Baliho Demi Cari Popularitas dan Elektabilitas

Kamis, 12 Agustus 2021 - Alwan Ridha Ramdani

MerahPutih.com - Baliho Airlangga Hartarto yang terpajang di sejumlah daerah di Tanah Air diakui merupakan bagian dari upaya sosialisasi Calon Presiden (Capres) 2024.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, saat ini sudah 2021 maka strategi pengenalan pada publik terus ditingkatkan. Selain itu, diakui Golkar popularitas dan elektabilitas Airlangga masih rendah.

Baca Juga:

Pasang Baliho di Tengah Pandemi COVID-19, Elite Politik Dinilai Kurang Empati

"Awalnya atribut sosialisasi dilakukan secara sporadis oleh kader Golkar di daerah. Namun, kini pemasangan baliho tersebut telah diatur partai," kata Ahmad Doli kepada wartawan di Jakarta, Rabu (11/8).

Ia mengatakan perencanaan oleh partai juga disusun dengan baik. Apalagi, diperlukan kerja keras untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas Pak Airlangga Hartarto.

Doli mengatakan, terkait kesiapan Airlangga Hartarto sebagai Capres 2024, Ketua Umum Golkar tersebut belum memberikan jawaban karena masih fokus bekerja sebagai Menteri Koordinator bidang Perekonomian sekaligus Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KCP-PEN)

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion ( IPO) Dedi Kurnia Syah mengatakan, keberadaan baliho-baliho tersebut adalah upaya promosi elite partai politik demi mengejar popularitas dan soliditas internal.

Hal tersebut dilakukan karena mereka harus melalui tahap diusung partai politik lebih dulu. Baliho juga untuk mengukur apakah popularitas elite dapat meningkat lebih baik atau tidak.

"Jadi bukan soal tepat atau tidak karena masa pandemi, ini lebih kepada antisipasi kontestasi di internal partai," ujarnya.

Survei Elektabilitas. (Foto: Antara)
Survei Elektabilitas. (Foto: Antara)

Dedi menjelaskan popularitas yang tumbuh pada seorang tokoh akan melegitimasi ketokohan elite agar menaikkan nilai tawar partai politik saat membangun koalisi.

Seperti yang diketahui hingga hari ini semua partai masih dalam tahap saling menjajaki satu sama lain, belum ada kecenderungan penentuan arah koalisi secara pasti.

"Etis tidaknya itu bergantung dari simbol yang dibawa. Jika atas nama Ketua Umum Parpol, maka etis saja. Namun, tidak etis jika para elite menamakan baliho sebagai pejabat publik atau politik meskipun menggunakan anggaran parpol," ujarnya dikutip Antara. (*)

Baca Juga:

Marak Baliho Puan, DPP: Dibuat Atas Dasar Keputusan Rapat Fraksi PDIP DPR

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan