Ada Pasal Penghinaan Presiden, Menkumham: Tak Berlaku Jika Hanya Mengkritik

Jumat, 20 September 2019 - Eddy Flo

MerahPutih.Com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menilai, pasal dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP) menyangkut penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden bersifat delik aduan yang tidak berlaku apabila untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Menurut Yasonna, hal ini semata-mata untuk menjaga nama baik Presiden sebagai simbol negara.

Baca Juga:

ICJR Minta Jokowi Segera Bentuk Tim Ahli untuk RKUHP

"Bukan berarti kalau seorang presiden bisa kita bebas caci maki, ini menyangkut harkat dan martabatnya," kata Yasonna kepada wartawan dalam konferensi pers di Kemenkumham, Jakarta, Jumat (20/9).

Menkumham bantah pasal penghinaan presiden masuk dalam RKUHP
Menteri Kemenkumham Yasonna Laoly. (Foto: MerahPutih/Venansius Fortunatus)

Yasonna mengatakan, ketentuan ini tidak dimaksudkan meniadakan atau mengurangi kebebasan menyampaikan kritik dan pendapat.

Ia pun mencontohkan, jika ia dikritik publik tidak becus mengurus undang-undang dan tidak becus mengelola lembaga pemasyarakatan, hal itu sah-sah saja.

Sebab, itu merupakan kritik kepada dirinya selaku pejabat publik.

"Tapi kalau saya dibilang Yasonna anak haram, ya, ku kejar kau sampai liang lahat. Itu bedanya kayak begitu antara harkat-martabat dengan kritik ya. Jadi kita hendak mengatur ketentuan ini secermat mungkin," kata dia.

Akan tetapi, jika menyerang harkat dan martabat diri presiden atau wakil presiden, baru bisa diancam pidana.

"Itu delik aduan dan harus diajukan oleh presiden atau wapres sendiri ya. Ini sudah mempertimbangkan keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai pasal ini yang sebelumnya sudah dibatalkan ya," kata dia.

"Dan dia pasal-pasal yang berkaitan dengan penghinaan antara lain Pasal 241, 247, atau 354, dia merupakan delik materiil yang dapat dipidana apabila mengakibatkan terjadi huru-hara, kerusuhan dan lain-lain," sambung Yasonna.

Baca Juga:

Bamsoet: RKUHP Hanya Ditunda Bukan Ditolak

Dia menuturkan, dalam RKUHP Pasal 218 dijelaskan bahwa setiap orang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wapres dipidana dengan pidana paling lama tiga tahun, enam bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Aturan itu dimuat dalam Pasal 218.Bunyinya, "Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV".(Knu)

Baca Juga:

RUU KUHP Bukan Untuk Lucuti Kewenangan KPK

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan