Tidak Ada Kegentingan yang Memaksa Presiden Jokowi Terbitkan Perppu KPK

Eddy FloEddy Flo - Minggu, 06 Oktober 2019
 Tidak Ada Kegentingan yang Memaksa Presiden Jokowi Terbitkan Perppu KPK

Anggota DPR dari Fraksi PDIP Ansy Lema (Foto: Dok Pribadi)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.Com - Anggota DPR RI dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema menilai, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak perlu menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Ansy, Perppu KPK adalah hak subjektif presiden dan sifatnya sementara saja. Berbagai elemen masyarakat dan mahasiswa sebaiknya mengajukan gugatan atas UU KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar keputusannya mengikat dan permanen.

Baca Juga:

Pakar Hukum Tata Negara: Presiden Jokowi Tidak Bisa Dimakzulkan Hanya Karena Perppu

Mantan aktivis 1998 itu mengatakan, tidak ada kondisi “kegentingan” yang memaksa Presiden menerbitkan Perppu KPK. Tidak pula ada kekosongan hukum yang mengharuskan perlu diterbitkan Perppu.

Menurut Politisi PDIP Ansy Lema tidak ada kegentingan yang memaksi Presiden Jokowi terbitkan Perppu KPK
Menurut politisi PDIP, Ansy Lema tidak ada kegentingan yang mengharuskan Presiden Jokowi terbitkan Perppu KPK (Foto: Dok Pribadi)

“Saya menilai demonstrasi mahasiswa bukan kondisi kegentingan memaksa. Suara mereka didengar, direspons secara baik oleh Presiden dan DPR. Presiden dan DPR tidak menutup telinga, justru mendengar suara-suara di ruang publik," kata Ansy dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (5/10) kemarin.

Ia menilai, respons itu sudah dibuktikan melalui penundaan pengesahan RUU KHUP, RUU Minerba, RUU PKS dan RUU Pertanahan. Empat dari lima tuntutan mahasiswa dipenuhi Presiden. Bahkan Presiden mengundang mahasiswa untuk berdiskusi, namun ditolak mahasiswa.

"Itu menunjukan bahwa Presiden dan DPR terbuka terhadap koreksi dan sadar bahwa proses pengambilan keputusan politik bisa keliru. Ini yang oleh filsuf Karl Popper disebut konsep falsifikasi dalam proses pengambilan kebijakan,” ujar Ansy.

Wakil rakyat asal NTT itu mengatakan, Presiden dan DPR sudah mengakui ada prinsip falsifikasi (bisa salah) dalam demokrasi.

Artinya, keputusan politik bisa salah, maka perlu dikoreksi dan revisi. Pengakuan akan kesalahan itu membuka ruang bagi koreksi agar produk legislasi menjadi semakin berkualitas dan mampu menjadi engsel bagi kehidupan bernegara.

Itulah proses dialektika dalam demokrasi kita dewasa ini. Ini bukti kualitas demokrasi kita makin maju karena institusi politik selalu terbuka untuk dikritik dan dikoreksi. Presiden Joko Widodo tidak anti kritik.

“Terkait ini pemikir Jurgen Habermas menekankan pentingnya proses penalaran dialektis dalam pengambilan keputusan publik”, jelas Ansy.

Presiden Jokowi sampai saat ini belum menerbitkan Perppu KPK
Presiden Jokowi sampai saat ini belum terbitkan Perppu KPK (Foto: antaranews)

Ansy mengatakan, tentu saja korupsi adalah musuh bersama yang harus dilawan, sebagaimana disuarakan mahasiswa.

Karena itu, ia misalnya secara pribadi berkomitmen untuk hanya akan menerima uang yang ada potongan pajaknya dan tidak menerima gratifikasi. Pejabat publik juga tidak boleh terjebak pada konflik kepentingan (conflict of interest). Akar korupsi adalah karena pejabat tidak bebas dari konflik kepentingan.

“Pejabat publik jatuh karena orang dekat (suami, istri, anak, ponakan, kakak, adik saudara dan tim pemenangan) yang minta proyek. Maka saya akan tegas terlebih dahulu terhadap orang dekat saya. Jangan ada yang manfaatkan kekuasaan untuk main proyek, untuk perkaya diri,” tegasnya.

Namun, kata dia, lembaga hukum seperti KPK harus siap untuk dikoreksi dan direvisi. Lembaga yang tidak mau diawasi dan dikoreksi justru mengangkangi semangat demokrasi.

Maka, pengawasan terhadap KPK penting dalam sistem demokrasi. KPK memiliki wewenang penyadapan dan penangkapan.

"Untuk mencegah terjadinya abuse of power, keberadaan lembaga pengawas menjadi sangat penting. Lembaga pengawas harus dipikirkan seperti apa modelnya. Aneh jika dalam sistem demokrasi, masih ada lembaga publik yang imun terhadap pengawasan," ungkapnya.

Baca Juga:

Surya Paloh Sebut Jokowi Bisa Dilengserkan Karena Perppu, Eks Ketua KPK: Mau Impeachment Pakai Apa?

Ansy mengatakan, tidak semua keputusan politik Presiden bisa memuaskan semua pihak. Pasti ada yang tidak puas. Jika ada yang tak puas dengan keputusan Presiden terkait UU KPK, bisa ditempuh melalui mekanisme konstitusional, yakni mengajukan gugatan ke MK.

"Keputusan MK lebih pasti dan mengikat. Perppu bersifat sementara, dan ketika hendak dijadikan UU, Presiden mesti meminta persetujuan DPR. Judicial Review ke MK adalah saluran konstitusional yang disediakan dalam sistem demokrasi," pungkas Ansy Lema.(Knu)

Baca Juga:

Demokrat Yakin Presiden Jokowi Bakal Terbitkan Perppu KPK

#Politisi PDIP #Anggota DPR #Perppu #Revisi UU KPK
Bagikan
Ditulis Oleh

Eddy Flo

Simple, logic, traveler wanna be, LFC and proud to be Indonesian

Berita Terkait

Indonesia
Legislator PKB Dorong Percepatan Pengadaan Lahan Relokasi bagi Korban Bencana Aceh-Sumatra
Dampak bencana tidak hanya menyebabkan kerusakan rumah, tetapi juga membuat sebagian warga kehilangan tanah dan sumber penghidupan.
Dwi Astarini - Jumat, 19 Desember 2025
Legislator PKB Dorong Percepatan Pengadaan Lahan Relokasi bagi Korban Bencana Aceh-Sumatra
Indonesia
[HOAKS atau FAKTA ]: Menkeu Purbaya Usulkan Gaji Guru Setara Anggota DPR
Beredar informasi yang menyebut Menkeu Purbaya akan menaikkan gaji guru setara dengan anggota DPR. Simak faktanya!
Ananda Dimas Prasetya - Rabu, 10 Desember 2025
[HOAKS atau FAKTA ]: Menkeu Purbaya Usulkan Gaji Guru Setara Anggota DPR
Indonesia
Legislator Dukung Presiden Pecat Bupati Aceh Selatan
Tindakan Bupati Mirwan MS tersebut merupakan bentuk kelalaian serius dan pelanggaran terhadap tanggung jawab seorang kepala daerah.
Dwi Astarini - Selasa, 09 Desember 2025
Legislator Dukung Presiden Pecat Bupati Aceh Selatan
Indonesia
Jangka Waktu Lahan IKN Dipangkas MK, DPR Peringatkan Bahaya Penguasaan Tanah Terlalu Lama
Penguasaan lahan yang terlampau lama berpotensi menyalahi Undang-Undang Pokok Agraria
Angga Yudha Pratama - Jumat, 21 November 2025
Jangka Waktu Lahan IKN Dipangkas MK, DPR Peringatkan Bahaya Penguasaan Tanah Terlalu Lama
Indonesia
Mahasiswa Uji Materi UU MD3, Ketua Baleg DPR: Bagian dari Dinamika Demokrasi
Judicial review yang dilakukan mahasiswa merupakan dinamika yang terus dibangun dalam demokrasi.
Dwi Astarini - Jumat, 21 November 2025
Mahasiswa Uji Materi UU MD3, Ketua Baleg DPR: Bagian dari Dinamika Demokrasi
Indonesia
PDIP Ingatkan Risiko Konflik Horizontal jika Wewenang Pemecatan Anggota DPR Diberikan kepada Publik
Bila wakil rakyat tersebut tidak bekerja sesuai harapan, mereka bisa tidak memilih anggota dewan itu lagi di pemilu selanjutnya.
Dwi Astarini - Kamis, 20 November 2025
PDIP Ingatkan Risiko Konflik Horizontal jika Wewenang Pemecatan Anggota DPR Diberikan kepada Publik
Indonesia
Pengamat Soroti Sanksi untuk Sahroni dkk, Ada Upaya ‘Melindungi’ Teman Sendiri
Mempertanyakan langkah MKD yang cepat memutuskan kasus pelanggaran etik lima legislator nonaktif tanpa pemeriksaan mendalam.
Dwi Astarini - Kamis, 06 November 2025
Pengamat Soroti Sanksi untuk Sahroni dkk, Ada Upaya ‘Melindungi’ Teman Sendiri
Indonesia
Dinyatakan Langgar Etik dan Dijatuhi Sanksi Nonaktif 6 Bulan, Ahmad Sahroni Hormati Putusan MKD DPR
MKD DPR menjatuhkan sanksi nonaktif enam bulan kepada anggota DPR Fraksi NasDem Ahmad Sahroni atas pelanggaran kode etik buntut aksi unjuk rasa di Kompleks Parlemen Senayan. Sahroni menyatakan menerima putusan tersebut.
Ananda Dimas Prasetya - Rabu, 05 November 2025
Dinyatakan Langgar Etik dan Dijatuhi Sanksi Nonaktif 6 Bulan, Ahmad Sahroni Hormati Putusan MKD DPR
Indonesia
Hormati Putusan MKD DPR, Uya Kuya: Sidang Etik Berjalan Objektif dan Profesional
Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menyatakan anggota DPR Fraksi PAN Uya Kuya tidak terbukti melanggar kode etik usai sidang etik buntut aksi unjuk rasa Agustus 2025. Uya menerima keputusan tersebut dengan lapang dada.
Ananda Dimas Prasetya - Rabu, 05 November 2025
Hormati Putusan MKD DPR, Uya Kuya: Sidang Etik Berjalan Objektif dan Profesional
Indonesia
MKD Putuskan Sanksi untuk 5 Anggota DPR Nonaktif, Sahroni dan Eko Patrio Dihukum Paling Berat
MKD menjatuhkan sanksi kepada lima anggota DPR nonaktif. Tiga melanggar kode etik, dua kembali aktif, dengan Sahroni menerima sanksi paling berat.
Ananda Dimas Prasetya - Rabu, 05 November 2025
MKD Putuskan Sanksi untuk 5 Anggota DPR Nonaktif, Sahroni dan Eko Patrio Dihukum Paling Berat
Bagikan