Indonesia Dinilai Sudah Bertentangan dengan Pancasila

Zulfikar SyZulfikar Sy - Minggu, 13 Februari 2022
Indonesia Dinilai Sudah Bertentangan dengan Pancasila

Ilustrasi - (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.com - Perjalanan bangsa Indonesia dinilai sudah sangat bertentangan dengan Pancasila. Hal itu disampaikan advokat senior Eggi Sudjana pada Milad ke-75 Himpunan Mahasiswa Islam di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Sabtu (12/2).

Selain Eggi Sudjana, narasumber dalam dialog yang juga dihadiri Ketua DPD RI, antara lain mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua dan pakar hukum tata negara Refly Harun.

"Bukan meninggalkan lagi, tetapi sudah bertentangan dengan Pancasila. Makanya kalau dilihat secara perspektif hukum sejak tahun 1998 itu pemerintahan ini ilegal, harusnya batal demi hukum karena bertentangan Pancasila," katanya.

Baca Juga:

PDIP Rayakan Imlek, Hasto Singgung Pembumian Pancasila Saat Usung Ahok

Salah satu yang bertentangan dengan Pancasila, kata Eggi, yakni adanya sistem pemilihan presiden one man one vote.

"Sistem one man one vote ini coba dilihat, ini bertentangan dengan sila keempat Pancasila. Di situ tidak ada lagi ada musyawarahnya, lalu di mana azas perwakilannya," ucap dia.

Eggi mengatakan tidak sedang mengompori, namun memang faktanya sudah sangat jelas sehingga banyak yang harus diperbaiki negara ini. Beruntung, lanjutnya DPD saat ini berani menyuarakan berbagai persoalan dan kerusakan bangsa ini.

"Enggak ada DPD yang seberani sekarang ini. Makanya kita semua dukung perjuangan La Nyalla yang berani membongkar biang permasalahan bangsa," tegasnya.

Sementara itu, Abdullah Hehamahua juga menjawab dua pertanyaan La Nyalla yang dilontarkan kepada kader HMI.

Yakni melakukan amendemen konstitusi ke-5 atau kembali ke konstitusi asli kemudian dilakukan penyempurnaan melalui adendum untuk perbaikan bangsa.

"Menurut hemat saya, kita harus kembali ke UUD 1945 asli dengan adendum sehingga kembali kepada MPR bersidang. Supaya tidak ada lagi yang namanya presidential threshold itu," katanya.

Baca Juga:

BPIP Peringatkan Pemerintah Tak Lupakan Pancasila Dalam Pembuatan Kebijakan

Dalam adendum, Abdullah Hehamahua membolehkan untuk memasukkan poin-poin apa saja dalam memperkuat demokrasi.

"Misalnya mau memasukkan adanya penguatan peran DPD RI, ya silakan," ujar dia.

Dalam dialog tersebut, dia juga menyoroti tentang ibu kota negara baru (IKN). Di mana Abdullah Hehamahua dan beberapa tokoh yang tergabung dalam Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) sedang menggugat UU IKN ke MK.

"Saya tidak bicara uji formil UU IKN. Kita bicara gugatan materiil. Banyak alasan tidak logis dari pemerintah dalam memindahkan ibu kota ini," ucap dia.

Lanjut Abdullah, kalau alasan ibu kota pindah karena Jakarta banjir, beberapa waktu lalu Penajam Paser Utara juga banjir.

"Kalau dibilang karena macet, kenapa dari Jakarta dibangun kereta api cepat ke bandung. Setelah dibangun lalu ibu kota dipindahkan. Jadi seperti mengada-ada," tuturnya.

Sedangkan pakar hukum tata negara Refly Harun berbicara tentang presidential threshold. Menurutnya tidak ada rasionalitas penerapan PT 20 persen.

"Tidak ada dasar lagi untuk menerapkan PT 20 persen terutama karena pilpres dan pileg dilakukan serentak," katanya.

Refly juga menyatakan keheranannya dengan adanya 22 putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak gugatan PT 20 persen.

"Kalau ada 22 putusan pengadilan untuk hal yang sama dan masih ada juga rakyat yang mengajukannya, yang jadi pertanyaan putusannya yang salah atau rakyatnya. Kalau kata saya, artinya putusannya yang salah," kata Refly.

Lanjut Refly, dalam putusan hukum itu ada tiga hal yang harus dipenuhi. Yakni kepastian, keadilan dan kemanfaatan.

