menampung kehidupan. Istilah tersebut mengacu pada sebuah planet ekstrasurya yang lebih besar dari Bumi tetapi lebih kecil dari Neptunus.

Baca Juga:

Fakta Sains Terunik ini akan Membuatmu Tercengang

Menurut laman Live Science, Bumi super dilaporkan cukup umum dalam skema keseluruhan. Karena para astronom telah menemukan bumi super yang mengorbit sekitar 30 persen bintang mirip matahari di galaksi kita.

Dalam tata surya ini memang memiliki banyak teka-teki yang membingungkan para peneliti. Namun ada penelitian terbaru yang sepertinya telah memecahkan teka-teki tersebut. Seorang penulis penelitian percaya bahwa cincin yang mengorbit matahari miliaran tahun yang lalu adalah penyebab kurangnya bumi super di tata surya ini.

Cincin yang terdekat paling dekat dengan Matahari membentuk planet-planet seperti Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars. (Foto: Screenrant)

Penelitian tersebut dilakukan oleh astrofisikawan Andrea Izidoro dan rekan-rekannya di Rice University, University of Bordeaux, Southwest Research Institute di Boulder, Colorado, dan Institut Max Planck untuk Astronomi di Heidelberg, Jerman. Mereka telah menciptakan model simulasi komputer dari pembentukan tata surya, yang menunjukkan bahwa matahari dikelilingi oleh daerah bertekanan tinggi dari gas dan debu yang disebut 'benjolan tekanan di piringan protoplanet matahari'. Cincin-cincin tersebut akhirnya membentuk planet dan mampu menjawab pertanyaan mengapa tata surya ini tidak memiliki bumi super.

Menurut model tersebut, tiga pita tonjolan tekanan menentukan bagaimana planet terbentuk di wilayah tersebut. Seperti yang dijelaskan dalam laporan tersebut, daerah bertekanan tinggi ini terjadi ketika tarikan gravitasi matahari menarik partikel dari ketiga cincin dan menguapkannya dengan panas dalam proses yang disebut sublimasi.

Baca Juga:

Bumi Sedang Kritis, Lakukan Ini untuk Selamatkan Planet Kita

Pada cincin yang paling dekat dengan matahari, silikat padat berubah menjadi gas. Lalu pada cincin yang di tengah, es akan memanas hingga membentuk uap air. Kemudian pada cincin terluar, karbon monoksida menjadi gas.

Cincin terluar membentuk komet, asteroid, dan benda-benda kecil lainnya. (Foto: Livescience)

Seiring bertambahnya usia, gas dan debu yang mengelilingi matahari mendingin dan garis sublimasi semakin dekat ke matahari. Proses tersebut memungkinkan debu menumpuk menjadi planetesimal atau benih planet seukuran asteroid. "Model kami menunjukkan tonjolan tekanan dapat memusatkan debu, dan tonjolan tekanan yang bergerak dapat bertindak sebagai pabrik planetesimal," kata Izidoro.

Kemudian, cincin yang paling dekat dengan matahari membentuk planet-planet di tata surya bagian dalam seperti Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars. Lalu cincin tengah pada akhirnya menjadi planet-planet tata surya luar. Sedangkan cincin terluar membentuk komet, asteroid, dan benda-benda kecil lainnya. (frs)

Baca Juga:

Memakai Pakaian Lebih Lama Bisa Selamatkan Lingkungan



#Sains
Bagikan
Ditulis Oleh

Ikhsan Aryo Digdo

Learner.

