Legislator Sebut Keadilan Restoratif Belum Sepenuhnya Capai Tujuan Pemidanaan Jika Hanya Sebatas Penghentian Kasus
Gedung DPR RI. (Foto: MerahPutih.com/Dicke Prasetia)
Merahputih.com - Komisi III DPR RI melanjutkan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) bagi calon Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc Mahkamah Agung (MA) pada Kamis (11/9). Salah satu calon yang diuji adalah Julius Panjaitan, yang maju sebagai Hakim Agung untuk Kamar Pidana.
Julius Panjaitan memaparkan gagasan mengenai keadilan restoratif (Restorative Justice) sebagai solusi dalam penanganan perkara pidana. Konsep ini mendapat tanggapan positif dari beberapa anggota dewan, namun dengan beberapa catatan.
Salah satunya dari Anggota Komisi III, Safaruddin, yang menyoroti perlunya mekanisme lebih jelas, baik untuk pemulihan korban maupun pembinaan pelaku.
Baca juga:
Diana Malemita Ginting Jalani Uji Kelayakan dan Kepatutan Calon Hakim Agung di Komisi III DPR
Safaruddin mempertanyakan implementasi keadilan restoratif yang masih belum optimal dalam memulihkan korban. Menurutnya, praktik pemulihan yang ada saat ini lebih banyak diterapkan pada kasus penyalahgunaan narkotika.
Safaruddin menekankan bahwa pemulihan tidak boleh berhenti pada penghentian kasus oleh penyidik. Mekanisme lanjutan seperti rehabilitasi, pemulihan psikologis, dan reintegrasi sosial harus dirancang lebih sistematis.
“Setelah Restorative Justice dilakukan oleh penyidik, perlu kejelasan siapa yang bertanggung jawab dalam memulihkan kondisi korban, apakah pemerintah, lembaga rehabilitasi, atau organisasi sosial masyarakat," jelas Politisi dari Fraksi PDI-Perjuangan itu.
Selain pemulihan korban, Safaruddin juga menyoroti aspek pembinaan pelaku. Ia berpendapat bahwa penghentian kasus bukan berarti pelaku lepas dari tanggung jawab pembinaan. Pelaku tetap harus mendapatkan program pembinaan, pemantauan, dan rehabilitasi yang sesuai.
“Setelah kasus tidak dilanjutkan, pelaku tetap perlu mendapat program pembinaan, pemantauan, hingga rehabilitasi sesuai kebutuhannya. Pertanyaannya, siapa yang bertanggung jawab melaksanakan dan mengawasi mekanisme ini?," jelas dia.
Baca juga:
Menurut Safaruddin, jika keadilan restoratif hanya berhenti pada tahap penyidikan, maka tujuan pemidanaan yaitu pemulihan, pendidikan, dan pencegahan tidak akan tercapai sepenuhnya.
“Jika hanya sebatas penghentian kasus, maka tujuan pemidanaan berupa pemulihan, pendidikan, dan pencegahan tidak sepenuhnya tercapai,"
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Hari Santri Jadi Momen Krusial! Pemerintah Diingatkan Agar Pendidikan Keagamaan Tidak Terlupakan dalam Revisi UU Sisdiknas
Politikus DPR Usulkan Pelajaran Bahasa Portugis Diujicobakan di NTT
DPR Sebut 'Gimmick' AMDK Berlabel 'Air Pegunungan' Bentuk Pelecehan Kedaulatan Negara, Menteri Jangan Hanya Mengimbau Masyarakat
Cegah Penyelundupan Narkoba, Legislator Usulkan Penambahan Pos Perbatasan di Papua Selatan
DPR Desak Pengusutan Tuntas Tambang Emas Ilegal Dekat Mandalika
HET Pupuk Turun Sampai 20 Persen di Seluruh Indonesia, Aparat Diminta Jangan Santai
[HOAKS atau FAKTA]: DPR Dibubarkan Karena Dianggap Tak Berguna dan Selalu Menghalangi Rakyat
DPR Tak Masalah Bahasa Portugis Masuk ke Sekolah, Tapi Ada Syarat Khusus Biar Siswa Enggak Stres Gara-gara Tugas Tambahan
Bahasa Portugis Bakal Masuk Sekolah, DPR Wanti-wanti Agar Kebijakan 'Mendadak' Prabowo Ini Punya Manfaat Strategis Jangka Panjang
DPR Tegaskan Hak Ibadah Adalah Amanah Konstitusi yang Tak Bisa Diabaikan