Omzet Pedagang Kecil Terancam Ambruk Gara-Gara Larangan Jual Rokok, INDEF Sebut Potensi Pengangguran Terselubung Mengintai
Pemusnahan 1,8 Juta Rokok Ilegal dan13.282 Botol Miras Ilegal di Bogor
Merahputih.com - Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), M Rizal Taufikurahman, berpendapat bahwa larangan penjualan rokok yang termuat dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) DKI Jakarta berpotensi besar menekan aktivitas pedagang kecil dan merusak rantai ekonomi rakyat.
Menurut Rizal, pasal-pasal pelarangan penjualan rokok dalam Raperda KTR DKI Jakarta dinilai mengabaikan realitas sosial-ekonomi di perkotaan yang selama ini sangat bergantung pada perputaran sektor informal.
Baca juga:
Dukung Langkah Purbaya, DPR: Pengusaha Rokok Rumahan Dirangkul, Bukan Dipukul
"Jangan lupa bahwa pedagang kecil merupakan bantalan ekonomi Jakarta. Jika larangan penjualan diterapkan, efek domino negatifnya mencakup turunnya omzet, lesunya daya beli, dan meningkatnya pengangguran terselubung. Kondisi ini bisa menekan stabilitas sosial dan memperlebar kesenjangan ekonomi di tingkat bawah," kata Rizal di Jakarta, Rabu (5/11).
Keseimbangan Fiskal dan Ekonomi Rakyat
Aturan larangan yang disoroti mencakup pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah dan tempat bermain anak, pelarangan pemajangan, perluasan kawasan tanpa rokok hingga pasar tradisional dan pasar rakyat, serta kewajiban memiliki izin berusaha khusus untuk penjualan rokok.
Rizal menyoroti proyeksi kehilangan pendapatan daerah hingga 50 persen dari sektor pertembakauan, sebagaimana diakui oleh Panitia Khusus (Pansus) Raperda KTR DPRD DKI Jakarta. Menurutnya, angka ini seharusnya menjadi sinyal fiskal yang serius bagi para pembuat kebijakan.
Di tengah efisiensi transfer dana dari pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seharusnya menempuh strategi transisi fiskal yang bertahap, misalnya dengan memaksimalkan penerimaan dari Cukai Hasil Tembakau (CHT) untuk dimanfaatkan bagi pemberdayaan masyarakat dan pembangunan daerah.
"Oleh karena itu, Raperda KTR seharusnya mengedepankan keseimbangan antara kesehatan publik dan keberlanjutan ekonomi rakyat. Jadi, bukan langsung memangkas sumber penerimaan tanpa pengganti yang siap," ujar Rizal.
Baca juga:
Raperda KTR DKI Final: Merokok Indoor Dilarang Total, Jual Rokok Dibatasi 200 Meter dari Sekolah
Sebelumnya, Ketua Pansus KTR Farah Savira menegaskan bahwa pihaknya memutuskan untuk mempertahankan pasal pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak dalam draf akhir Raperda.
Farah juga memastikan tidak ada lagi ruang merokok di dalam ruangan tertutup (indoor smoking) dalam aturan baru tersebut. Ketentuan ini dipertahankan karena memiliki landasan hukum yang kuat dan bertujuan melindungi anak-anak dari kemudahan akses terhadap rokok.
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Omzet Pedagang Kecil Terancam Ambruk Gara-Gara Larangan Jual Rokok, INDEF Sebut Potensi Pengangguran Terselubung Mengintai
Raperda KTR DKI Final: Merokok Indoor Dilarang Total, Jual Rokok Dibatasi 200 Meter dari Sekolah
Pansus KTR DKI Cabut Larangan Merokok 200 Meter dari Tempat Pendidikan dan Area Anak
PSI Usul Pelelangan Ikan Masuk Kawasan Tanpa Rokok
Pekerja Hiburan Unjuk Rasa di DPRD DKI, Dewan Janji Keputusan KTR Libatkan Semua Pihak
Aksi Unjuk Rasa Pekerja Hiburan Geruduk DPRD DKI Jakarta Tolak Raperda KTR
Menkeu Purbaya Pastikan Harga Jual Eceran Rokok Tak Naik pada 2026
DPRD DKI Minta Perda KTR Lindungi Nonperokok Tanpa Abaikan Industri Tembakau
Pedagang Sebut Kawasan Tanpa Rokok Bakal Gerus Ekonomi Rakyat Kecil
PHRI DKI Jakarta Khawatir Raperda KTR Gerus Pendapatan Daerah dan Sektor Hotel-Restoran