Kapal Pinisi, Kapal Sederhana yang Kaya Makna
Kamis, 01 Maret 2012 -
MUNGKIN kita semua sudah akrab dengan penggalan lirik lagu nenek moyang ku seorang pelaut. Kalau dilihat-lihat memangbenar adanya, Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki total luas wilayah 7,81 juta kilometer persegi, dengan 70 persen wilayahnya merupakan perairan.
Menjadi negara maritim, tentu Indonesia memiliki ciri khas tersendiri dari alat transportasinya. Kapal Indonesia yang diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia pada tahun 2017 adalah Pinisi. Bahkan hari ini (7/12) Google mengangkat Kapal Pinisi menjadi Doodle-nya.
Baca Juga:
Anugerah Cagar Budaya untuk 7 Bangunan di Bandung, Layak Dikunjungi
Seperti dikabarkan Kemenparekraf, Kapal Pinisi menjadi bagian dari Indonesia sejak tahun 1500-an. Mulanya, kapal ini menjadi identitas pelaut Konjo, Bugis, dan Mandar yang berasal dari Sulawesi Selatan.
Kapal Pinisi dulunya berfungsi untuk mengangkut barang dan perdagangan ke beberapa wilayah Indonesia. Kapal ini seakan memiliki ciri khas jika sedang berlayar di perairan. Kapal ini dapat dikenal dari penggunaan tujuh sampai delapan layar, dilengkapi dua tiang utama di bagian depan dan belakang kapal.
Pesona kapal ini terlihat dari proses pembuatannya, kapal tradisional Indonesia ini terbuat dari kayu. Merancang kapal ini agar bisa berlayar, pembuatnya menggunakan empat jenis kayu, yaitu kayu besi, kayu bitti, kayu kandole/punaga, dan kayu jati.
Hebatnya, sampai di tahun 2023 ini pembuatan Kapal Pinisi masih lestari. Pembuatan kapal ini berada di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Tepatnya berada di tiga desa, Desa Tana beru, Bira, dan Batu Licin. Para pengrajin kapal tampak konsisten dengan cara membuatnya. Pun para pengrajin masih merancang kapal dengan cara tradisional.
Baca Juga:
Pengmas UI: Permainan Tradisional Tingkatkan Kecerdasan Emosional
Proses pembuatan kapal pinisi tidaklah mudah. Ada tiga tahap yang harus dilewati para pengrajin. Tahap pertama dimulai dari penentuan hari baik untuk mencari kayu. Hari baik mencari kayu biasanya jatuh pada hari ke-5 atau hari ke-7 pada bulan pembuatan kapal. Alasan pemilihan hari ini kepercayaan yang melambangkan rezeki yang ada di tangan dan selalu mendapat rezeki.
Tahap kedua proses pembuatan kapal pinisi yaitu proses menebang, mengeringkan, dan memotong kayu. Empat jenis kayu yang sudah dikumpulkan kemudia dirakit menjadi kapal pinisi. Tahap kedua ini menjadi tahap yang paling lama dalam proses perancangan kapal, biasanya proses ini memakan waktu hingga berbulan-bulan.
Terakhir tahap ketiga adalah proses peluncuran kapal ke laut. Sebelum diluncurkan ke laut, perancang biasanya menggelar upacara ‘maccera lopi’ atau menyucikan kapal pinisi. Upacara ini ditandai dengan kegiatan menyembelih sapi atau kambing. Penyembelihan ini juga ada aturannya, jika bobot kapal kurang dari 100 ton, maka yang disembelih adalah kambing, dan sebaliknya jika bobot kapal di atas 100 maka wajib sembelih sapi.
Kapal pinisi bukan hanya sekedar kapal, proses perancangan kapal ini memiliki tiga tahap yang terhubung dengan budaya daerah setempat. Selain itu, proses pembuatan kapal pinisi juga memiliki filosofi tersendiri. Seperti nilai bekerja keras, nilai kerja sama, nilai estetika, dan nilai menghargai alam. Itu sebabnya kapal pinisi masuk dalam warisan budaya UNESCO pada tahun 2017. (zvw)
Baca Juga: