DPR: PPDB Penyakit Kronis yang Selalu Kambuh Setiap Tahun Ajaran Baru


Sejumlah orang tua murid terdampak PPDB DKI Jakarta melakukan unjuk rasa di depan Gedung Balaikota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (23/6/2020). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.
MerahPutih.com - Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengkritisi proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) di sejumlah daerah. Masalah PPDB menjadi cerita lama yang terus berulang setiap tahun.
Salah satu kejadian terakhir yang disorotnya adalah sejumlah orang tua calon siswa memprotes proses PPDB di DKI Jakarta.
Baca Juga:
Pendaftaran PPDB SMA/SMK di Jateng Tembus 80 Persen dari Kuota
Mereka mendatangi Balai Kota karena memprotes aturan umur yang dinilai lebih dipriotitaskan dibanding prestasi calon siswa.
Protes serupa juga terjadi di Kota Bogor, Jawa Barat, di mana orang tua protes atas ketidakjelasan kuota jalur prestasi. Sedangkan di Malang, Jawa Timur, aplikasi PPDB online sempat down sehingga orang tua berbondong-bondong ke datang ke sekolah.
"Pemerintah daerah memang diberikan kewenangan untuk menentukan aturan PPDB berbasis zonasi agar lebih fleksibel. Kendati demikian otoritas daerah tersebut tetap mengacu pada kebijakan PPDB yang ditetapkan oleh Kemendikbud," kata Syaiful Huda, dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (24/6).

Dia mengungkapkan, dalam setiap PPDB ada empat jalur yang bisa dipertimbangkan oleh pihak sekolah dalam menerima peserta didik baru. Keempat jalur tersebut adalah jalur domisili, jalur afirmasi, jalur perpindahan, dan jalur prestasi.
Kemdikbud sebenarnya telah memberikan patokan proporsi bagi setiap jalur tersebut yakni jalur domisili diberikan proporsi 50 persen, jalur afirmasi 15 persen, jalur perpindahan 5 persen, dan jalur prestasi (0 persen hingga 30 persen).
"Harusnya aturan dari daerah tetap merujuk pada proporsi tersebut sehingga PPDB tetap dalam koridor aturan nasional meskipun tetap memperhatikan keragaman kondisi daerah,” katanya.
Menurutnya, berbagai protes di DKI Jakarta, Malang, maupun Bogor bisa jadi hanya puncak gunung es terkait polemik PPDB 2020.
"PPDB ini seperti penyakit kronis yang selalu kambuh di setiap awal tahun ajaran baru. Perlu perumusan kebijakan PPDB yang lebih komprehensif mulai dari proses sosialisasi, pelaksanaan, pengawasan, hingga evaluasi sehingga orang tua siswa merasa ada jaminan fairness dan transparan,” jelas dia.
Baca Juga:
Dia menjelaskan, PPDB mencakup penerimaan siswa dari jalur domisili, jalur afirmasi, jalur perpindahan, dan jalur prestasi.
Kemendikbud telah memberikan patokan proporsi dari setiap jalur tersebut, yakni 50 persen untuk jalur domisili, 12 persen untuk jalur afirmasi, lima persen untuk jalur perpindahan, dan maksimal 30 persen untuk jalur prestasi.
"Harusnya aturan dari daerah tetap merujuk pada proporsi tersebut sehingga PPDB tetap dalam koridor aturan nasional meskipun tetap memperhatikan keragaman kondisi daerah," ungkapnya.
Dia berharap dinas pendidikan dan sekolah memberikan ruang klarifikasi seluas-luasnya bagi siswa dan orang tua yang belum memahami aturan PPDB. (Knu)
Baca Juga:
KPAI: PPDB dengan Zonasi Agar Warga Miskin tidak Tersingkirkan
Bagikan
Berita Terkait
Legislator Temukan Kejanggalan di Proses SPMB, Minta Sistem Dibongkar Habis
Transparansi PPDB Mendesak! DPR Soroti Kecurigaan Masyarakat dan Minta Akses Penuh Data Pendaftar

Carut Marut SPMB 2025, Ketua DPR Minta Audit Sistem Digital dan Atasi Manipulasi Data Domisili Demi Pendidikan Adil

Dugaan Korupsi Rp 9,9 Triliun, Kemendikbudristek Ganti Kajian Agar Rekomendasi Jadi Gunakan Sistem Chrome

Ingat! Tes Calistung Bukan Syarat Masuk Sekolah Dasar
SPMB 2025: Ini Jalur Masuk dan Dokumen Wajib yang Harus Disiapkan

Kenali 4 Jalur dan Kuota Penerimaan Siswa Baru di 2025
Lirik Lagu Penuh Motivasi Berjudul 'Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat' Ciptaan Benny Hermanto

Ombudsman: Picu Ketimpangan Kualitas Pendidikan jika Sistem Zonasi PPDB Dihapus

DPR Ingatkan Penghapusan Jurusan di SMA Bisa Timbulkan Masalah Tenaga Pendidik
