Kisah BG Senyap Merajut Ulang Segitiga Emas Mega-Prabowo-Jokowi
Jumat, 26 Juli 2019 -
MerahPutih.com - Dua pekan ini telah terjadi peristiwa politik yang sangat menarik pasca Pilpres 2019. Beberapa di antaranya adalah bertemunya dua kubu yang saling bertarung dalam Pilpres lalu, yaitu petahana yang diwakili Joko Widodo (Jokowi) dan Megawati Soekarnoputri dengan sang penantang, Prabowo Subianto.
Jokowi dan Megawati bertemu Prabowo dalam kesempatan yang berbeda. Jokowi-Prabowo bertatap muka di stasiun MRT, kawasan Lebak Bulus, Jakarta, 13 Juli lalu, sedangkan Megawati-Prabowo bersua 11 hari kemudian di kediaman Mega di Jalan Teuku Umar, Jakarta.
Baca Juga: Memang Top Mas Budi Gunawan

Dua pertemuan ini dinilai banyak kalangan sebagai kunci dan langkah awal dari upaya rekonsiliasi di antara kedua kubu yang saling berjibaku pada Pilpres 2019. Bahkan, Gerindra mengibaratkan pertemuan ketiga tokoh itu sebagai segitiga emas Indonesia.
Politikus Gerindra Miftah Sabri menjelaskan sosok Jokowi kini bakal menjadi Presiden RI dua periode merupakan kreasi Prabowo-Megawati saat berkolaborasi dalam Pilkada DKI 2012. Kala itu, PDIP-Gerindra sama-sama mengusung pasangan Jokowi-Ahok di Pilgub DKI.
Baca Juga: Pertemuan Mega-Prabowo Bentuk Persiapan Koalisi Hingga Prakondisi 2024
"Bagaimanapun juga Pak Prabowo, Bu Mega, dan Pak Jokowi adalah segitiga emas. Dari kreasi politik Pak Prabowo dan Bu Mega lah terlahir seorang Joko Widodo menjadi Gubernur DKI atas endorse dua partai PDIP dan Gerindra, sampai Pak Jokowi pada posisi seperti sekarang ini, masa jabatan kedua, dan menjadi presiden untuk dua periode," kata dia.
"Pertemuan ini adalah penanda bahwa segitiga emas ini masih ada, dengan tujuan menjaga NKRI, UUD 1945, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika," tegas Miftah.
Merajut dalam Senyap

Kembali ke era sekarang, menariknya kedua pertemuan rekonsiliasi Prabowo dengan Megawati atau pun Jokowi, turut dihadiri Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Budi Gunawan. Fakta ini sangat tak diduga-duga karena ia bukanlah seorang politisi, tetapi merupakan seorang pejabat negara.
Politisi senior PDIP yang Sekretaris Kabinet, Pramono Anung khusus menekankan peran BG -sapaan akrab Budi Gunawan- dalam pertemuan antara Jokowi dengan Prabowo, dengan istilah aksi senyap.
Baca Juga: Budi Gunawan Kerja Senyap Luluhkan Hati Prabowo Untuk Temui Mega
Kala itu, BG memang tampak mendampingi Prabowo saat tiba di Stasiun MRT Lebak Bulus dan ikut mengantar Prabowo meninggalkan kawasan Fx Senayan usai bertemu dengan Jokowi. Secara tersirat, Pramono memastikan pertemuan antara Jokowi-Prabowo takkan terlaksana tanpa peran BG. "Pak Budi Gunawan Kepala BIN. Beliau bekerja tanpa ada suara," ujar Seskab.
Kehadiran BG pun tampak dalam pertemuan antara Megawati dengan Prabowo pada Rabu, 24 Juli lalu. Kali ini pertemuan tidak dilakukan di ruang publik, tetapi di kediaman Megawati di kawasan Menteng. BG ikut bergabung dalam pertemuan tertutup itu. Dalam foto yang diterima MerahPutih.com, BG terlihat duduk bersama Mega dan Prabowo dengan meja makan yang berisi sajian santap siang.

Usai pertemuan itu, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto angkat bicara terkait BG. Sama halnya dengan Pramono, dia secara terang-terangan memposisikan BG sebagai Kepala BIN, bukan sebagai warga negara biasa atau politisi.
Menurut Hasto, BG sebagai pemimpin dari salah satu lembaga negara memiliki tanggung jawab dalam menjaga kondusifitas pasca Pemilu 2019. Hasto menjelaskan, posisi BG adalah sebagai kepala lembaga negara yang mendukung proses dialog antara satu sama lain.
Baca Juga: KPK Minta Megawati Laporkan Gratifikasi Lukisan Sukarno dari Prabowo
Namun, Hasto membantah peran BG karena memiliki hubungan dekat dengan Mega. Sebagaimana diketahui, BG memang sempat menjadi ajudan Mega saat menjabat sebagai Presiden pada periode 2001-2004 silam. Bahkan, majunya BG sebagai calon tunggal Kapolri pada beberapa tahun lalu kabarnya pun karena faktor Mega. Jadi, kedekatan Mega dengan BG sejatinya adalah rahasia umum.
Mungkin saja ucapan Pramono dan Hasto yang memposisikan BG sebagai Kepala BIN benar adanya. Atau bisa saja ini hanya formalitas belaka. Terlepas dari benar atau tidaknya hal ini, hampir semua kalangan sepakat jika BG memiliki peran krusial dalam dua pertemuan yang diprediksi menjadi kunci rekonsiliasi di republik ini pasca Pilpres 2019.
Pengganti Taufik Kiemas
Pengganti Taufik Kiemas

Ketua DPP PKS, Aboe Bakar Al-Habsyi pun mengamini peran vital BG dalam pertemuan antara Prabowo dengan Jokowi dan Mega. BG disebutnya sebagai sosok pengganti almarhum Taufik Kiemas, suami Megawati, yang dikenal sebagai mediator ulung.
"Jadi dalam pertemuan kemarin, ada seorang pengganti Taufik Kiemas yang namanya Budi Gunawan," kata Aboe, Kamis (25/7) kemarin.
Mendiang Taufik Kiemas memang dikenal sebagai politikus ulung yang juga dikenal mediator jempolan. Ia diketahui pernah memediasi hubungan panas yang terjadi antara Mega dengan Gus Dur karena peralihan kekuasaan pada hampir dua dekade lalu.
Baca Juga: Sepak Terjang Budi Gunawan Mirip Taufik Kiemas
Sudah rahasia umum juga bahwa Taufik merupakan orang yang paling berupaya untuk mendamaikan Mega dengan Presiden ke-6 Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Meskipun tak mampu meluluhkan Mega, Taufik diketahui tetap menjaga hubungan baik dengan SBY sampai akhir hayatnya.
Karenanya, tak sedikit kalangan, bahkan para politikus sekalipun, yang menghormati Taufik. Secara tersirat, pujian Aboe juga merupakan pengakuan bahwa BG merupakan mediator dan komunikator politik yang handal. Pujian Aboe untuk BG tentu bukan tanpa alasan, mengingat tak ada tanda-tanda pertemuan antara Prabowo dengan Mega dan Jokowi sebelumnya.

Sebelumnya, publik sudah pesimis alias tidak yakin jika rekonsiliasi pascaPilpres 2019 akan terjadi. Pasalnya, Prabowo secara tegas telah menolak jalinan komunikasi dari kubu Jokowi. Padahal, Jokowi sudah mengutus langsung "orang kepercayaannya", Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan, sebagai sang juru damai.
Luhut sendiri memang diketahui menjadi salah satu orang di kubu Jokowi yang "mudah berkomunikasi" dengan Prabowo. Kedekatan di antaranya tidak terbangun dari hal-hal yang bersifat transaksional, melainkan puluhan tahun lalu saat sama-sama aktif di Kopassus.
Namun, faktanya Luhut masih belum dapat "mendamaikan" Jokowi-Prabowo sehingga pertemuan antara keduanya pun terus tertunda hingga munculnya BG yang akhirnya mampu mewujudkannya.
Cuma BG yang Bisa
Tentang hal ini, Direktur Eksekutif Indo Barometer, M. Qodari mengakui bahwa hubungan masa lalu memang memiliki peran penting antara pertemuan Jokowi-Prabowo. Namun, ia menegaskan bahwa Luhut bukan satu-satunya orang dalam kubu Jokowi yang memiliki hubungan masa lalu dengan Prabowo.
Qodari mengungkapkan, Megawati adalah sosok lain yang memiliki hubungan masa lalu dengan Prabowo. Keluarga Teuku Umar, kata Qodari, memiliki peran dalam kepulangan Prabowo dari luar negeri pascaReformasi.
Baca Juga: Soal Jatah Menteri, Megawati Serahkan ke Jokowi
Karenanya, lanjut Qodari, Mega pun menjadi satu-satunya alternatif untuk menciptakan rekonsiliasi usai ditolaknya Luhut oleh Prabowo. Dia meyakini Ketua Umum PDIP itu adalah sosok yang dapat diterima oleh Jokowi dan Prabowo sebagai juru damai.
"Ujungnya tetap Bu Mega. Jadi siapa yang diterima Pak Prabowo dan diterima oleh Pak Jokowi, mediator harus yang dapat diterima oleh kedua belah pihak," jelas Qodari dalam sebuah acara talkshow di KompasTV, 19 Juli 2019.

Sayangnya, tambah Qodari, Mega tak mampu memainkan peran ini secara langsung. Karenanya, muncullah figur BG yang dinilainya mampu "mondar-mandir" dalam senyap. Menurutnya, kehadiran Luhut sebagai juru damai hanya akan menimbulkan penolakan dari kubu Prabowo, sehingga upaya rekonsiliasi ini hanya dapat berhasil jika dilakukan dengan BG yang berstatus Kepala BIN. "Mau enggak mau (upaya rekonsiliasi) harus senyap karena distorsinya terlalu kencang," tegas Qodari.
Secara gamblang, Qodari mengkolaborasi antara kelihaian BG dengan statusnya sebagai Kepala BIN. Meskipun menyebut Mega sebagai faktor utama, secara tersirat, Qodari juga memandang BG sebagai figur yang paling pas untuk menjadi mediasi karena dinilai memiliki sumber daya intelejen dan juga dipandang sebagai kepanjangan tangan dari Mega, yang memiliki hubungan masa lalu dengan Prabowo.
Baca Juga: Tak Ada Masalah Prinsipil, Prabowo Siap Gabung Koalisi Pemerintah
Beberapa sosok lain yang dipandang sebagai kepanjangan tangan Mega, seperti Puan dan Pramono, disebut Qodari takkan mampu melaksanakan tugas ini sebaik yang dilakukan BG. "Ibu megawati tidak bisa memainkan peran itu secara langsung, tidak bisa mondar-mandir sana sini. Jadi yang melaksanakan adalah Budi Gunawan," imbuh dia.
Secara sederhana, penjelasan Qodari dapat diartikan bahwa bisa saja Mega dipercaya oleh Prabowo dan Jokowi. Namun, tanpa orang yang tepat, rekonsiliasi ini takkan berjalan dengan mulus. (Pon)