Pelajaran Pahit dari Singkatnya Pengabdian 2 Stafsus Milenial Jokowi

Senin, 27 April 2020 - Wisnu Cipto

MerahPutih.com - Tepat 148 hari sejak diperkenalkan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di veranda Istana Merdeka pada 21 November 2019, dua orang dari tujuh orang staf khusus presiden milenial mengajukan pengunduran diri melalui surat.

Keduanya adalah CEO Ruangguru Adhamas Belva Devara (30 tahun) dan CEO PT Amartha Mikro Fintek Andi Taufan Garuda Putra (33 tahun) yang mengajukan surat pengunduran diri pada 17 April 2020. Namun bedanya keduanya baru mengakui pengunduran diri tersebut melalui surat terbuka pada 21 April 2020 (Belva) dan 24 April 2020 (Andi Taufan).

Baca Juga:

Staf Khusus Didominasi Kaum Milenial, Presiden Jokowi Ingin Pertajam Inovasi

Dalam surat tersebut, Belva mengatakan mundur karena tidak ingin membuat polemik mengenai asumsi atau persepsi publik yang bervariasi tentang posisinya sebagai Staf Khusus Presiden menjadi berkepanjangan sehingga dapat mengakibatkan terpecahnya konsentrasi Presiden Jokowi dan seluruh jajaran pemerintahan dalam menghadapi masalah pandemi COVID-19.

Masalah memang timbul pasca peluncuran Kartu Pra Kerja. Kartu yang pertama dikenalkan Presiden Jokowi saat masa kampanye untuk masa pemerintahannya yang kedua itu awalnya memang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dan keahlian para pekerja atau calon pekerja, namun karena pandemi COVID-19, fungsinya pun berubah menjadi jaring pengaman sosial.

belva
Stafsus milenial Presiden Jokowi, Belva Devara mengundurkan diri (Foto: antaranews)

Program kartu senilai total Rp20 triliun untuk 5,6 juta penerima manfaat tersebut memberikan insentif masing-masing Rp3,55 juta bagi mereka yang berhasil lolos verifikasi. Rinciannya adalah bantuan biaya pelatihan sebesar Rp1 juta yang dapat dipergunakan untuk membeli satu atau lebih pelatihan di mitra "platform" digital dan insentif sebesar Rp2,4 juta yang diberikan secara bertahap selama 4 bulan.

Ada 8 "platform" digital yang dinyatakan pemerintah untuk memberikan pelatihan adalah Tokopedia, MauBelajarApa, Bukalapak, Pintaria, Sekolahmu, Kementerian Ketenagakerjaan dan Pijarmahir, serta Ruangguru melalui platform Skill Academy milik Belva.

Sedangkan Andi Taufan Garuda Putra yang dalam catatan LHKPN KPK memiliki total harta senilai Rp531,523 miliar tersebut mundur setelah kontroversi untuk surat bagi seluruh camat di Indonesia agar mendukung program "Kerja Sama sebagai Relawan Desa Lawan COVID-19" yang dikerjakan perusahaan miliknya Amartha Mikro Fintek (Amartha).

Surat bernomor 003/S-SKP-ATGP/IV/2020 tertanggal 1 April 2020 dengan kop garuda pancasila yang dilengkapi tulisan "Sekretariat Kabinet Republik Indonesia" yang ditujukan kepada para camat di seluruh wilayah Indonesia. Perihal dalam surat itu adalah Kerja Sama sebagai Relawan Desa Lawan COVID-19.

andi taufan
Stafsus Presiden RI, Andi Taufan Garuda Putra, saat berdialog dengan pelaku UMKM di Banyuwangi. Rabu (29-1-2020). ANTARA/HO-Humas Pemkab Banyuwangi

Dalam surat itu disebutkan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi menginisiasi program Relawan Desa Lawan COVID-19 sudah melakukan kerja sama dengan PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) dalam menjalankan program tersebut di area Jawa, Sulawesi dan Sumatera. Andi Taufan adalah pendiri sekaligus CEO Amartha hingga saat ini.

Baca Juga

Buntut Kasus Surat ke Camat, Andi Taufan Mundur dari Stafsus Milenial Jokowi

Cakupan komitmen bantuan yang akan diberikan Amartha adalah (1) edukasi COVID-19 yaitu petugas lapangan Amartha akan berperan aktif memberikan edukasi kepada masyarakat desa khususnya mitra Amartha meliputi tahapan gejala, cara penularan, pencegahan COVID-19 dan (2) Pendataan kebutuhan alat pelindung diri (APD) Puskesmas

"Kami mohon bantuan bapak/ibu beserta para perangkat desa terkait dapat mendukung pelaksanaan program kerja sama ini agar berjalan baik dan efektif," demikian disebutkan Andi Taufan dalam surat tersebut.

Andi pun lalu menarik surat tersebut selang 2 minggu dari penerbitan surat atau 14 April 2020. "Saya mohon maaf atas hal ini dan menarik kembali surat tersebut," kata dia dalam keterangan tertulis.

Pelajaran yang dapat Dipetik

stafsus jokowi
Presiden Jokowi berfoto bersama 7 SKP dari kalangan millenial, yang diperkenalkannya di Verranda Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (21/11) sore. (Foto: JAY/Humas)

Terdapat sejumlah aturan perundangan mengenai staf khusus, yaitu Perpres No 17 tahun 2012 tentang Utusan Khusus Presiden, Staf Khusus Presiden dan Staf Khusus Wakil Presiden; Perpres No 144 tahun 2015 tentang Besaran Hak Keuangan bagi Staf Khusus Presiden, Staf Khusus Wakil Presiden, Wakil Sekretaris Pribadi Presiden, Asisten dan Pembantu Asisten; Perpres No 39 tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Perpres No 17 tahun 2012 tentang Utusan Khusus Presiden, Staf Khusus Presiden dan Staf Khusus Wakil Presiden.

Dalam pasal 21 Perpres No 17 tahun 2002 disebutkan bahwa "Pengangkatan dan tugas pokok Staf Khusus Presiden ditetapkan dengan Keputusan Presiden" namun sejak dikenalkan ke publik sampai 2 orang stafsus milenial mundur, tidak ada tugas yang jelas yang disampaikan ke publik. Presiden sendiri yang menegaskan pekerjaan stafsus milenial juga adalah pekerjaan "paruh waktu".

"Tidak 'full time' beliau-beliau ini sudah memiliki kegiatan, memiliki pekerjaan yang bisa mingguan, tidak harus ketemu, tapi minimal 1-2 minggu ketemu tidak harus harian ketemu, tapi masukan setiap jam, setiap menit bisa saja," tutur Presiden, dikutip Antara.

Baca Juga

Komisi III Sebut Stafsus Andi Taufan Offside, Jokowi Diminta Turun Tangan

Artinya ketujuh stafsus milenial masih bisa bekerja untuk perusahaan dan organisasi masing-masing yaitu Adamas Belva Syah Devara sebagai CEO Ruangguru; Putri Indahsari Tanjung selaku CEO dan founder Creativepreneur; Andi Taufan Garuda Putra sebagai CEO Amarta; Ayu Kartika Dewi sebagai penggerak Gerakan Sabang Merauke; Gracia Billy Mambrasar sebagai CEO Kitong Bisa; Angkie Yudistia sebagai penggerak Thisable Enterprise serta Aminuddin Maruf santri yang aktif di organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) serta memiliki usaha perkebunan.

Kesimpulannya, ke-7 milenial tersebut diperbolehkan bekerja di ruang publik (pemerintahan) dan ruang privat (perusahaan atau organisasi masing-masing).

Padahal kondisi tersebut rawan sekali menjadikan pejabat publik terjebak dalam konflik kepentingan. Konflik kepentingan menurut KPK adalah situasi dimana seorang penyelenggara negara yang mendapatkan kekuasaan dan kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan memiliki atau diduga memiliki kepentingan pribadi atas setiap penggunaan wewenang yang dimilikinya sehingga dapat mempengaruhi kualitas dan kinerja yang seharusnya.

