Serikat Pekerja Sepakat, Omnibus Law Bak Mimpi Buruk Ditengah Pandemi

Angga Yudha PratamaAngga Yudha Pratama - Senin, 05 Oktober 2020
Serikat Pekerja Sepakat, Omnibus Law Bak Mimpi Buruk Ditengah Pandemi

Ilustrasi (Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

Merahputih.com - Berbagai serikat pekerja yang merupakan afiliasi global unions federations menyatakan kekecewaannya terhadap hasil pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja tingkat pertama pada Sabtu malam (3/10).

Dimana mayoritas fraksi di DPR dan pemerintah sepakat untuk melanjutkan pembahasan ke tingkat II di Sidang Paripurna DPR.

Serikat pekerja tersebut adalah FSPM dan FSBMM yang merupakan afiliasi dari The International Union of Food, Agricultural, Hotel, Restaurant, Catering, Tobacco and Allied Workers’ Associations (IUF), SERBUK Indonesia yang merupakan afiliasi dari Building and Wood Worker’s International (BWI), PPIP dan beberapa serikat lain yang merupakan afiliasi dari Public Service International (PSI), FSP2KI yang merupakan afiliasi IndustriALL Global Union (IndustriAll) dan FBTPI yang merupakan afiliasi dari International Transport Workers’ Federation (ITF).

Baca Juga:

DPR Bahas Omnibus Law, Muhammadiyah: Pelecehan Politik kepada Rakyat

Presiden FSBMM, Dwi Haryoto menilai, perubahan yang fundamental dari undang-undang dan peraturan yang mempengaruhi setiap warga negara dan buruh di Indonesia tidak boleh dipaksakan.

"Apalagi ditengah kondisi pandemi dan krisis yang semakin memburuk seperti ini,” kata Dwi dalam keteranganya, Senin (5/10).

Dwi menjelaskan, bahwa perubahan besar pada hukum membutuhkan perdebatan dan diskusi dalam situasi atau lingkungan yang memungkinkan adanya kebebasan berbicara, kebebasan berkumpul, dan kebebasan berekspresi.

"Dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini, hal ini tidak mungkin dilakukan," ungkap Dwi.

Ia menjelaskan, berbagai warga negara dan pekerja, serikat pekerja menilai tidak diberi kesempatan untuk berpartisipasi penuh dalam memperdebatkan undang-undang yang akan mempengaruhi kehidupan selama beberapa dekade mendatang.

"Oleh karena itu, omnibus law harus dihentikan dan diskusi lebih lanjut harus dilakukan setelah pandemi ini berakhir, ketika kita dapat berbicara dan berpartisipasi dengan bebas,” tegas dia.

Sementara itu, Ketua Umum PPIP PS Kuncoro menyampaikan, jika RUU Omnibus Law ini di sahkan menjadi undang-undang, maka akan berpotensi melanggar tafsir konstitusi, terutama dalam subklaster ketenagalistrikan, dimana putusan MK No. 111/PUU-XIII/2015, tidak digunakan sebagai rujukan pada UU Cipta Kerja.

Sidang pembahasan RUU Cipta Kerja di gedung MPR/DPR/DPD RI.. (ANTARA/Imam B)
Sidang pembahasan RUU Cipta Kerja di gedung MPR/DPR/DPD RI.. (ANTARA/Imam B)

Hal ini akan mengakibatkan adanya pelanggaran UUD 1945 NRI Pasal 33 ayat (2), dimana tenaga listrik yang merupakan cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak.

"Jadi tidak lagi dikuasai negara, yang ujungnya berpotensi akan mengakibatkan kenaikan tarif listrik ke masyarakat," kata Kuncoro.

Selain itu, RUU Omnibus law dinilai akan menciptakan ancaman terbukanya kemungkinan lingkungan dan sumber daya alam Indonesia untuk dieksploitasi oleh korporasi swasta/profit.

"Tanpa aturan yang jelas, lingkungan alam kita hanya akan menjadi peluang bisnis dan akan dihancurkan untuk mencapai keuntungan semata," jelas Kuncoro.

Presiden FSPM Husni Mubarok menyebut, RUU Cipta Kerja memberikan janji semu akan tersedianya lebih banyak pekerjaan di masa depan.

"Pekerjaan macam apa yang diciptakan? RUU Cipta Kerja justru akan mengurangi jaminan akan pekerjaan dan memungkinkan pengusaha untuk mengeksploitasi lebih banyak pekerja kontrak dengan upah rendah dan pekerjaan outsourcing di semua sektor," terang dia.

Baca Juga:

MUI Anggap RUU Omnibus Law Berbahaya, Ini Alasannya

Di sampingitu, lanjutnya, pekerjaan yang tersedia adalah pekerjaan dengan upah rendah yang terjamin, tapi tanpa ada masa depan. ''Pekerjaan ini adalah pekerjaan yang tidak permanen yang didasarkan pada rasa takut untuk mendapatkan pekerjaan kontrak berikutnya," jelas Husni.

Buruh mengharapkan, pemerintah menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja dengan tidak II dalam rapat paripurna DPR apalagi mengesahkannya menjadi undang-undang.

"Memastikan bahwa UU No 13/2003 tidak boleh diubah atau dikurangi. Kalaupun ada penguatan hanya sebatas pada fungsi pengawasan pelatihan, pendidikan dan sebagainya sehingga akan sesuai dengan kondisi sekarang," terang Husni. (Knu)

#DPR #RUU Cipta Kerja #Omnibus Law
Bagikan

Berita Terkait

Indonesia
Pasca-Putusan MKD, Gerindra Pastikan Rahayu Saraswati Tetap Jabat Wakil Ketua Komisi VII DPR
Gerindra memastikan Rahayu Saraswati yang juga keponakan Presiden Prabowo Subianto tetap menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VII DPR RI
Wisnu Cipto - Kamis, 30 Oktober 2025
Pasca-Putusan MKD, Gerindra Pastikan Rahayu Saraswati Tetap Jabat Wakil Ketua Komisi VII DPR
Indonesia
DPR Tegaskan Tumpukan Beras Bulog 3,8 Juta Ton Seharusnya Cukup untuk Tameng Subsidi, Bukan Jadi Alasan Cabut Izin Pedagang
Jika harga pasar naik, pemerintah punya instrumen sangat lengkap untuk menstabilkannya kembali
Angga Yudha Pratama - Rabu, 29 Oktober 2025
DPR Tegaskan Tumpukan Beras Bulog 3,8 Juta Ton Seharusnya Cukup untuk Tameng Subsidi, Bukan Jadi Alasan Cabut Izin Pedagang
Indonesia
Kuota Haji 2026 Akhirnya Ditetapkan 221.000 Jemaah, Negara Wajib Beri Pelayanan Terbaik Bukan Cuma Janji Manis
Komisi VIII meminta pemerintah memastikan dua syarikah penyedia layanan haji yang ditunjuk memperbaiki kinerja dan menyerahkan seluruh dokumen kontraktual
Angga Yudha Pratama - Rabu, 29 Oktober 2025
Kuota Haji 2026 Akhirnya Ditetapkan 221.000 Jemaah, Negara Wajib Beri Pelayanan Terbaik Bukan Cuma Janji Manis
Indonesia
DPR INgatkan Revisi UU ASN Harus Komprehensif, Bukan Cuma Soal Pengawas Tapi Juga Kepastian Status Honorer
UU ASN membagi ASN menjadi PNS dan PPPK
Angga Yudha Pratama - Rabu, 29 Oktober 2025
DPR INgatkan Revisi UU ASN Harus Komprehensif, Bukan Cuma Soal Pengawas Tapi Juga Kepastian Status Honorer
Indonesia
Usulan PPPK Diangkat Jadi PNS Dapat Dukungan dari DPR: Demi Kesejahteraan dan Karier yang Pasti
Anggota Komisi II DPR RI Ali Ahmad dukung usulan PPPK diangkat jadi PNS, dinilai beri kepastian, kesejahteraan, dan karier yang lebih baik.
Ananda Dimas Prasetya - Rabu, 29 Oktober 2025
Usulan PPPK Diangkat Jadi PNS Dapat Dukungan dari DPR: Demi Kesejahteraan dan Karier yang Pasti
Indonesia
Hari Santri Jadi Momen Krusial! Pemerintah Diingatkan Agar Pendidikan Keagamaan Tidak Terlupakan dalam Revisi UU Sisdiknas
Beberapa isu utama revisi UU Sisdiknas yang menjadi sorotan Fikri meliputi kodifikasi undang-undang, penegasan posisi pendidikan keagamaan dan pesantren
Angga Yudha Pratama - Selasa, 28 Oktober 2025
Hari Santri Jadi Momen Krusial! Pemerintah Diingatkan Agar Pendidikan Keagamaan Tidak Terlupakan dalam Revisi UU Sisdiknas
Indonesia
Politikus DPR Usulkan Pelajaran Bahasa Portugis Diujicobakan di NTT
Hetifah juga meminta pemerintah memperhatikan dampak implementasinya terhadap kurikulum yang sudah padat.
Alwan Ridha Ramdani - Senin, 27 Oktober 2025
Politikus DPR Usulkan Pelajaran Bahasa Portugis Diujicobakan di NTT
Indonesia
DPR Sebut 'Gimmick' AMDK Berlabel 'Air Pegunungan' Bentuk Pelecehan Kedaulatan Negara, Menteri Jangan Hanya Mengimbau Masyarakat
Hanif mengingatkan publik agar tidak mudah tertipu dengan label "air pegunungan"
Angga Yudha Pratama - Senin, 27 Oktober 2025
DPR Sebut 'Gimmick' AMDK Berlabel 'Air Pegunungan' Bentuk Pelecehan Kedaulatan Negara, Menteri Jangan Hanya Mengimbau Masyarakat
Indonesia
HET Pupuk Turun Sampai 20 Persen di Seluruh Indonesia, Aparat Diminta Jangan Santai
Usman menekankan perlunya pengawasan yang ketat untuk memastikan implementasi penurunan HET di lapangan berjalan tanpa penyimpangan
Angga Yudha Pratama - Jumat, 24 Oktober 2025
HET Pupuk Turun Sampai 20 Persen di Seluruh Indonesia, Aparat Diminta Jangan Santai
Indonesia
[HOAKS atau FAKTA]: DPR Dibubarkan Karena Dianggap Tak Berguna dan Selalu Menghalangi Rakyat
Unggahan tersebut terbilang populer dengan lebih dari 12.400 tanda suka dan 2.400 komentar
Angga Yudha Pratama - Jumat, 24 Oktober 2025
[HOAKS atau FAKTA]: DPR Dibubarkan Karena Dianggap Tak Berguna dan Selalu Menghalangi Rakyat
Bagikan