Indonesia Jadi Kontributor Utama Penerbitan Surat Utang Syariah di Pasar Dunia
Rabu, 17 November 2021 -
MerahPutih.com - Pemerintah telah menerbitkan Green Sukuk atau surat utang syariah mencapai USD 3,5 miliar dolar AS sepanjang 2018 sampai 2021. Utang ini digunakan untuk pendanaan penanganan perubahan iklim (climate change).
"Penerbitan Sukuk ini untuk membiayai ancaman perubahan iklim dan ketidakpastian di pasar global," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam acara AICIF 2021 di Jakarta, Rabu (17/11).
Baca Juga:
Utang Garuda Capai USD 7 Miliar, Rute Internasional Dilayani Emirates
Sri Mulyani mengatakan, total penerbitan Green Sukuk sebesar USD 3,5 miliar tersebut, salah satunya hasil dari penerbitan yang dilakukan pada semester I-2021 sebesar USD 700 juta dolar AS.
"Hal itu menunjukkan bahwa Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk mengoptimalkan pasar keuangan syariah," katanya.
Indonesia, lanjut Sri, pun merupakan kontributor utama penerbitan Sukuk di pasar internasional dengan pangsa pasar Indonesia mencapai 23,11 persen dari total penerbitan global sebesar USD 23,65 miliar.
Ia menegaskan, Indonesia bergerak cepat untuk mengambil peluang yang luas ini dengan mengembangkan lebih banyak varian Sukuk seperti Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) atau sukuk wakaf termasuk Green Sukuk.
Selain itu, Sri Mulyani menyatakan Indonesia juga memiliki Baitul Mal Wat Tanwil (BMT) atau serikat Islam terbesar secara global mencapai 4.500 BMT yang bertujuan membantu masyarakat khususnya di pedesaan agar memiliki akses kepada pembiayaan mikro.

"Dalam menilai pembiayaan mikro BMT dapat memainkan peran unggulan bagi usaha mikro dan kecil menengah sehingga mereka dapat kembali menjalankan aktivitas ekonomi setelah pandemi," jelasnya.
Bank Indonesia (BI) melaporkan utang luar negeri (ULN) Indonesia pada triwulan III 2021, mencapai USD 423,1 miliar atau tumbuh 3,7 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).
Adapun posisi ULN pemerintah pada triwulan III-2021 sebesar USD 205,5 miliar atau tumbuh 4,1 persen (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan triwulan II-2021 sebesar 4,3 persen (yoy), yang disebabkan oleh pembayaran neto pinjaman seiring lebih tingginya pinjaman yang jatuh tempo dibanding penarikan pinjaman. (Asp)
Baca Juga:
Bank Dunia: Utang Negara Miskin Terus Membengkak