JPU: Logika Hukum Kubu Setnov Keliru
Kamis, 28 Desember 2017 -
MerahPutih.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan tanggapan terhadap eksepsi atau nota keberatan terdakwa korupsi proyek pengadaan e-KTP Setya Novanto, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (28/12).
Jaksa Wawan Yunarwanto menilai, tim kuasa hukum mantan Ketua Umum Partai Golkar itu keliru dalam mempermasalahkan pemisahan berkas perkara (splitsing) antara terdakwa yang satu dengan lainnya.
"Penilaian dan argumentasi penasihat hukum mengenai splitsing berkas perkara didasarkan pada logika hukum dan ketentuan hukum yang keliru," kata jaksa Wawan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (28/12).
Menurut dia, splisting merupakan salah satu diskresi atau keistimewaan dalam mengambil keputusan oleh tim JPU pada proses penuntutan yakni mengajukan beberapa pelaku tindak pidana dengan surat dakwaan yang terpisah meskipun dari satu berkas perkara.
Karena itu, lanjut Jaksa Wawan, splitsing perkara masuk dalam ranah tekhnis penuntutan, dan bukan merupakan asas dalam hukum acara pidana sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Splisting diatur dalam Pasal 142 KUHAP dan Pasal 141 KUHAP," ungkapnya.
Sebelumnya, kuasa hukum Setnov menganggap surat dakwaan dalam perkara aquo merupakan surat dakwaan splitsing, sehingga perbedaan mengenai tempus delictie, locus delictie, kawan peserta pelaku delik, unsur melawan hukum dan pihak-pihak yang diperkaya atau diuntungkan dianggap sebagai alasan dakwaan batal demi hukum atau dapat dibatalkan.
Dalam eksepsinya, kuasa hukum Setnov mengajukan keberatan karena adanya sejumlah perbedaan antara surat dakwaan dalam perkara atas nama terdakwa Irman dan Sugiharto, Andi Agustinus alias Andi Narogong dengan surat dakwaan dalam perkara aquo. (Pon)
Baca juga berita lainnya dalam artikel: JPU Sebut Syarat Materiil Dakwaan Setnov Telah Terpenuhi