'Hikikomori' Melanda Jepang, Isolasi Diri dari Kehidupan Sosial


Kata hikikomori bahkan sudah dikenal sejak 1980. (Pexels/Evgeny Tchebotarev)
FENOMENA hikikomori tengah melanda Jepang. Ada sekitar 1,5 penduduk negara itu menarik diri dari kehidupan sosial. Alih-alih bersosialisasi, mereka lebih senang menjalani kehidupan tertutup. Sebagian besar dari mereka malam mengunci diri di dalam rumah.
Hikikomori adalah fenomena anyar yang ramai di tengah penduduk Negeri Matahari Terbit. Istilah itu menggambarkan jika seseorang memilih untuk mengucilkan diri, menjauh dari kehidupan normal seperti berbaur dengan masyarakat.
Baca Juga:

Pemerintah Jepang menggambarkan hikikomori sebagai bentuk mengisolasi diri. Seseorang disebut melakukan hikikomori dengan benar-benar menghabiskan hidup di rumah. Beberapa dari mereka keluar rumah sebentar hanya untuk membeli bahan makanan. Tapi, ada juga yang sama sekali tidak keluar rumah. Benar-benar mengunci diri di kamar.
Biasanya ini terjadi pada perempuan yang masih muda dan berstatus mahasiswa atau perguruan tinggi. Secara inteligensi mereka tidak memilih untuk berinteraksi dengan orang lain.
Fenomena ini sebenarnya bukan hal yang baru. Kata hikikomori bahkan sudah dikenal sejak 1980. Ada survei nasional di Jepang menemukan bahwa di antara 12.249 responden, sekitar 2 persen orang berusia 15 hingga 64 tahun diidentifikasi sebagai hikikomori. Seperti dilansir dari NDTV, terdapat empat poin utama tentang hikikomori.
Baca Juga:
4 Zodiak ini Senang Punya Pasangan dari Bidang Kerja yang Sama

Istilah
Kata hikikomori memang bukan sesuatu yang baru. Istilah ini dimunculkan oleh seorang psikolog Jepang, Tamaki Saito. Saito menulis istilah ‘hikikomori’ dalam bukunya yang berjudul Social Withdrawal Adolescence Without End yang terbit pada 1998.
Isolasi
Hikikomori didiagnosis sebagai perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang saat mulai menghindari kehidupan sosial. Tapi, penghindaran yang mereka lakukan sangat parah.
Keluar
Mereka yang terjebak dalam hikikomori menolak pergi ke luar rumah, bekerja, dan bersekolah. Bahkan beberapa dari mereka menolak melakukan hal yang sebenarnya non sosial.
Lazim
Fenomena penarikan sosial menjadi semakin lazim di Jepang. Hal ini juga berkaitan dengan perasaan cemas, depresi, dan fobia sosial yang makin banyak dialami oleh warga Jepang. (dkr)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres

Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya

Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui

Dinkes DKI Jakarta Ungkap 15 Persen ASN Terindikasi Memiliki Masalah Kesehatan Mental

Ingat! Depresi Bukan Aib, Jangan Resistan Terhadap Pengobatan

Mengenali Gangguan Mental Sejak Dini: Ini Perbedaan Bipolar dan Skizofrenia pada Anak dan Remaja

Apa Saja Gejala Awal Penyebab Skizofrenia Pada Anak-Anak dan Remaja

Ahli Ungkap Gejala Awal dari Gangguan Bipolar I pada Anak-Anak dan Remaja

Pelan Tapi Pasti Hempas Insecure, Ini 5 Cara Mudah Tingkatkan Kepercayaan Diri
