PAN Tegaskan Stabilitas Pemerintahan Tak Didasari Jumlah Partai Politik

Minggu, 15 November 2020 - Angga Yudha Pratama

Merahputih.com - DPP PAN menilai efektifitas dan stabilitas pemerintahan tidak berdasarkan jumlah partai politik tetapi berdasarkan perbedaan ideologi politik dari partai yang di DPR.

"Saat ini, partai politik meski memiliki ideologi politik yang menjadi ciri khasnya tetapi perbedaan ideologi partai tidak dalam posisi berlawanan/ diametral, karena dipersatukan oleh Pancasila dan komitmen kebangsaan," kata Wakil Ketua Umum DPP PAN Viva Yoga Mauladi, Sabtu (14/11).

Baca Juga

Djoko Tjandra Konsultan Bareskrim, Mabes: Bohong dan Ngarang

Hal itu dikatakan Viva Yoga terkait pernyataan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh mengatakan sejak awal berdiri, partainya menawarkan upaya penyederhanaan partai politik di Indonesia melalui kenaikan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold". Surya Paloh mengatakan, partainya menawarkan kenaikan ambang batas parlemen dari 4 persen menjadi 7 persen.

Sistem multipartai di Indonesia saat ini adalah cerminan dari multikultural masyarakat Indonesia yang pluralis atau beragam suku bangsa, agama, adat, dan budaya.

Waketum DPP PAN Viva Yoga Mauladi
Waketum Partai Amanat Nasional (PAN), Viva Yoga Mauladi Foto: vivayogamauladi.com

"Ini harus diakomodasi secara politik di partai politik. Makanya di UU Nomor 7 Tahun 2017 dinyatakan bahwa salah satu fungsi partai politik sebagai alat pemersatu bangsa," tegas dia.

Penerapan ambang batas parlemen berkaitan dengan aspek proposionalitas atau derajat keterwakilan pemilu dan pemilu yang berkualitas ditandai dengan semakin banyaknya pemilih yang terwakili alias suaranya terkonversi menjadi kursi.

Baca Juga

MA Bantah Djoko Tjandra Punya Hubungan Dekat dengan Hakim Agung Syarifuddin

Sementara, apabila banyak suara terbuang, tidak sah, ditambah partisipasi pemilih yang rendah, tentu derajat keterwakilan akan semakin buruk.

"Dalam teori matematika pemilu, semakin tinggi PT akan menyebabkan semakin besar suara sah nasional tidak bisa di konversi menjadi kursi. Hal itu diperparah dengan semakin banyaknya partai politik peserta pemilu tidak lolos PT maka akan menjadi semakin besar suara yang terbuang ini menyebabkan pemilu semakin disproposionalitas," tutup dia. (*)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan