Kritik Omnibus Law, KPK: Jangan Bawa Hukum Kembali ke Masa Kolonial!

Eddy FloEddy Flo - Kamis, 19 Desember 2019
 Kritik Omnibus Law, KPK: Jangan Bawa Hukum Kembali ke Masa Kolonial!

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif berbicara kepada awak media. (MP/Ponco Sulaksono)

Ukuran:
14
Audio:

MerahPutih.Com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkritik undang-undang Omnibus Law yang saat ini sedang dirancang pemerintah. Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengingatkan jangan sampai produk hukum Indonesia kembali ke masa kolonial.

"Jadi jangan kita buat hukum yang kembali ke masa kolonial. Kita sudah milenial tapi kembali ke masa kolonial. Saya pikir itu yang ingin saya sampaikan," kata Laode di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (19/12).

Baca Juga:

DPR Sebut Kasus Novel Lambat Diungkap Lantaran Ada Kendala Teknis

Laode mengaku khawatir Omnibus Law menjadi alat berlindung korporasi atau pengusaha yang memiliki niat tidak baik. Lembaga antirasuah meminta pemerintah menjelaskan secara detail rencana penghapus sanksi pidana bagi pengusaha 'nakal'.

KPK sebut omnibus law seperti hukum kolonial
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif. (MP/Ponco Sulaksono)

"Jadi saya pikir itu perlu diperjelas agar Omnibus Law ini tidak menjadi alat untuk berlindung korporasi yang punya niat tidak baik. Ini penting," ujarnya.

Menurut Laode korporasi maupun pengusaha harus bisa bertanggung jawab secara pidana jika terbukti melanggar. Aturan main itu, kata Laode, juga sudah dijalankan sejumlah negara.

"Di mana-mana sekarang (menerapkan pidana korporasi). Dulu belanda saja tidak mengakui, sekarang di KUHP Belanda jelas sekali," ungkap dia.

Laode mencontohkan korporasi yang dijerat pidana denda seperti Volkswagen di Amerika Serikat dan Rolls-Royce di Inggris. Untuk Rolls-Royce, kata Laode, memiliki kaitan dengan kasus korupsi pengadaan di Garuda Indonesia.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan pemerintah akan mengubah aturan sanksi pidana kepada para pengusaha 'nakal'. Sebagai gantinya, pengusaha nakal hanya akan diberikan sanksi administrasi kalau mereka melanggar aturan.

Penghapusan tersebut rencananya akan dituangkan dalam aturan Omnibus Law yang saat ini sedang dirancang pemerintah.

Baca Juga:

Pimpinan KPK Berharap Firli Cs Dorong Penuntasan Kasus Novel Baswedan

Ketum Partai Golkar ini menambahkan penghapusan sanksi pidana tersebut bertujuan untuk membuat ekosistem usaha lebih kondusif dan nyaman bagi investor.

"Jadi kami melihat untuk berusaha basis hukumnya kita ubah bukan kriminal, tapi administratif. Dan kita sudah melakukan ini di pasar modal perbankan," ujar Airlangga di Jakarta, Rabu (18/12).(Pon)

Baca Juga:

DPR Tantang KPK Bongkar Kasus BLBI dan Bank Century yang Mangkrak

#Komisi Pemberantasan Korupsi #Wakil Ketua KPK #Laode M Syarif
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Berita Terkait

Indonesia
KPK Dalami Peran Gubernur Kalbar Ria Norsan di Kasus Proyek Jalan Mempawah
Diketahui, kader Gerindra itu menjadi Bupati Mempawah selama dua periode 2009-2014 dan 2014-2018
Angga Yudha Pratama - Sabtu, 23 Agustus 2025
KPK Dalami Peran Gubernur Kalbar Ria Norsan di Kasus Proyek Jalan Mempawah
Indonesia
Kolaborasi Bareng KPK Kampanyekan Antikorupsi, Rhoma Irama Doakan Pejabat tak Pakai Rompi Oranye
Kerja sama ini bertujuan memberikan pemahaman kepada masyarakat, khususnya mereka yang berpotensi terjerumus dalam tindak korupsi.
Dwi Astarini - Selasa, 29 April 2025
Kolaborasi Bareng KPK Kampanyekan Antikorupsi, Rhoma Irama Doakan Pejabat tak Pakai Rompi Oranye
Indonesia
KPK Usut Dugaan Korupsi di Kalbar, Penyidik Mulai Lakukan Penggeledahan
Tessa belum bisa menyampaikan informasi lengkap mengenai kasus tersebut
Angga Yudha Pratama - Minggu, 27 April 2025
KPK Usut Dugaan Korupsi di Kalbar, Penyidik Mulai Lakukan Penggeledahan
Indonesia
KPK Ingatkan Dana Desa Rawan Penyalahgunaan, Perlu Tata Kelola yang Lebih Transparan
Minimnya pengawasan terhadap dana desa, berisiko membuka celah penyalahgunaan anggaran.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 27 Februari 2025
KPK Ingatkan Dana Desa Rawan Penyalahgunaan, Perlu Tata Kelola yang Lebih Transparan
Indonesia
Wakil Ketua KPK Terpilih Ingin Kembalikan Kepercayaan Publik
Wakil Ketua KPK terpilih, Fitroh Rohcahyanto mengatakan, pimpinan periode 2024-2029 ingin mengembalikan kepercayaan publik.
Soffi Amira - Senin, 09 Desember 2024
Wakil Ketua KPK Terpilih Ingin Kembalikan Kepercayaan Publik
Indonesia
29 Orang Terseret dalam Kasus Pertemuan Wakil Ketua KPK dan Mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta
29 orang terseret dalam kasus pertemuan Wakil Ketua KPK dan mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta.
Soffi Amira - Selasa, 29 Oktober 2024
29 Orang Terseret dalam Kasus Pertemuan Wakil Ketua KPK dan Mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta
Indonesia
Wakil Ketua KPK Diperiksa Polisi, Diduga Bertemu Mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta
Wakil Ketua KPK akan diperiksa polisi pada Selasa (15/10). Ia diduga bertemu mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto.
Soffi Amira - Selasa, 15 Oktober 2024
Wakil Ketua KPK Diperiksa Polisi, Diduga Bertemu Mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta
Indonesia
Kasus Wakil Ketua KPK, Kapolda Metro : Urusan Perilaku Berujung Pidana
Kapolda Metro Jaya sudah berkoordinasi dengan Dewan Pengawas (Dewas) KPK terkait kasus tersebut.
Ananda Dimas Prasetya - Jumat, 11 Oktober 2024
Kasus Wakil Ketua KPK, Kapolda Metro : Urusan Perilaku Berujung Pidana
Indonesia
Nurul Ghufron Siap Dihukum Dewas KPK jika Terbukti Langgar Etik
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, siap dihukum oleh Dewas jika terbukti melanggar etik. Ia menghadiri sidang etik pertama pada Selasa (14/5).
Soffi Amira - Selasa, 14 Mei 2024
Nurul Ghufron Siap Dihukum Dewas KPK jika Terbukti Langgar Etik
Indonesia
Unsur Masyarakat Harus Dominasi Pansel KPK
Komposisi panel yang terdiri atas lima orang dari unsur pemerintah dan empat orang dari unsur masyarakat menimbulkan pertanyaan terkait isu independensi KPK.
Alwan Ridha Ramdani - Minggu, 12 Mei 2024
Unsur Masyarakat Harus Dominasi Pansel KPK
Bagikan