Komnas HAM Sebut Penerapan PSBB Perlu Dibenahi


Sejumlah pekerja berjalan usai bekerja dengan latar belakang gedung perkantoran di Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (16/4/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/hp.
MerahPutih.com - Komnas HAM mendorong pemerintah dapat menata ulang kembali penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) guna meredam penyebaran COVID-19.
"Penting untuk menata ulang kembali soliditas, mempertegas platform dan orientasi penerapan PSBB, apakah orientasi utamanya adalah kepentingan ekonomi ataukah kepentingan hak atas kesehatan," ujar Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (21/4).
Baca Juga:
Taufan menjelaskan, dorongan tersebut berawal dari catatan Komnas HAM terhadap tata kelola moda angkutan darat yang masif di tengah penerapan PSBB.
Catatan pada aspek moda angkutan darat itu misalnya adalah mengenai permintaan beberapa kepala daerah untuk menghentikan operasi KRL yang ditolak.
Menurut Taufan, penolakan tersebut menunjukan upaya memutus mata rantai penyebaran COVID-19 yang menjadi esensi penerapan PSBB masih berbenturan dengan kepentingan penyelamatan ekonomi.
Selain itu, permasalahan lain juga terjadi sehubungan dengan inisiatif kepala daerah yang mengambil kebijakan dalam rangka memutus penyebaran virus corona.
Hal itu yang terjadi pada saat Gubernur Maluku Murad Ismail mengambil keputusan untuk menerapkan pembatasan sosial berskala regional (PSBR).

Begitu juga penerapan PSBB di Papua yang diputuskan oleh Gubernur Papua Lukas Enembe sendiri.
Taufan mengatakan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu duduk bersama agar tidak terjadi tarik-menarik kebijakan demi kepentingan masyarakat.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan, salah satu catatan menonjol yakni soal tata kelola moda angkutan darat yang masif.
Semisal, ketika adanya permintaan beberapa kepala daerah yang ingin operasional kereta api listrik atau KRL dihentikan selama masa pembatasan sosial berskala besar berlangsung.
Namun, permintaan para kepala daerah itu justru ditolak oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
"Hal ini menunjukan, bahwa upaya memutus mata rantai penyebaran COVID-19 yang menjadi esensi penerapan PSBB masih berbenturan dengan kepentingan penyelamatan ekonomi," kata Choirul.
Baca Juga:
Tarawih Pasti tidak Ada, Istiqlal Masih Tunggu Arahan untuk Salat Idul Fitri
Selain itu, Komnas HAM juga melihat masalah lainnya saat penerapan status PSBB yang malah diambil alih oleh daerah itu sendiri. Padahal dalam aturan yang ada, penerapan status PSBB itu harus seizin Kementerian Kesehatan.
Melihat catatan tersebut, Komnas HAM menilai penting untuk menata ulang kembali soliditas dan mempertegas platform dan orientasi penerapan PSBB.
"Apakah orientasi utamanya adalah kepentingan ekonomi ataukah kepentingan hak atas kesehatan?" tanyanya.
Komnas HAM juga berharap, pemerintah pusat dan daerah harus duduk bersama sehingga tarik menarik antarkepentingan ini dapat dikelola sedemikian rupa tanpa mengurangi tujuan semula diterapkannya PSBB dan untuk kepentingan keselamatan dan kesehatan masyarakat. (Knu)
Baca Juga:
Larangan Berlaku Mulai 24 April, Menteri Agama Beberkan Mudarat Mudik
Bagikan
Berita Terkait
Bentuk Tim Pencari Fakta Kerusuhan Demo, 6 Lembaga HAM Bantah Jalani Instruksi Prabowo

Komnas HAM Minta Polda Buka Ruang Peninjauan Kembali Kasus Kematian Diplomat Arya

Temuan Komnas HAM di Balik Persekusi Retreat Kristen di Cidahu Sukabumi, Pengusiran hingga Perusakan

Pembubaran Retreat Keagamaan di Sukabumi Dinilai sebagai Bentuk Pelanggaran HAM dan Intoleransi

Bantah Fadli Zon, Komnas HAM Ungkap Bukti Kekerasan Seksual saat Peristiwa Mei 98

Komnas HAM Bakal ke Raja Ampat, Selidiki Dugaan Intimidasi hingga Pelanggaran Tambang Nikel

Proyek Tambang Nikel di Raja Ampat Berpotensi Langgar HAM, Bisa Picu Konflik Horizontal

TNI AD Anggap 'Sentilan' Komnas HAM soal Insiden Ledakan Garut sebagai Masukan

Komnas HAM Temukan 21 Buruh Sipil Dibayar Rp 150 Ribu Saat Ledakan Garut, TNI Angkat Suara

Komnas HAM Investigasi Kasus Tragedi Pesta Miras Oplosan di Lapas Bukittinggi
