Soal Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah, Legislator DPR Kritik Inkonsistensi MK


Gedung DPR RI. (Foto: MerahPutih.com/Dicke Prasetia)
MerahPutih.com - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan pemilu nasional dan pemilu daerah menuai kritik dari anggota DPR RI, Supriyanto. Ia menilai keputusan tersebut berpotensi melanggar konstitusi dan menimbulkan inkonsistensi dalam sistem pemilihan umum di Indonesia.
"Pemilu seharusnya digelar setiap lima tahun sekali untuk memilih presiden, wakil presiden, DPR, DPD, dan DPRD. Kalau dipisah dan jaraknya 2,5 tahun, ini jelas tidak sesuai konstitusional," ujar Supriyanto dalam keterangannya, Senin (7/7).
Supriyanto menegaskan bahwa pemilu seharusnya dilaksanakan setiap lima tahun sekali untuk memilih presiden, wakil presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD. Namun, dengan putusan MK yang memisahkan pemilu nasional dan daerah dengan jarak 2,5 tahun, siklus lima tahunan tersebut menjadi tidak sesuai dengan amanat Pasal 22E UUD 1945.
Supriyanto menyoroti bahwa MK telah memasuki ranah open legal policy, yang seharusnya menjadi kewenangan DPR dan pemerintah sebagai pembentuk undang-undang.
"MK bukan pembuat undang-undang. Tugas pokok MK adalah melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, bukan menambahkan norma baru dalam perundang-undangan," ujarnya.
Baca juga:
Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah Dinilai Bikin Siklus Pemilihan Tak Lagi 5 Tahunan
Ia juga mengkritik inkonsistensi MK, mengingat dalam perkara presidential threshold sebelumnya, MK selalu menolak intervensi dengan alasan itu adalah wewenang pembentuk undang-undang. Namun, kini MK justru membuat norma baru terkait pemisahan pemilu.
"Dulu uji materi presidential threshold selalu ditolak dengan alasan itu wewenang pembentuk undang-undang. Tapi sekarang, MK justru menambahkan norma baru soal pemisahan pemilu," katanya.
Supriyanto juga mengingatkan bahwa pada 2019, MK telah mengeluarkan Putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang menyarankan model pemilu serentak. Atas dasar putusan itu, pemerintah dan DPR menyusun regulasi dan menyelenggarakan Pemilu Serentak pada 2024.
"Pemilu serentak sudah dijalankan 2024. Tapi belum lama, MK kembali mengubah arah dengan putusan baru ini yang justru memisahkan pemilu nasional dan daerah," ujarnya.
Ia memperingatkan bahwa pemisahan pemilu dapat mengacaukan siklus kepemimpinan dan melemahkan sistem pemilu yang telah dibangun selama ini.
"Kita butuh kepastian hukum dan konsistensi dari MK sebagai penjaga konstitusi. Bukan justru memperumit tata kelola demokrasi," pungkasnya. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Berhentikan Rahayu dari Jabatan Anggota DPR, Gerindra Harus Minta ‘Persetujuan’ Puluhan Ribu Warga Jakarta

Banjir Bali Ancam Citra Indonesia, DPR: Pemerintah Harus Hadir Nyata di Lapangan

Legislator Sebut Keadilan Restoratif Belum Sepenuhnya Capai Tujuan Pemidanaan Jika Hanya Sebatas Penghentian Kasus

Sekolah Rakyat Diharap Jadi Solusi Utama Pemerintah untuk Memutus Rantai Kemiskinan dan Mengurangi Angka Putus Sekolah

Pekerja Migran Perlu Regulasi dan Pembekalan Pengetahuan Sebelum Dikirim ke Luar Negeri

Puan Maharani Mendorong Pemerintah untuk Fokus pada Pemulihan Ekonomi Masyarakat Kecil di Bali

Fraksi Partai Gerindra DPR RI Nonaktifkan Rahayu Saraswati Buntut Ucapan Sakiti Banyak Pihak

Drainase Diduga Jadi Penyebab Banjir di Bali, DPR: Jika Dibiarkan Bisa Rugikan Masyarakat

[HOAKS atau FAKTA]: Prabowo Meminta Maaf ke Rakyat Karena Tak Bisa Membubarkan DPR
![[HOAKS atau FAKTA]: Prabowo Meminta Maaf ke Rakyat Karena Tak Bisa Membubarkan DPR](https://img.merahputih.com/media/df/92/f7/df92f72b6654ca72e44ade13c4d171f3_182x135.png)
Tak Dihilangkan, Gaji dan Tunjangan Guru Justru Diperluas dalam Draf RUU Sisdiknas untuk Kualitas Pendidikan
