Bukan Solusi, Raperda KTR DKI Dinilai Malah Perparah Pengangguran dan Hantam Daya Beli Masyarakat

Selasa, 24 Juni 2025 - Angga Yudha Pratama

Merahputih.com - Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (RTMM) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PD DKI Jakarta menyuarakan kekhawatiran serius terhadap Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR). Mereka memprediksi beleid ini berpotensi besar memicu peningkatan angka pengangguran di Jakarta.

Ketua Umum RTMM SPSI PD DKI Jakarta, Kusworo, menegaskan bahwa industri saat ini sedang melemah, dan tenaga kerja adalah pihak yang paling terdampak.

"Harapannya, jangan sampai regulasi yang dilahirkan Pemprov DKI justru semakin memantik gelombang PHK," kata Kusworo di Jakarta, Senin (23/6).

Baca juga:

Selain Denda Uang, Perokok Melanggar di Jakarta Bisa Kena Sanksi Ini

Kusworo menyoroti data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta per Februari 2025 yang menunjukkan angka 338 ribu warga Jakarta masih menganggur.

Menurutnya, pasal-pasal dalam Raperda KTR, seperti pelarangan total penjualan 200 meter dari fasilitas pendidikan, pelarangan pemajangan produk, dan pelarangan iklan, akan sangat menyulitkan pelaku usaha dan berujung pada PHK.

Data Survei Angkatan Nasional juga mencatat kenaikan 10,8 ribu orang pengangguran di Jakarta dibanding tahun lalu.

Kondisi ini, menurut Kusworo, seharusnya menjadi peringatan bahwa kebijakan yang salah dapat memperburuk situasi ketenagakerjaan.

Senada, Wakil Ketua FSP RTMM PD DKI Jakarta, Ujang Romli, menyatakan bahwa Pemprov DKI Jakarta seharusnya lebih fokus pada penciptaan tenaga kerja mandiri dan pembukaan lapangan kerja baru.

Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan keberlangsungan tenaga kerja agar Raperda KTR tidak menimbulkan efek domino negatif.

Baca juga:

Gerakan Berhenti Merokok Prioritaskan Turunnya Angka Perokok Pemula di Indonesia

Peningkatan angka PHK akan memperparah daya beli masyarakat dan menekan pendapatan, khususnya bagi kelas menengah ke bawah.

Oleh karena itu, Ujang berharap Pemprov DKI Jakarta mempertimbangkan dampak-dampak ini sebelum mengesahkan Raperda KTR.

"Keberlangsungan tenaga kerja harus jadi pertimbangan. Raperda KTR DKI Jakarta jangan sampai menimbulkan efek domino negatif pada kondisi tenaga kerja," kata Ujang.

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan