Ahok Dinilai Tak Layak Duduki Kursi Bos BUMN
Kamis, 21 November 2019 -
MerahPutih.com - Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengungkapkan alasannya menolak Basuki Tjajaha Purnama (Ahok) sebagai bos BUMN karena dinilai memiliki catatan hitam di bidang hukum.
Ia mengingatkan, ada beberapa kasus yang dianggap justru belum dipertanggungjawabkan oleh Ahok, seperti kasus pembelian lahan RS Sumber Waras.
Baca Juga:
"Saya ingin kasus hukum ini ditindaklanjuti," ujarnya kepada wartawan di Pulau Dua Resto, Jakarta, Kamis (21/11).

di Restoran Pulau Dua, Jakarta, Kamis (21/11). (Foto: MP/Kanugrahan)
Selain itu, menurut Marwan, masih ada beberapa kasus yang membuat integritas Ahok dipertanyakan.
"Saya jelaskan supaya ini fair. Jangan kita bicara hal objektif lalu dikira bicara politik," terangnya.
Dengan alasan itu, Marwan meragukan munculnya anggapan bahwa masuknya Ahok ke BUMN untuk melakukan bersih-bersih. Justru dengan integritas Ahok yang dipertanyakan, dia curiga pratik kotor di BUMN akan semakin merajalela.
"Kala dikatakan Ahok ingin bersih-bersih karena di BUMN banyak mafia. Kalau mau menyapu halaman secara bersih gunakanlah sapu yang bersih. Tapi kalau sapu belepotan banyak kotoran ya tidak bisa," tuturnya.
"Kalau Ahok diduga belepotan berbagai kasus korupsi, saya duga justru banyak orang yang lebih terkontaminasi atau bahkan ada dugaan melanggengkan mafia yang ada," tambahnya.
Baca Juga:
Dengan melihat rekam jejak itu, marwan berpendapat sangat tidak layak jika Ahok diberi kesempatan untuk menjadi petinggi di BUMN strategis
"Saya juga ingin mengatakan jangankan BUMN sestrategis PLN atau Pertamina, BUMN yang seperti PT Indo Glass atau DAMRI atau Pertamina yang di sektor pertanian itu saja sudah tidak layak," ujar Marwan.

Marwan menyebutkan, PT Pertamina adalah BUMN yang sangat vital dan bersentuhan langsung dengan aktivitas masyarakat sehari-hari.
Dia pun mempertanyakan apa dasar pemerintah merencanakan Ahok menjadi pejabat BUMN. Pasalnya, sejak kabar itu mengemuka, masyarakat pun gaduh menolaknya.
"Pemerintah juga harus memperhatikan aspirasi yang berkembang di masyarakat," tutupnya. (Knu)
Baca Juga: