Selama 2020, Polusi Udara Kota Bekasi Lampaui Jakarta

Ilustrasi (foto: pixabay/jurgenPM)
Merahputih.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan pemantauan kualitas udara ambien yang menunjukkan bahwa konsentrasi rata-rata partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikron (PM2.5) Kota Bekasi di periode Januari-Agustus 2020 telah melampaui Jakarta.
Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Dasrul Chaniago dalam diskusi Pojok Iklim di Jakarta, Rabu, mengatakan berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara ambien dengan air quality monitoring system (AQMS) ternyata terlihat Kota Bekasi memiliki konsentrasi PM2.5 paling tinggi dibanding Jakarta, Bandung atau Depok pada periode Januari sampai dengan Juli 2020.
Baca juga:
Sementara Kota Depok memiliki konsentrasi lebih tinggi dari kota lainnya pada Agustus 2020, mencapai 54,12 mikrogram per meter kubik (µg/m³).
Namun, ia mengatakan jika dilihat berdasarkan konsentrasi rata-rata PM2.5 periode Januari sampai dengan Agustus 2020 diketahui Kota Bekasi tercatat ada di urutan pertama mencapai 48,51 µg/m³, dilanjutkan Kota Depok sebesar 34,89 µg/m³, lalu Bandung 31,23 µg/m³, terakhir Jakarta 30,40 µg/m³.
Dari grafik hasil AQMS terlihat konsentrasi PM2.5 tertinggi di Kota Bekasi selama periode Januari sampai dengan Agustus terjadi pada Juni 2020 yang mencapai 72,80 µg/m³, sementara di bulan yang sama Jakarta mencapai 41,72 µg/m³. Konsentrasi PM2.5 Kota Bekasi telah melampaui Nilai Ambang Batas (NAB) yang diperbolehkan dalam udara ambien yakni 65 µg/m³.

Pada periode penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di bulan April 2020 pun konsentrasi PM2.5 Kota Bekasi ada di urutan tertinggi mencapai 44,79 µg/m³, sementara di Jakarta mencapai 27,47 µg/m³, Bandung mencapai 29,72 µg/m³, sedangkan Kota Depok mencapai 31,89 µg/m³.
Dasrul tidak menjelaskan penyebab pasti peningkatan konsentrasi PM2.5 tersebut. Secara umum ia mengatakan kualitas udara ambien sangat dipengaruhi oleh meteorologi, yakni arah angin, kecepatan angin dan curah hujan.
Selain itu, kualitas udara juga dipengaruhi faktor topografi yakni bentang alam. Menurut dia, daerah yang memiliki topografi seperti cekungan di Kota Bandung biasanya polusi udara akan lebih lama "terperangkap", sedangkan bentang alam seperti Jakarta yang merupakan pesisir, polusi udara lebih cepat mengalir.
Faktor terakhir yang, menurut dia, juga mempengaruhi kualitas udara ambien yakni sumber emisi yang terdapat di wilayah setempat.
Baca juga:
Selain itu, sebagaimana dikutip Antara, secara umum dua musim yang ada di Indonesia juga turut mempengaruhi kualitas udara. Seperti angin timur yang terjadi di bulan April sampai dengan September biasanya memiliki kondisi kering dan membawa partikel debu lebih banyak, sehingga tren konsentrasi partikel debu udara ambien Jakarta atau Indonesia pada umumnya akan terus meningkat pada bulan-bulan tersebut.
Sementara angin barat yang berhembus pada bulan Oktober sampai dengan Maret, menurut dia, biasanya mengandung banyak uap air dan lebih bersih. Sehingga pada bulan-bulan tersebut Indonesia terjadi musim hujan yang membuat kualitas udara menjadi lebih baik dibandingkan saat terjadi angin timur. (*)
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Pagi Ini Kualitas Udara Jakarta Terburuk Kedua di Dunia, Nomor 1 Kota di Afrika

Jakarta Susun Mitigasi Kurangi Emisi GRK 30 Persen hingga 2030

Pagi ini, Kualitas Udara di Jakarta Terburuk Kedua di Dunia

Ketika Udara Bersih Menjadi Kebutuhan: Solusi Praktis untuk Lingkungan Sehat di Rumah

4 Hari Berturut Kualitas Udara Jakarta Masuk 4 Besar Kota Terburuk di Dunia

Udara Jakarta Terburuk Kedua Dunia Setelah Kemarin Nomor 4, Warga Diimbau Pakai Masker

Hari Ini Kualitas Udara Jakarta Terburuk ke-4 Dunia, Nomor 1 Kinshasa

Menteri LH: Kendaraan Berat Tak Lolos Uji Emisi Kena Sanksi

Pemprov DKI Libatkan Daerah Aglomerasi untuk Atasi Polusi Udara Jakarta

Jakarta Dihantam Polusi Terburuk Ketiga Dunia pada Selasa (15/7), Warga Diminta Pakai Masker Saat di Luar Ruangan