"Kita lihat PT 20 persen adil atau tidak. Tidak. Manfaatnya apa, yang ada malah banyak mudaratnya. Ini yang perlu terus kita perjuangkan," tuturnya. (Pon)

Baca Juga:

Jokowi Sebut Pancasila Jadi Faktor Indonesia Bisa Tekan Angka COVID-19

#Eggi Sudjana #DPR RI #Pancasila #Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Berita Terkait

Indonesia
DPR Desak BMKG Lakukan Pembenahan Total untuk Kirim Peringatan Dini Sampai ke Pelosok
Lasarus juga menyoroti fakta bahwa negara telah mengalokasikan anggaran yang signifikan untuk pemenuhan peralatan dan kebutuhan operasional BMKG
Angga Yudha Pratama - Rabu, 10 Desember 2025
DPR Desak BMKG Lakukan Pembenahan Total untuk Kirim Peringatan Dini Sampai ke Pelosok
Indonesia
Beri Efek Jera, DPR Minta Menhut Ungkap 12 Perusahaan Penyebab Banjir Bandang Sumatra
DPR meminta Menteri Kehutanan, Raja Juli, membuka nama 12 perusahaan yang menjadi penyebab banjir bandang di Sumatra.
Soffi Amira - Rabu, 10 Desember 2025
Beri Efek Jera, DPR Minta Menhut Ungkap 12 Perusahaan Penyebab Banjir Bandang Sumatra
Indonesia
6 RUU Dicabut, ini Daftar 64 RUU yang Masuk Prolegnas Prioritas 2026
Terdapat 64 rancangan undang-undang (RUU) yang siap menjadi fokus pembahasan pada tahun legislatif mendatang. ?
Dwi Astarini - Selasa, 09 Desember 2025
6 RUU Dicabut, ini Daftar 64 RUU yang Masuk Prolegnas Prioritas 2026
Indonesia
DPR Minta Riset Kebencanaan Harus 'Membumi', Kesiapsiagaan Bencana Melalui Pendidikan dan Riset
Indonesia sering disebut sebagai negara dengan istilah supermarket bencana
Angga Yudha Pratama - Selasa, 09 Desember 2025
DPR Minta Riset Kebencanaan Harus 'Membumi', Kesiapsiagaan Bencana Melalui Pendidikan dan Riset
Indonesia
DPR Setujui Prolegnas Prioritas 2026: 6 RUU Jadi Fokus Legislasi
DPR RI resmi mengesahkan Prolegnas Prioritas 2026 dan perubahan kedua Prolegnas 2025–2029, termasuk enam RUU baru seperti KUHAP dan Patriot Bond.
Ananda Dimas Prasetya - Senin, 08 Desember 2025
DPR Setujui Prolegnas Prioritas 2026: 6 RUU Jadi Fokus Legislasi
Indonesia
RUU BPIP Resmi Jadi Inisiatif DPR, Lembaga Itu Bakal Lebih Kuat
Dalam rapat yang pimpin Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, Senin (8/12), delapan fraksi menyampaikan pandangan fraksinya masing-masing terkait RUU BPIP.
Alwan Ridha Ramdani - Senin, 08 Desember 2025
RUU BPIP Resmi Jadi Inisiatif DPR, Lembaga Itu Bakal Lebih Kuat
Indonesia
DPR Sentil Kemenhut Soal Loyonya Penegakan Hukum Kehutanan, Taubat Ekologi Bisa Jadi Solusi
Komisi IV siap memberikan dukungan politik agar persoalan ini dapat diselesaikan melalui aksi nyata
Angga Yudha Pratama - Sabtu, 06 Desember 2025
DPR Sentil Kemenhut Soal Loyonya Penegakan Hukum Kehutanan, Taubat Ekologi Bisa Jadi Solusi
Indonesia
Pemerintah Didesak Bentuk BRR Ad Hoc untuk Pemulihan Cepat Pasca Bencana Sumatera
Keterlibatan masyarakat dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi juga menjadi perhatian utama
Angga Yudha Pratama - Jumat, 05 Desember 2025
Pemerintah Didesak Bentuk BRR Ad Hoc untuk Pemulihan Cepat Pasca Bencana Sumatera
Indonesia
DPR Serukan 'Taubat Ekologi' ke Menhut Raja Juli Sebagai Refleksi Kerusakan Lingkungan
Slamet menekankan bahwa penyelesaian masalah kerusakan hutan tidak cukup hanya melalui regulasi dan kebijakan teknis semata
Angga Yudha Pratama - Jumat, 05 Desember 2025
DPR Serukan 'Taubat Ekologi' ke Menhut Raja Juli Sebagai Refleksi Kerusakan Lingkungan
Indonesia
DPR Minta Bapeten Berada Langsung di Bawah KLH untuk Perkuat Pengawasan Bahan Radioaktif
Aqib mengusulkan agar Menteri Lingkungan Hidup dan Bapeten mengadakan rapat koordinasi khusus
Angga Yudha Pratama - Jumat, 05 Desember 2025
DPR Minta Bapeten Berada Langsung di Bawah KLH untuk Perkuat Pengawasan Bahan Radioaktif
Bagikan