Tarif Batas Bawah Hambat Pelaku Usaha Transportasi Online


Driver Ojek Online Foto: (MP/Noer Ardiansyah)
Pemerintah diminta tidak memberi aturan tarif batas bawah untuk transportasi online, karena membuat pelaku usaha tidak dapat melakukan akselerasi dalam memberikan tarif yang kompetitif.
"Inovasi yang menguntungkan tentu harus didukung. Boleh diatur, namun bukan untuk dibatasi atau malah dihambat," kata Kepala Kantor Perwakilan Daerah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPD KPPU) Surabaya Aru Armando dalam keterangan persnya kepada wartawan di Surabaya, Jumat (31/3).
Ia mengatakan kemajuan dunia teknologi yang merambah segala bidang kehidupan adalah suatu keniscayaan yang tidak dapat dielakkan, termasuk dalam bidang transportasi.
Menurutnya, munculnya moda transportasi berbasis aplikasi daring adalah pertemuan antara perkembangan zaman, kebutuhan masyarakat dan inovasi.
KPPU mengeluarkan tiga rekomendasi terkait revisi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 32 Tahun 2016.
Pertama, KPPU meminta pemerintah menghapus kebijakan penetapan tarif batas bawah dan merekomendasikan agar mengatur penetapan tarif batas atas.
"Kedua, KPPU menyarankan agar pemerintah tidak mengatur kuota atau jumlah armada, baik taksi konvensional maupun yang berbasis aplikasi daring," katanya.
Dan ketiga, KPPU menyarankan pemerintah untuk menghapus kebijakan STNK taksi daring yang diharuskan atas nama badan hukum.
Menurutnya, apabila pemerintah khawatir tidak adanya peraturan tarif batas bawah bisa memunculkan potensi diabaikannya faktor keamanan dan kenyamanan, maka pemerintah perlu membuat aturan yang rinci mengenai standar pelayanan minimum.
"Kami juga menyadari kekhawatiran munculnya praktik penerapan tarif jual rugi (tarif terlalu murah di bawah biaya pokok minimum) oleh penyedia layanan transportasi apabila tidak adanya tarif batas bawah," katanya.
Namun demikian, secara tegas Aru mengaku apabila ada penyedia layanan transportasi konvensional atau daring melakukan praktik itu akan diproses KPPU sesuai UU No 5 Tahun 1999.
Aru menjelaskan praktik seperti itu dalam hukum persaingan usaha dikenal sebagai praktik "predatory pricing" atau praktik jual rugi.
Sebaliknya, Aru mengkritisi adanya wacana untuk menghilangkan penetapan tarif batas atas yang berbanding terbalik dengan rekomendasi penghapusan tarif batas bawah.
Ia menyebutkan, tarif batas atas justru diperlukan untuk melindungi konsumen dari potensi eksploitasi tarif oleh penyedia layanan tranportasi.
"Justru tarif batas atas ini menjadi ranah pemerintah, baik pusat maupun daerah untuk melakukan pengawasan atas operaional layanan transportasi," katanya.
Sumber: ANTARA
Bagikan
Berita Terkait
KPPU Selidiki Kelangkaan BBM Non-Subsidi, Panggil Pertamina Hingga SPBU Swasta

DPR Minta Pemerintah Akomodir Aturan Khusus Transportasi Online di RUU Sistranas

Legislator Desak Pemerintah Beri Ojol Keadilan Fasilitasi Skema Bagi Hasil Driver 90% Operator 10%

Tepis Hasil Investigator KPPU, Mendag Tegaskan Merger TikTok-Tokopedia Tidak Langgar Aturan

DPR Pastikan Aturan Transportasi Online Berdiri Sendiri, Tak Lagi Numpang di UU LLAJ

Aplikator Minta Rencana Pembatasan Potongan Tarif Angkutan Online Dikaji Mendalam, Bisa Bikin Masalah Operasional

Temukan 8 dari 17 Bahan Pangan Dijual di Atas HET, KPPU Tuntut Pemerintah Bertindak

KPPU Jatuhkan Denda Rp 202,5 M kepada Google, Dinilai Bersalah Karena Monopoli Pasar

KCIC Hormati Investigasi KPPU Terkait Dugaan Persekongkolan Pengadaan Proyek 'Whoosh'

Dituding Terlibat Persekongkolan Pemasok Pengadaan Jasa Proyek, KCIC Cuci Tangan?
