Kasus Korupsi

KPK Resmi Tetapkan Taipan Sjamsul Nursalim dan Istri Tersangka Korupsi BLBI

Eddy FloEddy Flo - Senin, 10 Juni 2019
 KPK Resmi Tetapkan Taipan Sjamsul Nursalim dan Istri Tersangka Korupsi BLBI

Pimpinan KPK Laode Syarif dan Saut Situmorang didampingi Jubir KPK Febri Diansyah menyampaikan keterangan pers terkait penetapan tersangka taipan Sjamsul Nursalim (MP/Ponco Sulaksono)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.Com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan obligor Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI).

"Setelah melakukan proses penyidikan dan ditemukan bukti permulaan yang cukup, maka KPK membuka penyidikan baru terhadap pemegang saham BDNI selaku obligor BLBI," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (10/6).

Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan korupsi yang telah menjerat mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung.

Syafruddin telah dijatuhi hukuman 15 tahun pidana penjara, ditambah dengan Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan oleh Pengadilan Tinggi DKI dalam putusan banding. Perbuatan Syafruddin diduga telah memperkaya Sjamsul dan istrinya sebanyak Rp4,58 triliun.

Praktik korupsi ini berawal pada 21 September 1998, BPPN dan Sjamsul melakukan penandatanganan penyelesaian pengembilalihan pengelolaan BDNI melalui Master Settlement Acquistion Agreement (MSAA).

Tersangka kasus BLBI Sjamsul Nursalim
Tersangka kasus BLBI Sjamsul Nursalim (Foto: antaranews)

Dalam MSAA itu, disepakati bahwa BPPN mengambil alih pengelolaan BDNI dan Sjamsul sebagai pemegang saham pengendali sepenuhnya bertanggung jawab untuk menyelesaikan kewajibannya baik secara tunai ataupun berupa penyerahan aset.

"Jumlah kewajiban SJM selaku pemegang saham pengendali BDNl adalah sebesar Rp47.258.000.000.000," jelas Saut.

Kemudian kewajiban itu dikurangi dengan sejumlah aset milik Sjamsul senilai Rp18.850.000.000.000 termasuk di antaranya, pinjaman kepada petani petambak sebesar Rp4,8 triliun. Aset senilai Rp4,8 triliun ini dipresentasikan Sjamsul seolah-olah sebagai piutang lancar dan tidak bermasalah.

Namun, setelah dilakukan Financial Due Dilligence (FDD) dan Legal Due Dilligence (LDD) disimpulkan bahwa aset tersebut tergolong macet sehingga dipandang terjadi misrepresentasi. Atas hasil FDD dan LDD tersebut, BPPN kemudian mengirimkan surat yang intinya mengatakan Sjamsul telah melakukan misrepresentasi.

"Dan memintanya menambah aset untuk mengganti kerugian yang diderita BPPN tersebut. Namun SJN menolak," ungkap Saut.

Selanjutnya, pada Oktober 2003, agar rencana penghapusbukuan piutang petambak Dipasena bisa berjalan, dilakukan rapat antara BPPN dan pihak Sjamsul yang diwakili isterinya, Itjih serta pihak lain. Pada rapat tersebut Itjih mengklaim Sjamsul tidak melakukan misrepresentasi.

Pada Februari 2004, dilakukan rapat kabinet terbatas (Ratas) yang intinya BPPN melaporkan dan meminta pada Presiden RI agar terhadap sisa utang petani tambak dilakukan write off (dihapusbukukan) namun tidak melaporkan kondisi misrepresentasi dari Sjamsul. Ratas tersebut tidak memberikan keputusan atau tidak ada persetujuan terhadap usulan write off dari BPPN.

Setelah melalui beberapa proses, meskipun Ratas tidak memberikan persetujuan namun pada 12 April 2004, Syafruddin Arsyad Temenggung dan Itjih menandatangani Akta Perjanjian Penyelesaian Akhir yang pada pokoknya berisikan, pemegang saham telah menyelesaikan seluruh kewajiban sesuai dengan yang diatur di MSAA.

"Pada 26 April 2004, Syafruddin menandatangani surat No. SKL-22/PKPS-BPPN/0404 perihal Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham kepada Sjamsul. Hal ini mengakibatkan hak tagih atas utang petambak Dipesena menjadi hilang atau hapus," beber Saut.

Lalu, kata Saut, pada 30 April 2004, BPPN menyerahkan pertanggungjawaban aset pada Kementerian Keuangan yang berisikan hak tagih hutang petambak PT DCD dan PT WM yang kemudian oleh Dirjen Anggaran Kemenkeu diserahkan kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (PT. PPA).

BACA JUGA: Pengamat Politik Paparkan Strategisnya PAN dan Demokrat dalam Koalisi Jokowi

Sanksi Pemotongan Tukin Menanti ASN yang Bolos Kerja Pasca Libur Lebaran

Terakhir, pada 24 Mei 2007, PPA melakukan penjualan hak tagih hutang petambak plasma senilai Rp220.000.000.000. Padahal nilai kewajiban Sjamsul yang seharusnya diterima negara adalah Rp4,8 Triliun.

"Sehingga, diduga kerugian jeuangan negara yang terjadi adalah sebesar Rp4,58 triliun," pungkas Saut.

Sjamsul dan Itjih disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(Pon)

#Kasus BLBI #Sjamsul Nursalim #Komisi Pemberantasan Korupsi #Saut Situmorang
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Berita Terkait

Indonesia
KPK Dalami Peran Gubernur Kalbar Ria Norsan di Kasus Proyek Jalan Mempawah
Diketahui, kader Gerindra itu menjadi Bupati Mempawah selama dua periode 2009-2014 dan 2014-2018
Angga Yudha Pratama - Sabtu, 23 Agustus 2025
KPK Dalami Peran Gubernur Kalbar Ria Norsan di Kasus Proyek Jalan Mempawah
Indonesia
Kolaborasi Bareng KPK Kampanyekan Antikorupsi, Rhoma Irama Doakan Pejabat tak Pakai Rompi Oranye
Kerja sama ini bertujuan memberikan pemahaman kepada masyarakat, khususnya mereka yang berpotensi terjerumus dalam tindak korupsi.
Dwi Astarini - Selasa, 29 April 2025
Kolaborasi Bareng KPK Kampanyekan Antikorupsi, Rhoma Irama Doakan Pejabat tak Pakai Rompi Oranye
Indonesia
KPK Usut Dugaan Korupsi di Kalbar, Penyidik Mulai Lakukan Penggeledahan
Tessa belum bisa menyampaikan informasi lengkap mengenai kasus tersebut
Angga Yudha Pratama - Minggu, 27 April 2025
KPK Usut Dugaan Korupsi di Kalbar, Penyidik Mulai Lakukan Penggeledahan
Indonesia
Menteri Maruarar Usul ke Prabowo Sulap Lahan 'Tidur' BLBI di Karawaci jadi Perumahan
Lahan eks-BLBI milik PT Lippo Karawaci dipilih karena statusnya yang 'clean and clear'
Angga Yudha Pratama - Kamis, 20 Maret 2025
Menteri Maruarar Usul ke Prabowo Sulap Lahan 'Tidur' BLBI di Karawaci jadi Perumahan
Indonesia
Aset BLBI Dilimpahkan ke Kementerian/Lembaga untuk Bangun Rumah Dinas hingga Politeknik
Nilai aset yang dikumpulkan mencapai Rp 2,77 triliun.
Dwi Astarini - Jumat, 05 Juli 2024
Aset BLBI Dilimpahkan ke Kementerian/Lembaga untuk Bangun Rumah Dinas hingga Politeknik
Indonesia
Unsur Masyarakat Harus Dominasi Pansel KPK
Komposisi panel yang terdiri atas lima orang dari unsur pemerintah dan empat orang dari unsur masyarakat menimbulkan pertanyaan terkait isu independensi KPK.
Alwan Ridha Ramdani - Minggu, 12 Mei 2024
Unsur Masyarakat Harus Dominasi Pansel KPK
Indonesia
Otak Pungli di Rutan KPK Masih Bekerja Sebagai Staf di Setwan DKI
Hengki ini bertugas di Kemenkumham yang ditempatkan di rutan KPK
Angga Yudha Pratama - Senin, 26 Februari 2024
Otak Pungli di Rutan KPK Masih Bekerja Sebagai Staf di Setwan DKI
Indonesia
Belum Laku, Aset Tommy Soeharto Kembali Dilelang Kemenkeu
Nilai lelang aset PT TPN dimulai dengan harga Rp 2,42 triliun. Lalu, nilainya turun menjadi Rp 2,15 triliun pada lelang berikutnya dan kemudian turun kembali menjadi Rp 2,064 triliun pada lelang ketiga.
Alwan Ridha Ramdani - Kamis, 25 Januari 2024
Belum Laku, Aset Tommy Soeharto Kembali Dilelang Kemenkeu
Indonesia
KPK Tahan Politikus PKB Terkait Kasus Korupsi di Kemenakertrans Era Cak Imin
Reyna ditahan terkait kasus dugaan korupsi sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Kemenakertrans tahun 2012.
Frengky Aruan - Kamis, 25 Januari 2024
KPK Tahan Politikus PKB Terkait Kasus Korupsi di Kemenakertrans Era Cak Imin
Indonesia
KPK Periksa Eks Mensos Juliari Batubara Terkait Kasus Bansos Beras
Pemeriksaan Eks Bendahara Umum PDI Perjuangan (PDIP) itu akan dilakukan di Lapas Kelas 1 Tangerang.
Andika Pratama - Senin, 18 Desember 2023
KPK Periksa Eks Mensos Juliari Batubara Terkait Kasus Bansos Beras
Bagikan