Rp300 Triliun untuk Beli Rokok, Siapa yang Nikmati?

Selasa, 13 Oktober 2015 - Fadhli

MerahPutih Keuangan - Konsumsi rokok nampaknya merupakan masalah yang serius di Indonesia dan perlu mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak. Pasalnya tahun ini saja masyarakat Indonesia telah gelontorkan Rp300 triliun untuk beli rokok. Lalu siapakah yang menikmati keuntungannya?

Masalah ini terungkap dalam kajian yang dilakukan oleh Guru besar Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat UI, Hasbullah Thabrany.  Berdasarkan data dari BPS, produksi rokok di Indonesia terus mengalami kenaikan. Bahkan pada tahun 2013 kenaikannya mencapai 341.000, dari tahun 2005 yang hanya memproduksi 235.000.

Sayangnya peningkatan produksi rokok di Indonesia tidak memberikan pengaruh besar bagi buruh industri pengolahan tembakau. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata upah nominal dan indeks upah rill buruh industri pengolahan tembakau dibawah mandor hanya Rp. 1.330.000 per bulan pada bulan Desember 2014.

Faktanya nomilnal upah tersebut adalah yang tertinggi selama tujuh bulan terakhir, namun terendah dibandingkan upah nominal dan indeks upah rill industri pengolahan lainnya. "Ironis setiap tahun produksi rokok sangat tinggi. Namun pekerja rokok mendapat upah paling kecil," tegas Hasbullah dalam diskusi publik bertema "Tembakau Dalam Kondisi Cukai" di Menara Peninsula Hotel, Jakarta Barat, Senin, (12/10).

Berdasarkan data BPS, naiknya produksi rokok di Indonesia juga ikut meningkatkan impor tembakau. Di mana tahun 2010 angka impor tembakau dan cengkeh mencapai sekitar US$ 350juta. Jika dipersentasekan berada di level 72,5 persen, atau naik sebanyak 55,9 persen dibandingkan tahun 2000 yang mencapai sekitar US$ 110juta, atau yang hanya berada di level 16,6 persen.

Sementara itu, berdasarkan data dari Kementerian Keuangan RI, kenaikan cukai ternyata ikut menggerek naiknya penjualan PT HM Sampoerna (Tbk). Di mana penjualan PT HM Sampoerna Tbk mengalami kenaikan 8 kali lipat menjadi Rp 80 juta selama 9 tahun terakhir. Meskipun secara realisasi target penerimaan cukai tidak pernah terpenuhi.

"Artinya meningkatnya produksi rokok di Indonesia hanya dapat dinikmati oleh industri milik asing, petani tembakau dan cengkeh dari asing. Sebab kalau dilihat data ini, proporsi petani tembakau Indonesia terhadap total tenaga kerja hanya ada di level 0,6 persen, sedangkan kontibusi petani tembakau terhadap ekonomi hanya berada di level 0,05 persen dari PDB," tambah Hasbullah. (rfd)

 

Baca juga:

  1. Terkait Cukai Rokok, Pemerintah Tidak Transparan
  2. OJK Dorong Perbankan Siap Hadapi Pasar Bebas ASEAN
  3. Desk Khusus Investasi Terima 3 Pengaduan
  4. Indonesia Sulit Buka Kantor Cabang di Malaysia dan Singapura
  5. Ironis! Produksi Meningkat, Upah Pekerja Rokok Terendah

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan