91 WNI Terjerat Perdagangan Orang Masih Terjebak di Myanmar

Jumat, 22 November 2024 - Alwan Ridha Ramdani

MerahPutih.com - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI menyatakan 91 warga negara Indonesia (WNI) yang diduga menjadi korban TPPO masih berada di Myawaddy, Myanmar. Kemenlu paling tidak sudah bisa membawa 44 orang dipulangkan ke Tanah Air.

Direktur Pelindungan WNI-BHI Kemlu Judha Nugraha mengatakan, Kemlu RI telah melakukan berbagai macam upaya untuk membantu mereka, termasuk dengan mengomunikasikan keberadaan 91 WNI tersebut kepada Pemerintah Myanmar.

Selain itu, Kemlu juga telah melakukan beberapa komunikasi informal dengan berbagai pemangku kepentingan yang ada di daerah tersebut.

"Namun, kita pahami bahwa Myawaddy itu adalah wilayah konflik bersenjata dan tidak dikuasai oleh Tatmadaw. Tatmadaw ini militer dari Myanmar, namun dikuasai oleh kelompok etnis bersenjata. Ini menciptakan komplikasi tersendiri," katanya.

Baca juga:

Kisah 12 WNI Terduga Korban Penipuan Pekerjaan di Myanmar

Ia memastikan, Kemlu RI terus berupaya untuk membantu pemulangan 91 WNI tersebut, sehingga mereka bisa mengikuti jejak 44 WNI lain yang sudah bisa dipulangkan ke Tanah Air.

"Kita harapkan 91-nya segera bisa menyusul," kata Judha.

Dia menambahkan, selain membantu pemulangan para WNI yang diduga menjadi korban TPPO tersebut, Kemlu RI melalui upaya bersamanya dengan Kementerian PPMI juga berupaya mendorong langkah pencegahan yang efektif sehingga mereka tidak menjadi korban kejahatan serupa di kemudian hari.

"Karena kami masih mencatat banyak warga negara kita yang berangkat ke luar negeri untuk mengejar berbagai macam lowongan pekerjaan di luar negeri dengan gaji yang sangat tinggi namun tidak sesuai prosedur. Mereka terjebak di kasus-kasus online scheme," katanya.

Sebelumnya, RD, ayah salah satu korban TPPO di Myanmar, mengungkap bahwa anaknya bekerja selama lebih dari 12 jam (jam 4 sore-9 pagi) setiap harinya, tidak mendapatkan upah dan terkadang mendapatkan sanksi fisik seperti angkat galon selama 1 jam apabila tidak memenuhi target pekerjaan.

"Pernah satu malam dipenjara dengan kondisi dilarang tidur, tidak mendapat makanan dan terjadi kekerasan fisik yang menyebabkan memar serta bengkak. Setelah itu dibebaskan dan bekerja lagi," kata RD menjelaskan adanya ruang penahanan bagi karyawan yang tidak mencapai target.

RD mengungkap awal kronologi yang akhirnya membawa sang anak ke Myanmar. Mulanya sang anak mencari pekerjaan melalui media sosial Facebook dan dijanjikan posisi administrasi di sebuah restauran.

Setelah diterima kerja, dia kemudian dimasukkan ke dalam grup Telegram yang berisi para calon pekerja.

"Anak saya juga mengajak keponakan yang juga mencari pekerjaan," katanya. (*)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan