DPR Klaim 99 Persen Substansi KUHAP Sesuai Aspirasi
Selasa, 18 November 2025 -
MerahPutih.com - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) disahkan dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (18/11).
DPR mengklaim KUHAP merupakan hasil rumusan yang hampir seluruhnya berasal dari masukan masyarakat sipil.
Ia menyebut lebih dari 99 persen substansi dalam draf tersebut merupakan aspirasi dari berbagai kelompok, termasuk advokat, akademisi, hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM).
"100 persen lah ya, mungkin 99, persen KUHAP baru ini merupakan masukan dari masyarakat sipil, ya. Terutama dalam penguatan peran advokat dan hak tersangka sebagai mekanisme untuk mengontrol agar aparat penegak hukum tidak melakukan kesewenang-wenangan," tuturnya.
Baca juga:
Menteri Hukum Tegaskan KUHAP Baru Berlaku 2026, Sudah Sinkron dengan KUHP
Dengan tegas dia membantah pihaknya disebut mencatut nama-nama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) selama pembahasan RKUHAP.
Ia memastikan telah mengundang dan menyerap aspirasi sejumlah LSM maupun organisasi profesi sejak beberapa bulan terakhir.
Politikus Gerindra itu menegaskan pihaknya tidak pernah mencatut nama LSM dalam proses pembahasan.
Ia memastikan, Komisi III DPR sudah menyerap aspirasi dari berbagai organisasi masyarakat sipil dan profesi, yang diundang secara resmi selama beberapa bulan terakhir.
Menurut Habiburokhman, pembahasan RKUHAP sejatinya telah rampung sejak Juli 2025. Namun, karena banyak desakan, pihaknya kembali membuka rangkaian rapat dengar pendapat pada Juli hingga awal November 2025.
Sepanjang periode itu, hampir 100 kelompok masyarakat hadir untuk menyampaikan pandangannya, termasuk Koalisi Masyarakat Sipil, akademisi, organisasi profesi, hingga berbagai LSM.
Ia mencontohkan beberapa masukan yang diakomodasi dalam draf final RKUHAP. Salah satunya datang dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), yang mengusulkan penghapusan larangan peliputan di pengadilan.
Selain itu, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) juga memberikan masukan terkait perluasan objek praperadilan, termasuk mengenai penelantaran laporan dan penangguhan penahanan.
"Dari beberapa poin, dua itu kita akomodir, kita masukkan di pasal-pasal terkait objek praperadilan," ujarnya.
Habiburokhman juga menyebut masukan dari Universitas Indonesia (UI) turut menjadi bagian dari pembahasan.
Ia menyinggung usulan yang disampaikan melalui surat resmi oleh akademisi UI, Taufik Basari, mengenai larangan penyiksaan dan intimidasi dalam pemeriksaan, yang kemudian diadopsi dalam pasal-pasal RKUHAP. (Pon)