Baca Juga:

Stafsus Milenial Jokowi Dikritik tak Jelas Kinerjanya, Tapi Kerap Bikin Gaduh

Mengenai konflik kepentingan juga sudah diatur dalam pasal 43 UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yaitu "Konflik Kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 terjadi apabila dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau tindakan dilatarbelakangi:
a. adanya kepentingan pribadi dan/atau bisnis;
b. hubungan dengan kerabat dan keluarga;
c. hubungan dengan wakil pihak yang terlibat; d. hubungan dengan pihak yang bekerja dan mendapat gaji dari pihak yang terlibat;
e. hubungan dengan pihak yang memberikan rekomendasi terhadap pihak yang terlibat; dan/atau
f. hubungan dengan pihak-pihak lain yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan

Dalam konteks ini, Belva dan Andi Taufan saat masih menjadi stafsus juga memiliki kepentingan bisnis di bidang masing-masing.

Laode M Syarif sebut KPK kini tak bertaji lagi
Mantan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif (ke-2 dari kanan). (MP/Ponco Sulaksono)

Untuk itu pelajaran pertama adalah jangan ada "bekerja di dua kaki" yaitu di ruang publik maupun privat. Mantan komisioner KPK Laode M Syarif mengusulkan agar para stafsus membuat deklarasi agar tidak melakukan konflik kepentingan (conflict of interest) selama menjabat.

"Saya kasihan sama mereka karena ini anak-anak pintar, rising star, inovatif, baik tapi dengan mencemplungkan diri ke situ (pemerintahan) mereka jadi susah mereka. Kalau yang lain itu pengusaha semua, mereka harus membuat 'declaration of CoI' selama jadi stafsus," kata Laode pada 24 April 2020.

Deklarasi itu menurut Laode adalah menyatakan perusahaan masing-masing stafsus tidak akan mendapat keuntungan dari proyek pemerintah manapun. Namun, kata dia, sayangnya mereka akhirnya malah terjebak dalam konflik kepentingan, sabagai adalah satu tangga terakhir menuju korupsi.

"Contohnya Andi Taufan menyurati camat agar kalau bisa dibantu, ini adalah 'conflict of interest'. Saya hargai pengundurkan diri mereka termasuk Belva, tapi jangan-jangan anak-anak muda sudah teracuni kepalanya dengan 'conflict of intererst', ternyata milenial dan kolonial sama saja sifatnya kalau sudah uang lupa semuanya," papar Laode.

Baca Juga:

Ekonom INDEF Tantang Stafsus Milenial Jokowi Debat Terbuka

Pelajaran kedua menurut peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan publik tidak tahu apa fungsi sebenarnya 14 orang stafsus Presiden.

"Saya tidak tahu apa fungsi 14 orang ini memberikan rekomendasi apa, jadi lebih baik saran yang mereka berikan ke Presiden juga diberikan ke publik untuk mengukur kualitas stafsus itu. Kalau tidak bisa memberikan 'advice' ya buang-buang duit saja membayar mereka di sekitar Presiden," kata Kurnia.


Pelajaran ketiga adalah makin samarnya ruang publik dan privat dalam diri pejabat negara malah membawa kondisi Indonesia pada lampau, misalnya pada masa Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto.

ICW berharap kejadian terhadap Belva dan Andi menjadi pembelajaran agar tidak ada lagi stafsus yang diangkat hanya sebagai "gimmick" politik.

"Ini juga jadi evaluasi bagi Presiden Jokowi agar tidak sembarangan mengangkat stafsus karena 'gimmick' milenial hancur karena pengangkatan dan tindakan 2 orang stafsus tersebut," tegas aktivis antikorupsi itu. (*)

Baca Juga

Dianggap Coreng Citra Pemerintah, Pengamat Desak Andi Taufan Dicopot dari Stafsus

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan