Kesehatan

WHO Minta Negara Maju Menahan Pemberian Booster Vaksin COVID-19

Muchammad YaniMuchammad Yani - Kamis, 05 Agustus 2021
WHO Minta Negara Maju Menahan Pemberian Booster Vaksin COVID-19

Ada dosis vaksin COVID-19 di AS yang tidak akan bertahan lama untuk dikirim ke tempat lain. (Foto: 123RF/Prometeus)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

ORGANISASI Kesehatan Dunia atau WHO meminta negara-negara kaya untuk menunggu memberikan dosis vaksin COVID-19 kepada warganya hingga setidaknya akhir September agar memberi lebih banyak kesempatan kepada orang-orang di negara lain yang belum mendapatkan dosis pertama dari suntikan yang menyelamatkan jiwa ini.

Direktur Jenderal WHO Tedros Ghebreyesus, PhD, mengatakan, lebih dari 80 persen dari 4 miliar dosis vaksin yang diberikan di seluruh dunia telah didistribusikan ke negara-negara maju berpenghasilan tinggi. Padahal, mereka mewakili kurang dari setengah populasi dunia.

Baca juga:

Facebook Minta Seluruh Karyawan di AS Gunakan Masker Saat di Kantor

“Saya memahami perhatian semua pemerintah untuk melindungi rakyatnya dari varian Delta,” kata Ghebreyesus seprti diberitakan webmd.com (5/8).

“Tetapi kami tidak dapat menerima negara-negara yang telah menggunakan sebagian besar pasokan vaksin global menggunakan lebih banyak lagi, sementara orang-orang yang paling rentan di dunia tetap tidak terlindungi,” dia menambahkan.

Lebih dari 80 persen dosis vaksin dunia telah didistribusikan ke negara-negara maju. (Foto: 123RF/ismagilov)
Lebih dari 80 persen dosis vaksin dunia telah didistribusikan ke negara-negara maju. (Foto: 123RF/ismagilov)

Sejauh ini, negara-negara berpenghasilan tinggi telah memberikan sekitar 100 dosis vaksin untuk setiap 100 orang, sementara negara-negara berpenghasilan rendah hanya memberikan 1,5 dosis untuk setiap 100 orang.

“Yang berarti, di beberapa negara paling rentan di dunia dengan sistem kesehatan terlemah, petugas kesehatan bekerja tanpa perlindungan, populasi yang lebih tua tetap berisiko tinggi,” kata Bruce Aylward, MD, penasihat senior WHO untuk perubahan organisasi.

Namun, tidak semua pihak setuju dengan permintaan tersebut. Leana Wen, MD, seorang profesor tamu di Milken Institute School of Public Health di George Washington University, AS, mengatakan sudah ada dosis di Amerika Serikat yang tidak akan bertahan cukup lama untuk dikirim ke tempat lain.

Baca juga:

Debut Boneka Barbie dari Sosok Pengembang Vaksin COVID-19 Inggris

"Ya, kita perlu menyebarkan vaksin ke dunia (yang juga termasuk membantu distribusi, bukan hanya pasokan), tetapi ada dosis yang kedaluwarsa di sini, di AS. Mengapa tidak mengizinkan mereka yang mengalami imunosupresi untuk menerimanya?" katanya di Twitter.

Israel menjadi negara pertama yang mulai memberikan suntikan booster kepada beberapa penduduk pada hari Minggu (1/8), dengan menawarkan dosis tambahan kepada lansia yang lebih dari 5 bulan melewati vaksinasi terakhir mereka. Pada hari Senin (2/8), Jerman juga mengumumkan mulai September akan memberikan dosis booster kepada warga rentan, seperti penghuni panti jompo.

Direktur Jenderal WHO meminta para pemimpin negara-negara maju menunda distribusi dosis booster. (Foto: npr.org)
Direktur Jenderal WHO meminta para pemimpin negara-negara maju menunda distribusi dosis booster. (Foto: npr.org)

Aylward menekankan, moratorium itu bertujuan untuk mencoba untuk menahan kebijakan sampai seluruh dunia berhasil mengejar ketertinggalan dalam program vaksinasi. Dia mengatakan, sudah jelas dari kondisi darurat akibat varian demi varian, bahwa bila tidak menghentikan penularan virus di seluruh dunia, pandemi akan terus menekan efektivitas vaksin. “Kita tidak bisa keluar dari pandemi kecuali seluruh dunia keluar bersama-sama,” kata Aylward.

“Kita membutuhkan perubahan yang mendesak, dari sebagian besar vaksin masuk ke negara-negara berpenghasilan tinggi menjadi mayoritas ke negara-negara berpenghasilan rendah,” kata Ghebreyesus.

Dia pun meminta para pemimpin negara-negara berpenghasilan tinggi untuk menunda pendistribusian dosis booster hingga setidaknya 10 persen dari populasi dunia divaksinasi.

“Untuk mewujudkan itu, kita membutuhkan kerja sama semua orang, terutama segelintir negara dan perusahaan yang mengendalikan pasokan vaksin global,” demikian Tedros Ghebreyesus. (aru)

Baca juga:

Tuan Rumah Olimpiade Alami Peningkatan Tajam Kasus COVID-19

#Kesehatan
Bagikan
Ditulis Oleh

Muchammad Yani

Lebih baik keliling Indonesia daripada keliling hati kamu

Berita Terkait

Indonesia
Pemerintah Bakal Hapus Tunggakan BPJS Kesehatan Warga
Langkah ini merupakan bagian dari agenda besar pemerintah dalam memperkuat jaring pengaman sosial, terutama bagi masyarakat rentan.
Alwan Ridha Ramdani - Kamis, 02 Oktober 2025
Pemerintah Bakal Hapus Tunggakan BPJS Kesehatan Warga
Lifestyle
Waspadai Tanda-Tanda Mata Minus pada Anak
Pertambahan mata minus ini akan mengganggu aktivitas belajar maupun perkembangan anak
Angga Yudha Pratama - Rabu, 01 Oktober 2025
Waspadai Tanda-Tanda Mata Minus pada Anak
Fun
Strategi Sehat Kontrol Kolesterol, Kunci Sederhana Hidup Berkualitas
Satu dari tiga orang dewasa di Indonesia memiliki kadar kolesterol tinggi.
Ananda Dimas Prasetya - Selasa, 30 September 2025
Strategi Sehat Kontrol Kolesterol, Kunci Sederhana Hidup Berkualitas
Indonesia
Peredaran Rokok Ilegal Dinilai Mengganggu, Rugikan Negara hingga Merusak Kesehatan
Peredaran rokok ilegal dinilai sangat mengganggu. Sebab, peredarannya bisa merugikan negara hingga merusak kesehatan masyarakat.
Soffi Amira - Kamis, 25 September 2025
Peredaran Rokok Ilegal Dinilai Mengganggu, Rugikan Negara hingga Merusak Kesehatan
Indonesia
Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak
Pemerintah DKI melalui dinas kesehatan akan melakukan penanganan kasus campak agar tidak terus menyebar.
Dwi Astarini - Jumat, 12 September 2025
Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak
Indonesia
Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian
Langkah cepat yang diambil jajaran Dinkes DKI untuk mencegah penyakit campak salah satunya ialah melalui respons penanggulangan bernama ORI (Outbreak Response Immunization).
Dwi Astarini - Selasa, 09 September 2025
Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian
Indonesia
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong
Lonjakan kasus malaria yang kembali terjadi setelah daerah tersebut sempat dinyatakan eliminasi pada 2024 itu harus menjadi perhatian serius pemerintah pusat dan daerah.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong
Lifestyle
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Stres dapat bermanifestasi pada gangguan di permukaan kulit.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Dunia
Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat
Menkes AS juga menghapus program pencegahan penyakit yang krusial.
Dwi Astarini - Rabu, 03 September 2025
Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat
Lifestyle
Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular
Mereka yang membatasi makan kurang dari delapan jam sehari memiliki risiko 135 persen lebih tinggi meninggal akibat penyakit kardiovaskular.
Dwi Astarini - Selasa, 02 September 2025
Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular
Bagikan