Banyak Makan Korban, Peneliti Minta UU ITE Dicabut
Kamis, 07 Maret 2019 -
MerahPutih.com - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Bivitri Susanti meminta pemerintah dan DPR segera mencabut Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Bivitri menilai, Undang-undang itu telah memakan banyak korban. Salah satunya aktivis HAM sekaligus Dosen Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Robertus Robet.
Robet ditetapkan sebagai tersangka ujaran kebencian lantaran diduga menghina TNI. Ia diduga memplesetkan mars ABRI saat aksi Kamisan di depan Istana Negara pada Kamis (28/2) lalu.
"Jadi menurut saya seharusnya (UU ITE) sudah dicabut. Idealnya dicabut, paling tidak pasal-pasal itu tuh yang soal penyebaran," ujar Bivitri di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat, Kamis (7/3).
Pengajar Ilmu Hukum Tata Negara di Sekolah Tinggi Hukum Jentera ini mengungkapkan dalam UU ITE terdapat pasal-pasal tertentu yang bisa menjerat orang yang sebenarnya hanya mengungkapkan pendapat.
"Karena Robet bukan yang pertama. Tadi malam juga ada beberapa orang nelayan yang ditangkap karena UU ITE. Dia diwawancara dan mengungkapkan kritik terhadap suatu pembangunan di Jakarta," ungkapnya.
Kemudian ia mencontohkan kasus yang menimpa mantan pegawai honorer di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Baiq Nuril yang beberapa waktu lalu dijerat UU ITE.
Padahal, menurut dia, Baiq Nuril menjadi korban UU ITE. Ia dituduh menyebarluaskan rekaman asusila yang dilakukan Kepala Sekolah SMA tersebut kepada dirinya.
"Baiq Nuril juga kena UU ITE, padahal dia korban. Saya kira sebaiknya UU ITE dicabut," imbuhnya.
Menurut Bivitri, UU ITE tidak tepat digunakan dalam negara yang memegang prinsip demokrasi. Namun, jika pemerintah dan DPR belum bisa mencabut aturan tersebut, ada baiknya aturan tidak digunakan terlebih dahulu.
"Sebuah pemerintahan demokratis seharusnya berkomitmen, kalaupun belum dicabut, UU ITE ini jangan digunakan dulu sebelum direview dan dilihat plus minusnya. Memang ini lebih banyak minusnya dari konteks demokrasi dan negara hukum," ujarnya.
Lebih lanjut Bivitri mengatakan, jika secara politik UU ITE masih belum bisa dicabut, negara hukum seharusnya bisa membuat legal policy. Ia menyebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa memerintahkan kejaksaan dan kepolisian untuk sementara menghentikan penggunaan UU ITE.
"Karena ini sudah terlalu banyak makan korban. Kita jadi seenaknya mengadukan orang, ibaratnya ini, saya lagi diwawancara terus ada yang videoin, bisa saja tiba-tiba saya kena. Ini kan sangat bertentangan dengan konstitusi kita sendiri soal kebebasan berpendapat," pungkasnya. (Pon)
Baca Juga: Dosen UJN Minta Polisi Telusuri Penyebar Potongan Video Robertus Robet