Demi Pemerataan Pembangunan, Ibu Kota Disarankan Pindah ke Indonesia Timur

Sabtu, 24 Agustus 2019 - Zaimul Haq Elfan Habib

MerahPutih.com - Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengusulkan agar ibu kota tidak lagi berada di pulau Jawa melainkan ke wilayah timur Indonesia.

Robert menilai, Indonesia membutuhkan adanya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru, khususnya di wilayah Indonesia timur dibandingkan Kalimantan yang berada di tengah. Dengan begitu, pembangunan yang tengah diupayakan oleh pemerintah akan lebih merata.

Baca Juga:

Tarik Ulur Rencana Pemindahan Ibu Kota Indonesia dari Zaman Dalu

"Perlu ada pusat pertumbuhan ekonomi yang baru," kata Robert saat acara diskusi MNC Trijaya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (24/8).

Gagasan rencana dan kriteria disain ibu kota negara (Bahan Paparan Kementerian PUPR)
Gagasan rencana dan kriteria disain ibu kota negara (Bahan Paparan Kementerian PUPR)

Di sisi lain, Robert meyakini pemindahan ibu kota dan pusat pemerintahan juga akan diiikuti dengan pertumbuhan pusat perekonomian. Ia meyakini, para pelaku usaha juga akan membuka kantor-kantor perwakilan yang dekat dengan pusat birokrasi.

"Secara formal yang berpindah ibu kota dan pusat pemerintahan tapi logikanya pelaku usaha juga pasti akan mendekat ke pusat pemerintahan karena mereka butuh lobi dengan pemerintah. Maka mereka juga akan buka kantor-kantor di ibu kota yang baru," tutur dia.

Robert mengharapkan kehadiran ibu kota baru betul-betul menjadi pendorong pemerataan pembangunan serta menekan ketimpangan. Bukan malah menghadirkan realitas ketimpangan yang baru.

Baca Juga:

Demi Pemerataan Pembangunan, Ibu Kota Indonesia Harus Segera Dipindahkan

Ini berdasarkan rencana desain kota yang berkonsep smart city dengan berbagai teknologi canggih di dalamnya. Hal tersebut tentu akan bertolak belakang dengan daerah sekitar ibu kota jika daerah-daerah tersebut tidak dikembangkan secara baik.

"Jadi sangat mewah. Mudah-mudahan ini hanya jadi simbol negara, tapi di luar kemudian tercipta kota-kota satelit, mendorong itu lebih ke Timur sana," kata Robert.

Diharapkan kehadiran ibu kota baru mendorong pengembangan ekonomi, pembangunan infrastruktur kawasan sekitar. Sehingga kawasan sekitar dapat tumbuh seiring dengan kehadiran ibu kota.

"Jangan sampai kemudian menghadirkan realitas ketimpangan baru, dimana suatu pusat pemerintahan yang sangat megah sementara di sekitarnya kumuh misalnya. Ini yang kita harapkan tidak terjadi," ungkapnya.

Dengan demikian, kehadiran ibu kota baru dapat mendorong mimpi besar penerapan otonomi daerah, yakni pemerataan pembangunan ke seluruh Indonesia.

Baca Juga:

Pemerintah Beberkan Ribetnya Tentukan Lokasi Ibu Kota Baru

"Ketika otonomi sudah mulai diterapkan sejak 2001, mestinya pusat-pusat pertumbuhan sudah mulai menyebar. Ternyata faktanya tidak," jelas Robert.

Sebab fakta yang ada, otonomi daerah belum mampu menjadi stimulus pertumbuhan pusat-pusat ekonomi selain pulau Jawa. Hal ini jelas terlihat dari kontribusi dominan Pulau Jawa di kisaran 58-59 persen ke PDB Indonesia.

"Sebelum otonomi kondisi kurang lebih sama, pembentuk PDB kita masih dikontribusikan oleh pulau Jawa tidak bergerak itu angka, 58 persen, 59 persen jadi memang hampir 60 persen Indonesia ini dibentuk oleh pulau Jawa. Tidak bisa seperti ini. Menggantungkan segala beban ke suatu pulau," ujar dia. (Knu)

Baca Juga:

Ekonom Sebut Wacana Pindah Ibu Kota Sangat Keliru

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan