Ratusan Tokoh Lintas Bidang Serukan Jaga Kebhinekaan
Selasa, 20 Februari 2018 -
MerahPutih.com - Seratusan tokoh nasional lintas bidang dan profesi berkumpul dan menyatakan sikap menolak politisasi SARA jelang Pilkada dan Pilpres 2019 mendatang. Mereka juga menyerukan agar semua pihak menjaga Kebhinekaan bangsa.
Pernyataan sikap ini digaungkan menyusul maraknya tindakan intoleran, seperti politisasi agama, penyerangan rumah ibadah, penyerangan tokoh agama, hingga pembubar majelis taklim.
Hendardi, Ketua Setara Institute mengatakan, berbagai kasus kekerasan bernuansa agama yang marak pada awal tahun ini di berbagai daerah dalam bentuk serangan fisik terhadap tokoh-tokoh berbagai agama dan persekusi terhadap minoritas keagamaan, dan banyak dimensi lain dari kekerasan yang teijadi, menunjukkan adanya ancaman serius terhadap kebhinekaan.
"Membiarkan intoleransi, diskriminasi, persekusi, dan segala ancaman atas kebebasan beragama/berkeyakinan sebagai salah satu ruh kebhinekaan nyata-nyata merupakan pengkhianatan atas amanat kebangsaan yang dimandatkan kepada kita sebagai penerus dan pengisi kemerdekaan Indonesia," kata dia saat membaca pernyataan sikap di Hotel Century Park, Senayan Jakarta, Selasa (20/2).
Berkaitan dengan hal itu, kata Hendardi, perwakilan dari sekitar 180 tokoh menyampaikan 6 seruan moral bagi seluruh pihak untuk merawat kebhinekaan bangsa Indonesia.
Adapun seruan tersebut sebagai berikut.
1. Merawat, menjaga dan memperjuangkan kebhinekaan Indonesia pada dasarnya merupakan kewajiban seluruh elemen bangsa dari berbagai latar belakang primordial berbasis suku/etnis, agama, ras, golongan dan daerah. Maka kita semua 'harus mengeluarkan segenap upaya yang efektif untuk mencegah dan menangani setiap ancaman atas kebhinekaan tersebut.
2. Pemerintahan Negara sebagai pengelola berbagai sumber daya politilr hukum dan keamanan harus mengambil tindakan yang tepat lagi professional dalam merespons setiap upaya untuk mengancam kebhinekaan dan memecah belah antar elemen bangsa yang bhineka.
3. Presiden Joko Widodo berulangkali menegaskan bahwa “tidak ada tempat bagi intoleransi di Indonesia” dan “kebebasan beragama merupakan hak setiap warga negara yang dijamin konstitusi”. Maka, standing position Presiden tersebut harus memberikan energi tambahan bagi setiap aparat pemerintahan di bawah kendali Presiden untuk menindak setiap ancaman atas kebhinekaan.
4. Kompetisi di setiap perhelatan politik, termasuk Pemilihan Kepala Daerah secara serentak di I71 daerah pada tahun ini, juga Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden/Wakil Presiden tahun depan, tidak boleh menggunakan cara-cara Machiavelis melalui politisasi agama, kampanye hitam, dan syiar kebencian berbasis sentimen SARA yang dapat mengancam kohesi sosial, kebhinekaan, dan integrasi nasional.
5. Setiap elemen masyarakat, khususnya yang memiliki peran di bidang pendidikan, baik di institusi-institusi pendidikan resmi maupun pendidikan kemasyarakatan juga pendidikan di tingkat keluarga, perlu mengambil peran lebih untuk menanamkan bahwa kebhinekaan merupakan ruh kebangsaan kita, sehingga setiap orang harus memiliki ‘cipta, rasa, dan karsa’ untuk berinteraksi secara damai dalam perbedaan dan keberagaman.
6. Para tokoh dan pemuka agama, sebagai simpul utama spiritualitas-keagamaan dalam dimensi transendental maupun sosial, memiliki peran sentral dalam merawat, menjaga, dan mempeljuangkan kebhinekaan dalam kehidupan kebangsaan IndOnesia. Oleh karena itu meneka harus memastikan bahwa pendidikan dan pengajaran keagamaan efektif membentuk kepribadian bangsa dan mencegah segala upaya yang dapat memecah-belah antar elemen bangsa dengan menggunakan sentimen-sentimen keagamaan. (Fdi)