Kewenangan Pidana Ujaran Kebencian Terhadap Presiden, Polisi Tak Boleh Asal Tindak


Pengamat Politik Wempy Hadir (MP/Kanu)
MerahPutih.Com - Pengamat politik Wempy Hadir mengingatkan bahwa polisi harus hati-hati dalam menertibkan ruang publik dari ujaran kebencian terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat COVID-19.
Wempy mengatakan, kalau yang dilakukan adalah kritik terhadap pemerintah dengan berbagai solusi yang ditawarkan, maka tidak seharusnya mereka ditindak atau diproses secara hukum.
Baca Juga:
Antisipasi Gangguan Keamanan, Pengiriman Logistik dan BBM Bakal Dikawal Polisi
Pasalnya hal tersebut sudah diatur dalam undang-undang kita tentang kebebasan menyatakan pendapat.
"Sebab jika polisi tidak hati-hati di lapangan, bisa menyebabkan bias dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka atau diproses secara hukum," kata Wempy kepada merahputih.com di Jakarta, Rabu (8/4).

Direktur Indo Polling Network ini menambahkan, kalau pemerintah dikritik dan saran dan solusi alternatif yang disampaikan bisa dijadikan rujukan bagi pemerintah untuk memecahkan sebuah masalah.
"Pemerintah tidak boleh alergi dengan kritik," sebut Wempy.
Ia melihat, kritik sebagai bukti bahwa masyarakat terlibat dan berpartisipasi dalam mengawasi jalannya pemerintahan. Dan hal itu sangat lumrah dengan negara demokratis seperti Indonesia.
"Tinggal harus dipilah mana kritik yang konstruktif dan mana yang destruktif," sebut Wempy.
Tentu pemerintah butuh kritik yang konstruktif ditengah persoalan besar yang sedang kita hadapi.
"Pemerintah butuh peran aktif dan positif dari warga dengan bergotong-royong menangani Covid-19 agar Indonesia segera bebas dari ancaman penyakit ini," terang Wempy.
Menurut Wempy, seluruh dunia sedang meghadapi persoalan serius saat ini yakni menanggulangi Corona virus yang sudah menimbulkan ribuan korban jiwa.
"Tentu yang menjadi konsen polisi adalah konten yang berisi ujaran kebencian dan menyerang pribadi presiden bukan dalam bentuk kritikan," jelas pria asal NTT ini.
Baca Juga:
Seperti diketahui, sejumlah surat telegram dikeluarkan Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis tentang upaya penegakan hukum untuk mencegah penyebaran wabah virus corona. Salah satunya Surat Telegram Nomor ST/1100/IV/HUK.7.1/2020 mengenai penghinaan terhadap presiden dan pejabat negara.
Surat telegram itu banyak mendapat kritikan dari sejumlah kalangan. Menurut Idham, proses penegakkan hukum memang tidak bisa memuaskan semua orang.(Knu)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Disebut Calon Terkuat Kapolri Gantikan Jenderal Listyo Sigit, Komjen Suyudi Malah Pilih Fokus Bekerja

Setelah Penangkapan para Perusuh, Polda Metro Bantah Rumor Incar para Pendemo untuk Dipidana

Kebijakan KPU Batasi Akses Ijazah Capres/Cawapres, Pengamat Politik: Berpotensi Langgar Keterbukaan Publik

Aksi Unjuk Rasa Tolak Reformasi Polri di Depan Gedung DPR Jakarta

KPU tak Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, Pengamat: Berpotensi Langgar Undang-undang

Sosok Kapolri Baru Pilihan Prabowo Disebut Lebih Muda daripada Jenderal Listyo Sigit, Pengamat Intelijen Ibaratkan Sistem ‘Urut Kacang’

Prabowo Mau Reformasi Polri, SETARA Institute yakin Citra Negatif Polisi Bisa Terkikis

Polda Metro Sebar Kontak Telepon ‘Posko Orang Hilang’, Terima Laporan Anggota Keluarga atau Kerabat yang tak Ada Kabar

27 Perwira Tinggi Polri Naik Pangkat, Karyoto hingga Suyudi Jadi Komjen

Komisi Khusus Bakal Dibentuk, Presiden Prabowo Segera Reformasi Total Institusi Kepolisian