Berita Terkait

Lifestyle
Kayak Manusia, Kucing Juga Bisa Kena Demensia
Temuan ini akan membantu ilmuwan mencari pengobatan baru bagi manusia.
Dwi Astarini - Jumat, 15 Agustus 2025
Kayak Manusia, Kucing Juga Bisa Kena Demensia
Lifestyle
Populasi Serangga Terancam Alterasi Pola El Nino yang Dipicu Perubahan Iklim
Artropoda disebut menjadi sumber makanan penting bagi burung dan hewan yang lebih besar.??
Dwi Astarini - Kamis, 07 Agustus 2025
Populasi Serangga Terancam Alterasi Pola El Nino yang Dipicu Perubahan Iklim
Dunia
Arkeolog Temukan Bukti Penyintas Letusan Gunung Vesuvius Kembali Tinggal di Reruntuhan Pompeii
Pompeii setelah tahun 79 muncul kembali, bukan sebagai kota, melainkan sebagai kumpulan bangunan yang rapuh dan suram, semacam kamp.
Dwi Astarini - Kamis, 07 Agustus 2025
Arkeolog Temukan Bukti Penyintas Letusan Gunung Vesuvius Kembali Tinggal di Reruntuhan Pompeii
Lifestyle
Batu Mars Terbesar di Dunia Dilelang, Terjual Seharga Rp 86,25 Miliar
Dikenal dengan nama NWA 16788, meteorit ini memiliki berat 24,5 kilogram.
Dwi Astarini - Kamis, 17 Juli 2025
Batu Mars Terbesar di Dunia Dilelang, Terjual Seharga Rp 86,25 Miliar
Lifestyle
Jokowi Terkena Alergi Parah, para Ahli Sebut Perubahan Iklim Memperburuk Kondisi Ini
Gejala alergi tak lagi bisa dianggap sepele.
Dwi Astarini - Senin, 23 Juni 2025
Jokowi Terkena Alergi Parah, para Ahli Sebut Perubahan Iklim Memperburuk Kondisi Ini
Fun
Kenapa Kita Suka Share dan Lihat Konten Hewan Lucu di Media Sosial? Ini Jawaban Ilmiahnya!
Sebuah studi dari Concordia University mengungkap bahwa membagikan foto atau video hewan lucu di media sosial ternyata bisa memperkuat koneksi dan hubungan digital. Simak penjelasannya!
Hendaru Tri Hanggoro - Jumat, 13 Juni 2025
Kenapa Kita Suka Share dan Lihat Konten Hewan Lucu di Media Sosial? Ini Jawaban Ilmiahnya!
Fun
Strawberry Moon di Yogyakarta dan Malang! Ini Fakta Menarik di Baliknya yang Terjadi 18,6 Tahun Sekali
Strawberry Moon bukan berarti bulan berwarna merah muda. Simak fakta menarik tentang fenomena langit langka yang hanya terjadi setiap 18,6 tahun sekali ini.
Hendaru Tri Hanggoro - Kamis, 12 Juni 2025
Strawberry Moon di Yogyakarta dan Malang! Ini Fakta Menarik di Baliknya yang Terjadi 18,6 Tahun Sekali
Fun
Bahaya Screen Time Terlalu Lama Bagi Anak, Dari Cemas hingga Agresif
Studi dari American Psychological Association temukan bahwa screen time berlebihan berkaitan dengan kecemasan, depresi, dan agresi pada anak-anak. Konten dan dukungan emosional juga berperan penting.
Hendaru Tri Hanggoro - Rabu, 11 Juni 2025
Bahaya Screen Time Terlalu Lama Bagi Anak, Dari Cemas hingga Agresif
Dunia
Seniman Tak Mau Kalah dari Ilmuwan yang Temukan Olo, Ciptakan Warna Baru yang Disebut Yolo
Stuart Semple klaim ciptakan warna cat baru hasil eksperimen ilmiah.
Hendaru Tri Hanggoro - Sabtu, 26 April 2025
Seniman Tak Mau Kalah dari Ilmuwan yang Temukan Olo, Ciptakan Warna Baru yang Disebut Yolo
Fun
Ilmuwan Klaim Temukan Warna Baru yang Disebut Olo, Dianggap Bisa Bantu Penyandang Buta Warna
Ilmuwan temukan warna ‘olo’ — biru-hijau super pekat yang hanya terlihat dengan teknologi laser Oz.
Hendaru Tri Hanggoro - Senin, 21 April 2025
Ilmuwan Klaim Temukan Warna Baru yang Disebut Olo, Dianggap Bisa Bantu Penyandang Buta Warna
Bagikan