Indonesia Dinilai Sudah Bertentangan dengan Pancasila


Ilustrasi - (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
MerahPutih.com - Perjalanan bangsa Indonesia dinilai sudah sangat bertentangan dengan Pancasila. Hal itu disampaikan advokat senior Eggi Sudjana pada Milad ke-75 Himpunan Mahasiswa Islam di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Sabtu (12/2).
Selain Eggi Sudjana, narasumber dalam dialog yang juga dihadiri Ketua DPD RI, antara lain mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua dan pakar hukum tata negara Refly Harun.
"Bukan meninggalkan lagi, tetapi sudah bertentangan dengan Pancasila. Makanya kalau dilihat secara perspektif hukum sejak tahun 1998 itu pemerintahan ini ilegal, harusnya batal demi hukum karena bertentangan Pancasila," katanya.
Baca Juga:
PDIP Rayakan Imlek, Hasto Singgung Pembumian Pancasila Saat Usung Ahok
Salah satu yang bertentangan dengan Pancasila, kata Eggi, yakni adanya sistem pemilihan presiden one man one vote.
"Sistem one man one vote ini coba dilihat, ini bertentangan dengan sila keempat Pancasila. Di situ tidak ada lagi ada musyawarahnya, lalu di mana azas perwakilannya," ucap dia.
Eggi mengatakan tidak sedang mengompori, namun memang faktanya sudah sangat jelas sehingga banyak yang harus diperbaiki negara ini. Beruntung, lanjutnya DPD saat ini berani menyuarakan berbagai persoalan dan kerusakan bangsa ini.
"Enggak ada DPD yang seberani sekarang ini. Makanya kita semua dukung perjuangan La Nyalla yang berani membongkar biang permasalahan bangsa," tegasnya.
Sementara itu, Abdullah Hehamahua juga menjawab dua pertanyaan La Nyalla yang dilontarkan kepada kader HMI.
Yakni melakukan amendemen konstitusi ke-5 atau kembali ke konstitusi asli kemudian dilakukan penyempurnaan melalui adendum untuk perbaikan bangsa.
"Menurut hemat saya, kita harus kembali ke UUD 1945 asli dengan adendum sehingga kembali kepada MPR bersidang. Supaya tidak ada lagi yang namanya presidential threshold itu," katanya.
Baca Juga:
BPIP Peringatkan Pemerintah Tak Lupakan Pancasila Dalam Pembuatan Kebijakan
Dalam adendum, Abdullah Hehamahua membolehkan untuk memasukkan poin-poin apa saja dalam memperkuat demokrasi.
"Misalnya mau memasukkan adanya penguatan peran DPD RI, ya silakan," ujar dia.
Dalam dialog tersebut, dia juga menyoroti tentang ibu kota negara baru (IKN). Di mana Abdullah Hehamahua dan beberapa tokoh yang tergabung dalam Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) sedang menggugat UU IKN ke MK.
"Saya tidak bicara uji formil UU IKN. Kita bicara gugatan materiil. Banyak alasan tidak logis dari pemerintah dalam memindahkan ibu kota ini," ucap dia.
Lanjut Abdullah, kalau alasan ibu kota pindah karena Jakarta banjir, beberapa waktu lalu Penajam Paser Utara juga banjir.
"Kalau dibilang karena macet, kenapa dari Jakarta dibangun kereta api cepat ke bandung. Setelah dibangun lalu ibu kota dipindahkan. Jadi seperti mengada-ada," tuturnya.
Sedangkan pakar hukum tata negara Refly Harun berbicara tentang presidential threshold. Menurutnya tidak ada rasionalitas penerapan PT 20 persen.
"Tidak ada dasar lagi untuk menerapkan PT 20 persen terutama karena pilpres dan pileg dilakukan serentak," katanya.
Refly juga menyatakan keheranannya dengan adanya 22 putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak gugatan PT 20 persen.
"Kalau ada 22 putusan pengadilan untuk hal yang sama dan masih ada juga rakyat yang mengajukannya, yang jadi pertanyaan putusannya yang salah atau rakyatnya. Kalau kata saya, artinya putusannya yang salah," kata Refly.
Lanjut Refly, dalam putusan hukum itu ada tiga hal yang harus dipenuhi. Yakni kepastian, keadilan dan kemanfaatan.
"Kita lihat PT 20 persen adil atau tidak. Tidak. Manfaatnya apa, yang ada malah banyak mudaratnya. Ini yang perlu terus kita perjuangkan," tuturnya. (Pon)
Baca Juga:
Jokowi Sebut Pancasila Jadi Faktor Indonesia Bisa Tekan Angka COVID-19
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Tak Dihilangkan, Gaji dan Tunjangan Guru Justru Diperluas dalam Draf RUU Sisdiknas untuk Kualitas Pendidikan

Kemenhub Diharap Bisa Maksimalkan Anggaran untuk Prioritaskan Aspek Keselamatan Hingga Sektor Pelayaran

Polemik RUU PPRT, DPR Soroti Ketidakjelasan Strategi Pemerintah dalam Menyiapkan Standar Kompetensi dan Pendidikan Bagi PRT

Pemerintah Diminta Jelaskan Strategi di Balik Rencana Penghapusan Utang UMKM dan Defisit RAPBN 2026

Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa Diminta Lakukan Lima Langkah Strategis untuk Jawab Tuntutan Demonstran dan Keresahan Publik

Uji Kelayakan Calon Hakim Agung, Komisi III Soroti Triyono Martanto dan Isu 'Jeruk Makan Jeruk' di Ruang Sidang

DPR Soroti Gap Anggaran dan Alokasi Prioritas dalam Program MBG, Minta BGN Tingkatkan Porsi untuk Ibu Hamil dan Balita

Panja RUU PPRT Cari Mekanisme Ideal untuk Jaminan Sosial PRT, Antara Tanggung Jawab Pemberi Kerja atau Burden Sharing

Perlindungan Hukum Pekerja Online Mendesak, DPR Bakal Dorong Pemerintah Segera Terbitkan Payung Hukum Jaminan Sosial

DPR RI Genjot Pembahasan RUU Pengelolaan Ruang Udara, Fokus Pada Sinkronisasi Kewenangan dan Implikasi Kerjasama Internasional
