SETARA Institute Minta Polri Hentikan Penggunaan Pasal Penodaan Agama
Hendardi. (MP/Fadhli)
MerahPutih.com - SETARA Institute menyoroti pasal yang dianggap bermasalah. Salah satunya soal penodaan agama. Ketua Dewan Nasional Setara Institute, Hendardi, mendorong Polri untuk menghentikan atau setidaknya melakukan moratorium terhadap penggunaan pasal penodaan agama.
Menurut Hendardi, secara hukum, pasal-pasal penodaan agama dalam UU No 1/PNPS/1965, KUHP, dan UU ITE merupakan ketentuan hukum yang bermasalah.
Baca Juga:
SETARA Sesalkan Tidak Ada Pengungkapan Kebenaran saat Pemerintah Akui Pelanggaran HAM
"Dengan unsur-unsur pidana yang tidak jelas, dan tidak memberikan kepastian hukum," kata dia dalam keterangannya, Minggu, (2/7).
SETARA Institute berharap Polri dapat lebih berkontribusi dalam memperkuat kebinekaan Indonesia serta menjamin perlindungan dan penghormatan terhadap hak kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB) bagi seluruh warga.
Berdasarkan data riset KBB SETARA Institute (2007-2022), hukum penodaan agama sering digunakan untuk melakukan kriminalisasi secara sewenang-wenang terhadap pihak-pihak tertentu.
"Kasus-kasus kriminalisasi ini melibatkan beragam masalah, mulai dari masalah asmara, penanganan jenazah, hingga penghukuman atas penafsiran agama," ungkap Hendardi.
Selain itu, menurut catatan Setara Institute, penerapan pasal-pasal penodaan agama sering kali tampak seperti "peradilan" yang dipengaruhi oleh tekanan massa (trial by mob).
Baca Juga:
Setara Institute: DPR Rusak Independensi Mahkamah Konstitusi
Idealnya, kepolisian tidak boleh tunduk pada tekanan massa dan kelompok keagamaan tertentu, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"Penggunaan pasal penodaan agama oleh pihak kepolisian sebagai alasan untuk tunduk pada tekanan kelompok tersebut seharusnya tidak diperbolehkan," ucap Hendardi.
SETARA Institute mengingatkan Polri bahwa fatwa MUI bukanlah hukum positif dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Hukum Indonesia.
Pasal 7 UU Nomor 12 Tahun 2011 menyatakan bahwa jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: UUD Negara RI Tahun 1945, Ketetapan MPR, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Fatwa merupakan pandangan keagamaan dari ormas keagamaan tertentu mengenai suatu kasus atau fenomena aktual yang terjadi dalam masyarakat.
"Namun, fatwa tersebut tidak mengikat Polri dan lembaga-lembaga negara lainnya sebagai dasar formal untuk mengambil tindakan hukum," tutup Hendardi. (Knu)
Baca Juga:
SETARA Sebut Jokowi Tak Pernah Tuntas Pahami Duduk Perkara Kasus Munir
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Polda Riau Kirim Cool Storage Premium Demi Lancarnya Proses DVI di Lubuk Pasung
Tim Trauma Healing Turun ke Lokasi Bencana, Beri Dukungan Psikososial bagi Korban Banjir dan Longsor di Langsa
Logistik dan Nakes Diberangkatkan ke Aceh Tamiang, Respons Cepat Bantu Korban Bencana
Polri Larang Anggotanya Flexing Hidup Mewah, Luncurkan WBS dan SP4N untuk Aduan Masyarakat
Gugur saat Bertugas, Anjing K-9 Polda Riau Mati dalam Pencarian Korban Bencana Alam di Agam, Sumbar
Pasukan Khusus Polri Diterbangkan ke Lokasi Bencana Alam Sumatra, Salurkan Bantuan ke Daerah Terisolasi
Reformasi Radikal Polri Diharap Fokus pada Perubahan Kultural, Bukan Struktural
Polri Andalkan Anjing Pelacak untuk Cari Korban Hilang Bencana Alam di Sumut, Sebut Punya Insting dan Deteksi Sangat Akurat
Akses Darat Terputus, Polri Lakukan Airdrop Bantuan ke Desa Terisolasi di Sumut
Kakorlantas Polri Cek Exit Tol Prambanan, 2,9 Juta Kendaraan Diprediksi Bakal Padati Tol