Mengenali Gangguan Mental Sejak Dini: Ini Perbedaan Bipolar dan Skizofrenia pada Anak dan Remaja
Ilustrasi (Foto: I-stock)
Merahputih.com - Guru Besar Psikiatri Anak dan Remaja FKUI-RSCM, Prof. Dr. dr. Tjhin Wiguna, SpKJ, SubSp A.R. (K), MIMH, menyoroti perbedaan antara gangguan bipolar (GB) dan skizofrenia, dua masalah kesehatan mental kronis yang kini semakin sering terdeteksi pada usia dini atau anak-anak.
Prof. Tjhin menyampaikan keprihatinannya bahwa tantangan kesehatan mental seperti GB dan skizofrenia dulu dianggap sebagai masalah orang dewasa.
"Kini juga memengaruhi anak-anak dan remaja dengan tingkat yang mengkhawatirkan," ujar Tjhin.
Baca juga:
Ahli Ungkap Gejala Awal dari Gangguan Bipolar I pada Anak-Anak dan Remaja
Prof. Tjhin menjelaskan bahwa GB ditandai dengan perubahan suasana hati ekstrem antara depresi mendalam dan episode mania. Sementara itu, skizofrenia umumnya ditandai dengan gangguan dalam proses dan isi pikiran serta persepsi psikotik, yang dapat berupa halusinasi, delusi, atau pikiran dan ucapan yang tidak teratur.
Prof. Tjhin juga menguraikan faktor risiko GB meliputi genetik, lingkungan, neurobiologis, dan psikososial. Gejala yang dapat dikenali antara lain episode mania atau suasana hati mudah marah, episode depresi atau kesedihan mendalam disertai keinginan bunuh diri, serta campuran keduanya.
Untuk skizofrenia, faktor risikonya mencakup genetik, komplikasi perinatal atau sejak lahir, lingkungan, dan kelainan perkembangan otak (neurodevelopmental). Gejalanya terbagi menjadi gejala positif (halusinasi, delusi), gejala negatif (kurang motivasi dan afek datar), dan disorganisasi (bicara tidak koheren dan perilaku tidak sesuai konteks).
Baca juga:
Genom Gelap di DNA Terkoneksi dengan Skizofrenia dan Bipolar
Prof. Tjhin menekankan bahwa studi dan pengalamannya menunjukkan peningkatan kasus early-onset yang muncul pada usia lebih muda, namun seringkali tidak terdiagnosis karena kurangnya kesadaran atau kesalahan interpretasi gejala sebagai perilaku remaja biasa. Kondisi kesehatan mental ini dapat menghambat perkembangan, pendidikan, dan hubungan sosial remaja jika tidak ditangani dengan tepat.
Ia menegaskan bahwa meskipun GB dan skizofrenia pada anak dan remaja bersifat kronis, penanganan yang efektif dan komprehensif dapat membantu mengatasi gejala dan meningkatkan kualitas hidup mereka secara signifikan.
“Dengan penanganan yang tepat, anak dan remaja dapat belajar mengelola perubahan suasana perasaan mereka agar bisa menjadi pulih dan menjalani kehidupan yang tetap produktif di tengah masyarakat,” imbuhnya.
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Raphael Varane Ngaku Alami Depresi saat Masih di Real Madrid, Paling Parah setelah Piala Dunia 2018!
Trauma usai Kalah dari Chelsea, Ronald Araujo Minta Izin ke Barcelona untuk Pulihkan Mental
Pemprov DKI Luncurkan Kanal Aduan Lengkap untuk Cegah Kekerasan Perempuan dan Anak
Kecanduan dan Broken Home, Paket Kombo Anak Rawan Direkrut Jaringan Teroris
2 Juta Anak Alami Gangguan Kesehatan Mental, Kemenkes Buka Layanan healing 119.id Cegah Potensi Bunuh Diri
Hasil Cek Kesehatan Gratis: 2 Juta Anak Indonesia Alami Gangguan Kesehatan Mental
Ibu Negara Prancis Brigitte Macron Disebut Kena Gangguan Kecemasan karena Dituduh sebagai Laki-Laki
Masalah Anak Picky Eater Ternyata Bisa Diatasi Lewat Permainan Sensorik
Mengintip Keseruan Anak-anak Bermain Air Aliran Sungai Ciliwung Jakarta
Self-Care Menjadi Ruang Ekspresi dan Refleksi bagi Perempuan, Penting untuk Jaga Kesehatan Mental