Adik Wiji Thukul Tagih Janji Jokowi Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM
Adik Wiji Thukul, Wahyu Susilo di kuburan massal korban Tragedi Mei 98 di Taman Pemakaman umum Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur, Senin (8/5). (MP/Ponco Sulaksono)
Presiden Joko Widodo diminta untuk segera menuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu. Pasalnya, pada masa kampanye pilpres 2014 silam, Jokowi berjanji akan menuntaskan sejarah kelam bangsa ini.
Adik Wiji Thukul, Wahyu Susilo mengatakan, di dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ada usaha untuk membuat Komite Kepresidenan untuk pengungkapan pelanggaran HAM masa lalu.
"Dan, kita masih ingat sebenarnya dalam kasus yang lain dulu pernah ada simposium untuk mengungkap kasus 65," kata Wahyu saat menghadiri peringatan 19 Tahun Tragedi Mei 98, di Taman Pemakaman umum Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur, Senin (8/5).
Wahyu menjelaskan, Simposium 65 yang beberapa waktu lalu digelar oleh pemerintah merupakan langkah maju.
Menurut dia, hal tersebut menunjukkan keseriusan pemerintah untuk menyelesaikan peristiwa kelam bangsa ini.
"Tapi kita juga tahu bahwa banyak pihak yang sekarang juga memiliki power, yang ingin mencoba untuk berkuasa lagi, yang tidak menginginkan untuk pengungkapan terjadi," katanya.
"Jadi, kita ingin pak Jokowi ada di barisan korban, yang selama ini menjadi korban pelanggaran HAM, ekonomi, sosial, budaya, ataupun pelanggaran HAM masa lalu dan saya kira menegaskan akses keadilan untuk korban," sambungnya.
Menurut Wahyu, beberapa inisiatif yang ditempuh oleh beberapa lembaga seperti Komnas Perempuan, Komnas HAM, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sudah dilakukan secara parsial. Namun, menurut dia, kebutuhan korban itu lebih luas.
"Akses terhadap keadilan itu yang dianggap penting. Misalnya, permohonan maaf dari pemerintah untuk korban pelanggaran HAM, rehabilitasi nama mereka karena di Indonesia korban yang menjadi pelanggaran HAM dikriminalisasi dan itu masih terus berlangsung," katanya.
Lebih lanjut Wahyu menuturkan, permintaan maaf dari negara terhadap para korban itu penting. Menurut dia, hal itu adalah upaya simbolik dari negara untuk mengakui perbuatan pada masa lalu itu sebuah kejahatan dan tidak boleh terulang lagi.
"Misalnya, dulu ada perdebatan perlu atau tidak pengadilan HAM dan ada juga jalan non-yudisial. Namun saya rasa, berbagai jalan bisa ditempuh untuk memenuhi rasa keadilan," ucapnya.
"Saya rasa berbagai cara kalo bukti-bukti itu terpenuhi, saya rasa perlu adanya pengadilan HAM untuk para pelakuknya. Tapi jika memang itu sulit, bisa dilakukan upaya untuk akses keadilan bagi korban," tukas Direktur Eksekutif Migrant Care. (Pon)
Baca berita terkait kasus pelanggaran HAM lainnya di: KontraS Menilai Jokowi Abaikan Pelanggaran HAM Masa Lalu
Bagikan
Berita Terkait
Komnas HAM Kecewa Soeharto Diberi Gelar Pahlawan Nasional, Minta Kasus Dugaan Pelanggaran di Masa Lalu Tetap Harus Diusut
Mantan Kapolres Ngada Dipenjara 19 Tahun karena Cabuli Bocah, Bukti Jabatan dan Pangkat tak Bisa jadi Tameng dalam Pelanggar HAM
Masih Dibangun, Jokowi Belum Tempati Rumah Hadiah Negara Setelah 1 Tahun Lengser
Komnas HAM Sebut Restorative Justice tak Boleh Dipakai untuk Kasus HAM Berat dan TPKS
Bentuk Tim Pencari Fakta Kerusuhan Demo, 6 Lembaga HAM Bantah Jalani Instruksi Prabowo
Komnas HAM Minta Polda Buka Ruang Peninjauan Kembali Kasus Kematian Diplomat Arya
Cerita Ajudan Saat Jokowi Pemulihan Sekaligus Liburan di Bali Bersama Semua Cucu
Temuan Komnas HAM di Balik Persekusi Retreat Kristen di Cidahu Sukabumi, Pengusiran hingga Perusakan
Pembubaran Retreat Keagamaan di Sukabumi Dinilai sebagai Bentuk Pelanggaran HAM dan Intoleransi
DPR Minta Pemerintah Jangan Tutupi Sejarah! Desak Pengakuan Tragedi Kekerasan Seksual 1998