Jadi Korban Kekerasan, WNA Asal Panama dan Dua Anaknya Mengadu ke Jokowi

Kamis, 21 Oktober 2021 - Angga Yudha Pratama

Merahputih.com - Seorang ibu Warga Negara Asing (WNA) asal Panama inisial R dan kedua anaknya APV (11) dan PPV (3) mengadukan nasib mereka ke Presiden Joko Widodo.

Ibu dan kedua bocah malang yang tinggal di Jakarta itu diduga mendapat kekerasan fisik dan verbal dari PSV yang juga mantan suami maupun ayah dari dua anaknya itu. Nasib mereka di Indonesia kini terkatung-katung dan tak mendapatkan perhatian yang layak.

"Pak Jokowi, tolong bantu saya. Kami selalu mendapat perlakuan kasar dan kekerasan. Berikan kami perlindungan," tutur APV dalam konfrensi pers daring di Jakarta Pusat, Kamis (21/10).

Baca Juga

Polisi Lakukan Penggerebekan, Pinjol Ilegal Perintahkan Karyawan Kerja dari Rumah

Ibu dari kedua anak itu lantas menempuh upaya hukum dengan membuat Laporan Polisi ke Polda Metro Jaya sesuai dengan Surat Tanda Laporan Polisi Nomor TBL/3878/IV/2019/PMJ/Dit.Reskrimum tanggal 27 Juni 2019 atas dugaan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang dialaminya.

Faktanya PSV telah ditetapkan statusnya sebagai tersangka. Namun tiba-tiba laporan polisi tersebut dihentikan penyidikannya dengan adanya Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) tertanggal 10 September 2020 dengan Nomor B/14679/IX/RES.1.24/2020/Direskrimum jo.

Surat Ketetapan Penghentian Nomor S.Tap/2535/IX/2020 Ditreskrimum tertanggal 09 September 2020.

Atas penghentian penyidikan tersebut, R tetap berjuang dengan melakukan upaya hukum Pra Peradilan dengan Nomor Register Perkara 132/Pid.Prap/2020/PN.Jkt.Sel.

Dalam amar Putusan Pra Peradilan tersebut dinyatakan bahwa proses penyidikan atas laporan polisi Nomor LP/3878/IV/2019/PMJ/Dit.Reskrimum harus ditindak lanjut kembali.

"Namun hingga saat ini, tidak ada progress dan tindak lanjut terhadap laporan polisi itu," tegas Kuasa hukum korban, Elza Syarief.

Selain itu, PSV juga menelantarkan R dan kedua anaknya dengan tidak memperpanjang Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP). Ia telah dilaporkan telah menelantarkan R ebagai isterinya dan tidak memperpanjang KITAP R dan dua anaknya.

"Tidak hanya itu, PSV menggunakan Lembaga Keimigrasian Republik Indonesia hanya untuk memaksa R untuk segera menyerahkan anak kandungnya kepada PSV," urai Elza.

Bahkan pihak keimigrasian RI telah menyatakan bahwa PSV telah memenangkan hak asuh anak pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung ketika Putusan Kasasi belum terjadi dan masih dalam proses pendaftaran berkas.

"Namun pihak Imigrasi bersikap seolah-olah mereka telah mengetahui PSV akan memenangkan Putusan Mahkamah Agung dan memaksa R untuk menyerahkan anak kandungnya kepada PSV," sambungnya.

Menurut Elza, seharusnya PSV bertanggungjawab untuk memperpanjang KITAP milik R yang pada saat itu masih berstatus sebagai isterinya.

Sebagaimana Pasal 63 ayat (2) Undang-Undang No. 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian, yang menyatakan bahwa Penjamin bertanggung jawab atas keberadaan dan kegiatan Orang Asing yang dijamin selama tinggal di Wilayah Indonesia serta berkewajiban melaporkan setiap perubahan status sipil, status Keimigrasian, dan perubahan alamat.

Namun faktanya, PSV sengaja tidak memperpanjang KITAP R dan kedua anaknya serta berupaya mendeportasikan hingga memisahkan antara R dengan anak-anak kandungnya.

Baca Juga

Pemerintah Didesak Siapkan Sistem Keuangan Mikro Atur Transaksi Pinjol

Elza pun berharap kepada para lembaga terkait membuka mata hatinya untuk memperjuangkan nasib ibu dan kedua anaknya yang diduga menjadi korban KDRT.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi atau Kak Seto mengatakan, kedua anak tersebut mengalami trauma mendalam.

"Bahkan APV sampai takut dan menyatakan ingin bunuh diri karena jadi korban kelakuan sang ayah," kata Kak Seto. (Knu)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan