Manuver Benny Wenda, Ironi Aktivis Papua Merdeka yang Lahir Pas HUT RI
Jumat, 06 September 2019 -
MerahPutih.com - Nama tokoh utama Papua Merdeka, Benny Wenda tenar ke publik setelah dinyatakan sebagai dalang provokator yang memanas-manasi kericuhan di Papua beberapa pekan belakangan. Bahkan, dia dituduh bermanuver mendesak dunia internasional menggolkan wacana Referendum Papua.
Manuver Benny memang cukup ampuh. Beberapa pemuda Papua langsung 'terpanggil hatinya' untuk melakukan aksi di sejumlah tempat, di antaranya Jakarta. Meski di antara mereka langsung ditangkap karena tuduhan makar.
Baca Juga:
Diduga Sebagai Aktor Kerusuhan Papua, Pemerintah Bakal Kejar Benny Wenda
Seruan yang diucapkan sama, mengembar-gemborkan tudingan pemerintah Indonesia melakukan kolonialisme dan eksploitasi terhadap warga Papua. Isu rasial terhadap warga Papua ini dipakainya untuk kepentingan memerdekakan diri.

Benny kebetulan lahir pada tanggal yang sama dengan peringatan hari Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1974 di Lembah Baliem, Papua. Awalnya, dia hidup bersama keluarga besarnya dengan bercocok tanam. Sampai satu saat sekitar tahun 1977, ketenangan hidup mereka mulai terusik dengan masuknya pasukan militer.
Benny Wenda mengklaim pasukan memperlakukan warga dengan keji. Dalam situs blog resminya, dia mengisahkan bagaimana anggota keluarga menjadi korban hingga tewas. Bahkan, Benny mengaku kehilangan satu kakinya dalam sebuah serangan udara di Papua hampir tiga dekade lalu.
Setelah era pemerintah Soeharto tumbang, gerakan referendum dari rakyat Papua yang menuntut pembebasan dari NKRI kembali bergelora. Benny Wenda melalui organisasi Demmak (Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka), membawa suara masyarakat Papua.
Baca Juga:
Mereka menuntut pengakuan dan perlindungan adat istiadat, serta kepercayaan, masyarakat suku Papua. Termasuk meenolak apapun yang ditawarkan pemerintah Indonesia termasuk otonomi khusus.
Lobi-lobi terus dia usahakan sampai akhirnya pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, pemberlakuan otonomi khusus adalah pilihan politik yang layak untuk Papua dan tak ada yang lain.
Saat itu sekitar tahun 2001, ketegangan kembali terjadi di tanah Papua. Operasi militer menyebabkan ketua Presidium Dewan Papua meninggal hingga Benny terus berusaha memperjuangkan kemerdekaan Papua.

Benny sempat dibui pada 6 Juni 2002 di Jayapura atas berbagai tuduhan, termasuk pengerahan massa untuk membakar kantor polisi dan diganjar hukuman 25 tahun penjara. Dalam tahanan, dia mengaku mendapatkan penyiksaan. Proses banding terus berjalan, sampai pada akhirnya Benny berhasil kabur dari tahanan pada 27 Oktober 2002 lalu.
Dibantu aktivis kemerdekaan Papua Barat, Benny diselundupkan melintasi perbatasan ke Papua Nugini dan kemudian dibantu oleh sekelompok LSM Eropa untuk melakukan perjalanan ke Inggris di mana ia diberikan suaka politik. Sejak tahun 2003, dia dan istrinya Maria serta anak-anaknya memilih menetap di Inggris.
Pada tahun 2011, Pemerintah Indonesia pernah mengeluarkan Red Notice dan Surat Perintah Penangkapan Internasional untuk penangkapan Wenda karena melakukan sejumlah pembunuhan dan penembakan di Tanah Air. Wenda mengklaim, red notice itu sudah dicabut.
Baca Juga
Kemenlu Sebut Benny Wenda Tidak Pantas Terima Penghargaan Terkait Perdamaian
Dari luar negeri, Benny berulang kali mendesak Presiden Joko Widodo dan Menteri Politik, Hukum, Keamanan Wiranto mengadakan referendum untuk Papua Barat upaya meredakan konflik. Menurut dia, konflik yang memanas di Papua bukan sekadar persoalan rasial, melainkan ketidakadilan. Indonesia dituding secara ilegal menduduki Papua Barat, merujuk Perjanjian New York 1962: Orang-orang Papua Barat telah dijanjikan referendum kemerdekaan.
Perjanjian New York 1962 merupakan kesepakatan yang diinisiasi Amerika Serikat untuk pemindahan kekuasaan atas Papua Barat dari Belanda ke Indonesia. Perjanjian ini dilatari upaya Tanah Air merebut wilayah Papua Barat dari Belanda.

Dalam Perjanjian New York termaktub poin proses referendum akan dianggap sah bila telah melalui mekanisme one man one vote. Artinya, setiap warga Papua memiliki hak suara untuk menentukan nasibnya. Premis ini yang digunakan Benny dalam perjuangannya.
Tak hanya itu, Benny menuduh pemerintah Indonesia sengaja terus menciptakan konflik etnis di Papua Barat dengan mengirim milisi nasionalis untuk menimbulkan kekacauan. "Selama 57 tahun kami telah memperjuangkan hak kami untuk menentukan nasib sendiri, hak kami untuk menentukan nasib kami sendiri," tulis dia dikutip dari situsnya.
Baca Juga
Agaknya Tokoh Papua Merdeka itu berusaha mengikuti jejak Timor-Timor yang lepas pada 1999 silam lewat jalur referendrum dan kini menjadi negara Timor Leste. Dia pun memastikan referendum akan diusahakannya dengan jalan damai, tanpa pertumpahan darah.
"Saya harus menekankan bahwa bagi orang Papua Barat musuh kita BUKAN orang Indonesia. Musuh kita hanyalah sistem kolonialisme," tulis Benny.
Bakal Tunggangi Sidang Umum PBB

Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebut aksi anarkis di Jayapura baru-baru ini sengaja diciptakan untuk agenda rapat Komisi HAM PBB di Jenewa 9 September 2019. Benny dan kelompoknya pun dituding sebagai aktor utamanya agar Komisi HAM PBB membawa wacana Referendum Papua Merdeka ke sidang Majelis Umum PBB, tanggal 23-24 di bulan yang sama.
"Mereka sengaja mengejar konflik ini dalam rangka rapat komisi HAM di Jenewa. Nantinya, kelompok perusuh ini akan bersuara di Papua rusuh terjadi,” kata Tito, kepada wartawan pekan ini.
Baca Juga:
Pakar Intelijen Ungkap Ada Dua Kelompok Asing yang Ingin Papua Merdeka
Padahal, kata Tito, sampai saat ini pembahasan tentang Papua sama sekali tidak masuk dalam agenda sidang yang akan diikuti semua negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa itu. Menurut dia, kini Benny sengaja melobi sejumlah negara dengan menyebarkan isu propaganda keterpurukan ekonomi dan pelanggaran HAM di Papua.
"Ada beberapa negara yang sengaja didekati untuk mengangkat isu Papua. Supaya Papua terangkat, mereka (KNPB dan ULMWP) bikin rusuh di Papua," kata Kapolri. "Ini jelas - jelas propaganda yang tak benar!"

Sebaliknya, Menkopolhukam Wiranto menyerang status kewarganegaraan Benny yang dianggap sudah bukan WNI lagi. Namun, Pembantu Presiden Jokowi itu juga menggunakan status kewarganegaraan Benny sebagai dalih pemerintah sulit menjerat pidana sang tokoh.
"Tatkala sudah bukan warga negara Indonesia dan juga sudah ada perlindungan suaka dari negara-negara lain, prosesnya kan tidak sesederhana yang kita pikirkan. Masuk ke Indonesia saya tangkap atau kita tangkap. Kita proses," kata Wiranto.
Baca Juga:
Wiranto Ungkap Ada Warga Asing yang Terlibat Provokasi Massa Berbuat Anarkistis
Namun, Menkopolhukam berjanji takkan tinggal diam untuk menyeret Benny mempertanggungjawabkan menuvernya di mata hukum. Jalur diplomasi internasional dengan Inggris, negara tempat Benny kini bermukim, menjadi pilihan. "Kita tidak diam selalu ada langkah-langkah mengantisipasi dan bahkan meng-intercept kegiatan (Benny) itu," tegas mantan Panglima TNI era Presiden Soeharto itu.
Agen Asing

Pakar Intelijen dan Keamanan Stanislaus Riyanta menilai, tokoh gerakan Papua Merdeka, Benny Wenda sebagai aktivis yang dilindungi asing. Apalagi, kata dia, Benny bisa bebas mengeluarkan konten provokatif memicu kerusuhan di Papua dari luar negeri.
"Dia dilindungi di negara asing. Yang melindungi apakah state actor atau tidak. Pasti ada alasan kenapa Benny dilindungu. Dia nyaman di Inggris dan bisa berbuat apa saja," kata Stanislaus kepada Merahputih.com.
Baca Juga:
Menurut dia, Benny menjadi tokoh yang diciptakan asing untuk menciptakan propaganda. "Banyak tokoh lain yang banyak tapi menonjol Benny Wenda. Dia terus melakukan provokasi. Sehingga dia tak bisa dikendalikan," tutur peserta studi program doktoral Universitas Indonesia itu.

Stanislaus menyoroti kehadiran Benny Wenda di Inggris diduga bukan tanpa alasan. Alasannya, lanjut dia, Benny selalu berlindung di balik isu HAM untuk membuat negara lain iba. "Dia (Benny) berlindung di balik isu HAM. Ada isu perantara agar motif asli (Papua Merdeka) tak terlihat," ujarnya.
Untuk itu, Stanislaus menyarankan sudah seharusnya pemerintah Indonesia melakukan kontra propaganda untuk melawan provokasi Benny Wenda di media sosial. Pemerintah Presiden Jokowi, lanjut dia, juga perlu melakukan lobi politik internasional, serta memastikan pendekatan humanis anti-militer dalam meredam gejolak masyarakat Papua.
"Memberitahu ke negara lain bahwa Papua adalah bagian negara Indonesia," tutup pakar intelijen itu. (Knu)
Baca Juga:
Moeldoko Bocorkan Cara Pemerintah Hadapi Aktor Intelektual Kerusuhan Papua