8 Alasan Korban KDRT Sulit Keluar dari Hubungannya

Kamis, 15 Agustus 2024 - Angga Yudha Pratama

Merahputih.com - Perempuan adalah kelompok yang menjadi korban Kasus Kekerasan Dalam Rumah (KDRT) paling banyak. Masalahnya, perempuan juga yang mengalami kesulitan untuk lepas dari hubungan tersebut.

Psikolog Keluarga dan anak, Samanta Elsener mengatakan bahwa beberapa kasus KDRT dengan korban perempuan memang ada kecenderungan untuk memaafkan pelaku. Namun, justru hal tersebut tak memutuskan rantai KDRT terhadap korban.

"Korban memaafkan pelaku membuat siklus KDRT berulang kali terjadi dan sulit keluar dari pola tersebut," ujar Samanta kepada Merahputih.com, Kamis (15/8).

Baca juga:

Psikolog Ungkap Dampak Buruk KDRT pada Ibu

Adapun alasan lebih lengkap mengapa perempuan sulit untuk memutus rantai KDRT telah dikemukan oleh Organisasi pemerhati perlindungan perempuan Women Agains Abuse Organization.

Mereka melalui lamannya menyebut delapan alasan. Yakni risiko ancaman, pertimbangan anak, isolasi, harapan menjadi lebih baik, kurang sumber daya, disabilitas, hambatan sosial hingga status imigrasi.

1. Risiko ancaman

Banyak korban secara realistis takut bahwa tindakan pasangan mereka yang kasar akan menjadi lebih kasar dan bahkan mematikan jika mereka mencoba meninggalkan pasangan mereka.

Pelaku kekerasan mungkin mengancam akan membunuh mereka atau menyakiti anak, anggota keluarga, atau hewan peliharaan mereka jika mereka meninggalkan pasangan mereka.

2. Alasan anak-anak

Banyak penyintas khawatir akan nasib anaknya. Kekhawatiran yang mungkin muncul adalah: Apakah pasangan saya akan memenangkan hak asuh anak-anak? Bagaimana saya akan menghidupi anak-anak saya tanpa penghasilan pasangan saya? Saya ingin anak-anak saya memiliki dua orang tua.

3. Isolasi

Korban tidak punya support system yang mendukungnya untuk keluar dari hubungan itu.

Korban mungkin tidak memiliki siapa pun yang dapat dimintai bantuan, karena isolasi merupakan dinamika
utama kekerasan pasangan intim.

4. Siklus Kekerasan dan Harapan untuk Perubahan

Biasanya pelaku melancarkan aksi KDRTnya memiliki siklus kekerasan, terbagi tiga fase yakni fase bulan madu (ketika segala sesuatu dalam hubungan tampak indah), ketegangan meningkat, dan insiden kekerasan.

Banyak pelaku melakukan kekerasan menjadi menyesal setelah melakukan kekerasan, dan berjanji bahwa mereka akan berubah (memulai fase bulan madu lagi). Siklus ini membuat sulit untuk melepaskan diri dari pasangan yang suka melakukan kekerasan.

Baca juga:

Ketua DPR Minta Semua Pihak Berkomitmen Perangi KDRT


5. Kurangnya Sumber Daya

Korban mungkin tidak memiliki sumber pendapatan sendiri karena kekerasan finansial, atau mungkin tidak memiliki akses ke perumahan, uang tunai, atau rekening bank alternatif.

6. Hambatan Sosial

Beberapa penyintas mungkin tidak percaya bahwa perceraian adalah alternatif yang layak.

Beberapa dibebankan sebagai yang bertanggung jawab untuk mewujudkan keberhasilan pernikahan mereka, atau menjaga keutuhan keluarga. Ada pula pandangan bahwa korban yang bercerai adalah tindakan memalukan dan tercela.

7. Memiliki disabilitas

Disabikitas berisiko lima kali lebih rentan alami kekerasan ketimbang nom disabilitas.

8. Imigrasi

Hal ini biasa terjadi pada pasangan beda negara. Korban kekerasan biasanya enggan keluar dari hubungannya takut bermasalah status imigrasinya, takut dideportasi, terpisah dengan anak, kendala bahasa dan macam lainnya. (Tka)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan