Perang Rusia dan Ukraina, Industri Maritim Indonesia Berpotensi Dapat Untung

Jumat, 04 Maret 2022 - Zulfikar Sy

MerahPutih.com - Perang antara Rusia Ukraina yang telah berlangsung sepekan mulai berpengaruh terhadap kenaikan harga minyak dan gas.

Tidak berhenti di situ, imbas konflik kedua negara tersebut juga turut berpengaruh terhadap bisnis pelayaran, baik wisata maupun angkutan logistik, yang menuju ke kedua pelabuhan negara yang sedang bertikai.

Menurut pengamat maritim Marcellus Hakeng Jayawibawa, konflik antara Rusia dan Ukraina bisa berdampak pada dunia maritim dan pelaut Indonesia.

Baca Juga:

Imbas Invasi Rusia, Abramovich Terpaksa Jual Chelsea

Hal ini terjadi apabila sampai berujung pada terjadinya penutupan jalur pipanisasi minyak dan gas yang menuju negara-negara Uni Eropa, serta sanksi ekonomi yang ditujukan kepada Rusia yang menyebabkan kegiatan ekspor batu bara negara tersebut menjadi terhambat.

"Karena pastinya dengan naiknya kebutuhan distribusi BBM, gas dan batu bara ke Eropa serta Tiongkok yang nantinya akan menggunakan kapal, maka akan berimbas peningkatan kebutuhan pelaut yang akan bekerja di atas kapal di mana tentunya pelaut Indonesia bisa bekerja di atasnya," katanya kepada wartawan, Kamis (3/3).

Menurut Hakeng, penutupan jalur pipa gas itu di satu sisi dapat dimanfaatkan oleh negara Indonesia dengan menjadi pemasok kebutuhan gas pengganti.

Sehingga, lanjut Hakeng, akan ada kebutuhan pengganti dari kebutuhan gas yang dipasok oleh Rusia ke negara Uni Eropa.

"Karena sama kita ketahui, 30 persen total kebutuhan gas Uni Eropa dipenuhi dari Rusia yang pengirimannya dilakukan melalui jalur pipa," jelas dia.

Dan terganggunya pasokan batu bara dari Rusia untuk Tiongkok berdampak besar. Hal itu dikarenakan Rusia merupakan negara eksportir batu bara nomor dua ke Tiongkok yang saat ini menemui kesulitan untuk dapat melakukan proses jual beli batu baranya, lantaran sanksi ekonomi yang diberikan oleh Amerika dan sekutunya.

"Di sini Indonesia bisa berperan dalam distribusi crude oil, batu bara ataupun LNG. Jadi, harusnya kita bersiap, baik dari sisi komoditasnya maupun kapal-kapal pengangkutannya," tegas Hakeng.

Baca Juga:

Google Blokir Aplikasi Dua Media Rusia

Hakeng yang juga pendiri dan pengurus dari Perkumpulan Ahli Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia (AKKMI) mendorong pihak Indonesian National Shipowners Association (INSA) untuk dapat melihat serta memanfaatkan peluang ini.

Misalnya dengan mendorong anggota INSA menyediakan kapal-kapal pengangkut crude oil, batu bara maupun LNG.

Pemerintah Indonesia bisa mendorong INSA untuk mengambil peluang ini.

"Pemerintah harusnya dapat melakukan pemetaan terkait peningkatan kebutuhan batu bara dalam waktu dekat dari Eropa dan Tiongkok serta meminta para pengusaha batu bara untuk melakukan persiapan mengantisipasinya," katanya.

Sebagai gambaran, Hakeng menyebutkan bahwa negara Italia melalui Perdana Menteri Mario Draghi menyatakan akan mengaktifkan kembali pembangkit batu bara akibat dari kenaikan harga gas alam di Eropa.

Italia merupakan salah satu negara yang bergantung pada pasokan gas dari Rusia. Sebab, 45 persen gas diimpor dari Rusia dan mengalami peningkatan sekitar 27 persen dalam 10 tahun terakhir.

Pengusaha batu bara Indonesia berpeluang melakukan perdagangan dengan Italia atau negara eropa lainnya.

Apalagi, Indonesia tercatat sebagai negara keempat di dunia sebagai pengekspor batu bara.

Dengan begitu pula, secara tidak langsung akan menghidupkan pula bisnis pengangkutan kapal batu bara.

Selain itu juga, membuka peluang bagi pekerja kapal atau pelaut Indonesia mengoperasikan kapal-kapalnya.

Hakeng yang pernah menjadi nahkoda di atas kapal-kapal super tanker milik PT Pertamina ini mengingatkan kepada pemerintah, pemilik kapal, serta biro-biro penempatan tenaga kerja pelaut agar juga mengantisipasi risiko ketika kapal melewati area war risk zone (WRZ).

Sebab, terdapat potensi kapal yang sedang berlayar ditangkap oleh otoritas dari salah satu pihak yang sedang bertikai jika berlayar dengan kapal berbendera dari salah satu negara yang bertikai tersebut. Dan jika tertangkap, maka terdapat kemungkinan menjadi tahanan perang.

"Ingat, kasus yang terjadi terhadap kapal Rwabee yang sedang berlayar ditangkap pemberontak Houthi sehingga ABK kapal tersebut dijadikan tahanan perang," tutup Hakeng. (Knu)

Baca Juga:

Sejumlah Produsen Mobil Hentikan Bisnis di Rusia

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan