Energi Terbarukan Ramah Lingkungan, Pengganti Energi Fosil


Alternatif energi terbarukan pengganti energi fosil di masa depan. (Foto: pixabay/Solarimo)
ENERGI Terbarukan menjadi sumber energi alternatif yang tidak terbatas dan dinilai dapat menggantikan energi fosil. Energi ini disinyalir lebih ramah lingkungan jika dibandingkan energi fosil ataupun energi nuklir.
Energi fosil yang bersumber dari fosil mahluk hidup yang tertimbun dibawah tanah selama ribuan tahun seperti minyak bumi dan batu bara. Untuk mengambil energi ini, harus melalui proses pengeboran kedalam bumi. Cara ini dapat merusak lingkungan sekitar, termasuk sisa-sisa minyak mentah yang terbuang dan bersifat beracun untuk mahluk hidup.
Baca juga:
Sedangkan energi alternatif bersumber dari air, laut, angin, biomassa, dan sinar matahari. Selain itu, energi ini juga tidak perlu melakukan pengeboran bumi. Sehingga tidak merusak lingkungan sekitar. Untuk mengubah energi alternatif ini, hanya membutuhkan ilmu pengetahuan untuk mengembangkan alat mengubah energi alternatif menjadi energi listrik dan tentunya ramah lingkungan.
Salah satu upaya saat ini untuk memanfaatkan energi alternatif adalah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Melihat kondisi letak geografis Indonesia sebagai negara tropis yang terletak di kawasan katulistiwa, memiliki potensi energi matahari melimpah yang bersinar sepanjang tahun.

Crisnawan Anditya selaku Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan dari Kementerian ESDM melalui Webinar, Rabu (28/4) memaparkan pentingnya ada industri hijau. Selama lima tahun terakhir dari 2015-2020, penggunaan energi terbarukan dan batubara mengalami peningkatan sedangkan minyak dan gas mengalami penurunan.
Hal terebut membuat pemerintah menargetkan percepatan program energi terbarukan mencapai 23% pada 2025. Perkembangan ini difokuskan pada pemasangan yang cepat dan harga produksi yang rendah, sehingga mampu bersaing dalam penjualannya. Proyek ini berperan sebagai penggerak perekonomian nasional, termasuk memulihkan perekonomian dari pandemi.
Baca juga:
Superyacht Aqua, Kapal Pesiar Termewah yang Ramah Lingkungan
PLTS Atap menjadi salah satu contoh produk yang saat ini dikembangkan oleh pemerintah. Pemasangan ini ditargetkan pada pelaku industri di Indonesia. Hingga Maret 2021, sudah terdapat 20 industri yang telah memasang PLTS Atap dengan total kapasitas 8,27 MW.
Dalam pengembangan ini, PT Suryacipta Swadaya (Suryacipta), sebagai anak usaha PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) menandatangani perjanjian kerjasama dengan PT Xurya Daya Indonesia (Xurya) di Gran Melia hotel Jakarta. Kerjasama ini guna mendukung penggunaan energi terbarukan berbasis tenaga surya kepada seluruh tenant di kawasan industri Suryacipta.
"Bersama Xurya, instalasi PLTS Atap di Suryacipta merupakan pilot project dan tentu kami akan mengajak para tenant untuk memanfaatkan energi terbarukan melalui instalasi solar panel (PLTS Atap)," Ucap Wilson Effendy sebagai Wakil Presiden Direktur PT Suryacipta Swadaya.
Wilson juga menambahkan selain dapat mengurangi biaya listrik, instalasi PLTS Atap bangunan, dapat meredukasi emisi gas karbon. Upaya ini bertujuan untuk menciptakan kawasan industri yang bersih dan berkelanjutan hingga memberikan kontribusi terhadap kemajuan teknologi dan lingkungan dalam negeri. (rzk)
Baca juga:
Cara Warga Thailand Berbelanja Setelah Larangan Kantong Plastik Diberlakukan
Bagikan
Berita Terkait
Kayak Manusia, Kucing Juga Bisa Kena Demensia

Populasi Serangga Terancam Alterasi Pola El Nino yang Dipicu Perubahan Iklim

Arkeolog Temukan Bukti Penyintas Letusan Gunung Vesuvius Kembali Tinggal di Reruntuhan Pompeii

Baru 12 Persen, Legislator Dorong Realisasi Pembangkit EBT 35 Persen Tahun Ini

Batu Mars Terbesar di Dunia Dilelang, Terjual Seharga Rp 86,25 Miliar

Listrik Tenaga Surya Jadi Kunci Swasembada Energi Indonesia, Prabowo: Hitungan Saya Tidak Lama Lagi

Jokowi Terkena Alergi Parah, para Ahli Sebut Perubahan Iklim Memperburuk Kondisi Ini

Kenapa Kita Suka Share dan Lihat Konten Hewan Lucu di Media Sosial? Ini Jawaban Ilmiahnya!

Strawberry Moon di Yogyakarta dan Malang! Ini Fakta Menarik di Baliknya yang Terjadi 18,6 Tahun Sekali

Bahaya Screen Time Terlalu Lama Bagi Anak, Dari Cemas hingga Agresif
