Opsi Iran Balas AS: Sakiti Israel atau Blokade Selat Hormuz

Selasa, 07 Januari 2020 - Andika Pratama

MerahPutih.com - Perwira militer senior Iran sekaligus komandan Iran Revolutionary Guard Corps Mayor Jenderal Qasem Soleimani, tewas dihantam roket Militer Amerika Serikat (AS). AS meluncurkan serangan udara usai Soleimani turun dari pesawat yang mendarat di Bandara Baghdad, Irak.

Selain Soleimani, wakil komandan milisi Syiah Irak (PMF), Abu Mahdi al-Muhandis, petinggi milisi Kataib Hizbullah, dan seorang petugas protokoler bandara Irak, Mohammed Reda juga turut meninggal dalam insiden tersebut.

Baca Juga

Dubes Iran di PBB: Balasan untuk Aksi Militer Adalah Aksi Militer

Serangan ini terjadi dua hari setelah milisi Syiah Irak dan simpatisannya menyerbu kedutaan besar Amerika Serikat di Baghdad. Insiden itu terjadi setelah AS membombardir markas Kataib Hizbullah pada akhir pekan lalu hingga menewaskan 25 orang.

Garda Revolusi Iran sebelumnya mengklaim pasukan-pasukan anti-Amerika Serikat di seluruh dunia Muslim akan membalas pembunuhan pemimpin Pasukan Quds, Mayor Jenderal Soleimani.

Ribuan orang menghadiri prosesi pemakaman pemimpin Pasukan Elite Quds, Mayor Jenderal Qassem Soleimani yang tewas karena serangan udara di Teheran, Senin (6/1/2020). ANTARA FOTO/Nazanin Tabatabaee/WANA (West Asia News Agency) via REUTERS/pras.
Ribuan orang menghadiri prosesi pemakaman pemimpin Pasukan Elite Quds, Mayor Jenderal Qassem Soleimani yang tewas karena serangan udara di Teheran, Senin (6/1/2020). ANTARA FOTO/Nazanin Tabatabaee/WANA (West Asia News Agency) via REUTERS/pras.

"Garda Revolusi, bangsa Iran yang bijaksana dan front perlawanan di dunia Muslim yang membentang luas akan membalas tumpahnya darah syuhada ini (Soleimani)," kata juru bicara Garda Revolusi Iran, Ramezan Sharif dalam siaran televisi nasional Iran yang dikutip Reuters, Jumat pekan lalu.

"Kegembiraan Zionis dan Amerika dalam waktu dekat akan berubah menjadi ratapan," sambung dia.

Hal senada disampaikan Menteri Pertahanan Iran Amir Hatami. Hatami menegaskan pemerintahnya akan mengambil langkah pembalasan atas pembunuhan Soleimani.

“Balas dendam yang menghantam akan kami lakukan untuk pembunuhan tidak adil terhadap Soleimani. Kami akan membalas semua yang terlibat dan bertanggung jawab atas pembunuhan itu,” ujar Hatami dilansir Kantor Berita IRNA.

Analis konflik dan terorisme Timur Tengah, Alto Luger berpendapat, meski Pemerintah Iran telah mengeluarkan pernyataan keras atas terbunuhnya Soleimani, namun Iran tak akan mendeklarasikan perang terhadap AS.

"Walaupun tindakan AS bisa dikategorikan sebagai 'Act of War', alias deklarasi perang, Iran tidak akan menyatakan perang melawan AS," kata Alto saat dihubungi MerahPutih.com, Selasa (7/1).

Baca Juga

Jika Amerika dan Iran Perang, PA 212 Ingatkan Potensi Kemarahan Kelompok Syiah di Indonesia

Menurut Alto, tewasnya Soleimani menciptakan 'fait accompli' bagi pemerintah Iran. Jika Iran tak membalas serangan AS, akan dianggap lemah oleh negara-negara luar dan warganya sendiri.

"Tapi kalau balas, maka mereka tahu mereka akan berdarah-darah, apalagi (Presiden AS Donald) Trump secara langsung sudah menciptakan deteren dengan menyebut ada 52 target apabila Iran membalas," kata dia.

Alto menjelaskan opsi yang dapat ditempuh Iran untuk membalas serangan AS terbatas. Di antaranya, kata Alto, Iran dapat melancarkan aksi balas dendam lewat proksinya di Timur Tengah, misalnya lewat Hizbullah maupun HAMAS.

"Targetnya adalah Israel. Kemungkinan ini ada, tapi kecil, dan tidak akan dilakukan secara besar-besaran dan berkepanjangan," ujarnya.

Selain itu, HAMAS dan Hizbullah punya agenda politik tersendiri sehingga mereka juga akan memikirkan cost-benefit untuk mereka.

Warga Iran mengusung peti mati Komandan Garda Revolusi Iran, Mayor Jenderal Qasem Soleimani yang terbunuh dalam serangan udara di bandara Baghdad, di Ahvaz, Iran, Minggu (5/1/2020). ANTARA FOTO/Hossein Mersadi/Fars news agency/WANA (West Asia News Agency) via REUTERS/aww.
Warga Iran mengusung peti mati Komandan Garda Revolusi Iran, Mayor Jenderal Qasem Soleimani yang terbunuh dalam serangan udara di bandara Baghdad, di Ahvaz, Iran, Minggu (5/1/2020). ANTARA FOTO/Hossein Mersadi/Fars news agency/WANA (West Asia News Agency) via REUTERS/aww.

Kemudian, lanjut Alto, Iran dapat memilih opsi memblokade Selat Hormuz, dengan memakai kapal-kapal kecil untuk mengganggu pelayaran kapal-kapal, terutama tanker di Selat tersebut.

"Ini kemungkinan yang lebih tinggi, tapi cukup berisiko juga," imbuhnya.

Pasalnya, saat ini gugus tempur USS Abraham Lincoln sedang berada di Selat Hormuz. Ini adalah gugus tempur dengan kekuatan persenjataan nuklir yang siap melawan dan menghadapi eskalasi militer Iran.

Alto melanjutkan, langkah terakhir, Iran berharap ada retaliasi perdagangan yang dilakukan oleh kekuatan hegemoni penyeimbang AS seperti Russia dan China. Namun, menurutnya, kemungkinan ini kecil, apalagi dunia sedang bersiap memasuki resesi global tahun ini.

"Baik Russia maupun China tidak ingin menjadi tukang pukul bagi negara lain," tuturnya.

Baca Juga

Pejabat AS: Pasukan Rudal Iran Sudah Siaga Tinggi

Dengan kondisi seperti itu, Alto menilai meskipun serangan terhadap Jenderal Soleimani adalah sebuah tindakan beresiko yang dilakukan oleh AS, Iran hanya punya opsi terbatas untuk melawannya.

"Iran sangat tahu bahwa kekuatan militer mereka, maupun kekuatan ekonomi mereka tidak akan mampu mendukung konfrontasi langsung antara mereka dengan AS," pungkasnya. (Pon)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan