Pakar Hukum Tata Negara: Presiden Jokowi Tidak Bisa Dimakzulkan Hanya Karena Perppu
Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai tidak ada pemakzulan terhadap Presiden Jokowi bila terbitkan Perppu KPK (Foto: antaranews)
MerahPutih.Com - Pro dan kontra desakan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) KPK mendapat tanggapan dari pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti.
Menurut Bivitri, Presiden Jokowi tidak dimakzulkan hanya karena menerbitkan Perppu. Sebab dari aspek hukum tata negara hal itu sesuai dengan konstitusi.
Baca Juga:
Surya Paloh Sebut Jokowi Bisa Dilengserkan Karena Perppu, Eks Ketua KPK: Mau Impeachment Pakai Apa?
"Itu keliru dari aspek hukum tata negara, karena Perppu itu sendiri konstitusional," ujar Bivitri di Jakarta, Jumat (4/10).
Pakar yang juga analis politik ini menjelaskan penerbitan Perppu telah diatur dalam pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945, sehingga bila dilakukan tidak akan berdampak secara hukum.
Terlebih, beberapa Presiden Indonesia juga pernah menerbitkan Perppu, termasuk Jokowi. Bivitri mencatat setidaknya Jokowi telah dua kali menerbitkan Perppu, yakni Perppu organisasi massa (ormas) dan kebiri.
Jokowi menandatangani Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat pada 10 Juli 2017.
Sebelumnya, pada 25 Mei 2016 Jokowi juga telah menandatangani Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang turut mengatur mengenai hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
"Jadi intinya ini biasa saja, hanya Presiden secara subjektif mau menimbang tentang situasi-situasi yang berkembang sehingga dia mau mengeluarkan Perpu, maka silahkan dikeluarkan lalu kemudian dinilai DPR," kata dia.
Adapun pemakzulan terhadap Presiden telah diatur dalam pasal 7A UUD 1945. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa Presiden bisa diberhentikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bila terbukti melakukan pelanggaran hukum.
Baca Juga:
Bivitri Susanti sebagaimana dilasnir Antara mengatakan pelanggaran hukum yang dimaksud yakni pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela.
"Dan itu pun tidak mudah, harus di bawa dulu ke Mahkamah Konstitusi," ucap Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera itu.(*)
Baca Juga:
PKS Nilai Tak Elok Jika Presiden Jokowi Terbitkan Perppu KPK
Bagikan
Berita Terkait
Prabowo Ikut Musnahkan Barang Bukti Narkoba, Pengamat: Bandar Mulai Ketar-ketir
Akun Medsos yang Hina Bahlil Dilaporkan ke Polisi, Direktur P3S: Sangat Tidak Etis
Pengamat Beri Nilai 6 untuk Setahun Kinerja Prabowo-Gibran, Sebut Tata Kelola Pemerintahan Semrawut
Masih Dibangun, Jokowi Belum Tempati Rumah Hadiah Negara Setelah 1 Tahun Lengser
Bertemu ‘Empat Mata’, Pengamat Menduga Jokowi Kecewa karena Tak ‘Deal’ Politik dengan Prabowo
Kebijakan KPU Batasi Akses Ijazah Capres/Cawapres, Pengamat Politik: Berpotensi Langgar Keterbukaan Publik
KPU tak Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, Pengamat: Berpotensi Langgar Undang-undang
Cerita Ajudan Saat Jokowi Pemulihan Sekaligus Liburan di Bali Bersama Semua Cucu
Banyak Wamen Rangkap Jabatan jadi Komisaris BUMN, Pengamat Nilai Pemerintahan Prabowo tak Terarah
Rencana TNI Jaga Gedung Kejaksaan Ditolak, Pengamat: Mereka Bukan Aparat Keamanan