Sejumlah Rumah Sakit Kembali Jadi Sasaran Serangan Ransomware


Rumah sakit jadi target empuk serangan cyber (Foto: pixabay/artisticoperations)
INDUSTRI kesehatan kembali jadi sasaran serangan dunia maya. Sejumlah peretas dikabarkan kembali menyasar Rumah Sakit dalam melakukan serangan.
The New York Times melaporkan uji klinis melambat setelah penyedia perangkat lunak perawatan kesehatan eResearchTechnology, mengalami serangan ransomware sejak dua minggu lalu.
Baca juga:
Diduga Ingin Mencuri Penelitian COVID-19, Dua Peretas Tiongkok Kena Tuntut AS
Dikutip dari laman engadget, IQVIA (Sebuah perusahaan riset yang mengelola vaksin COVID-19 AstraZeneca) dan Bristol Myers Squibb (pemimpin aliansi yang mengembangkan tes COVID-cepat) merupakan dua target terbesar.

IQVIA dan Bristol Myers Squibb mengatakan efek serangan itu 'terbatas'. Sebagian berkat cadangan data. Namun, pelanggan eResearchTechnology lainnya tampaknya harus melacak pasien uji coba dengan menggunakan kertas.
Belum jelas apakah ransomware memengaruhi uji coba COVID-19. Belum diketahui pula siapa sosok di balik serangan itu. Pihak eResearchTechnology pun belum mengatakan apakah mereka membayar uang tebusan untuk mendapatkan kembali komputernya.
Kabar insiden itu muncul beberapa hari setelah dugaan kampanye ranmsomware besar-besaran terhadap layanan kesehatan universal, yang bertujuan untuk menghalangi perawatan pasien.
Baca juga:
Beberapa minggu sebelumnya, pasien asal Jerman meninggal ketika tuntutan tebusan digital memaksa rumah sakit untuk memindahkan pasien yang membutuhkan perawatan vital.

Serangan ransomware tersebut tepatnya terjadi pada komputer sebuah rumah sakit Universitas Duesseldorf di Jerman. Mirisnya, pasien perempuan yang meninggal dunia pada serangan itu.
Fasilitas perawatan kesehatan sendiri merupakan salah satu target terbesar serangan cyber. Terkait hal itu, pakar keamanan cyber sudah memperingatkan bertahun-tahun bahwa sebagian besar rumah sakit tak siap menghadapi serangan itu.
Padahal, sebuah Rumah Sakit sangat bergantung pada sejumlah perangkat, seperti peralatan radiologi, yang sering kali terhubung ke internet. Tanpa alat tersebut, pihak rumah sakit tak bisa merawat si pasien.
"Bila sistem itu terganggu lewat internet, oleh penjahat atau human error, itu bisa berdampak besar pada perawatan pasien," jelas Beau Woods, Advokat keamanan cyber. (ryn)
Baca juga:
Bug Instagram Bisa Memudahkan Peretas Ambil Alih Ponsel Pintar?
Bagikan
Berita Terkait
Era Baru Kejahatan Digital, CrowdStrike Sebut Serangan AI Makin Meningkat di 2025

Ciri-Ciri dan Risiko Warga Yang Alami Long COVID

Belajar dari Pengalaman, Pengamat Ingatkan Payment ID Rentan Dibobol Hacker

Akun X @H4ckmanac Klaim Bobol 700.000 Data Penerimaan CPNS, Begini Penjelasan Kemenhan

16 Miliar Data Bocor, Pengguna Apple hingga Google Diminta Ganti Password

Terungkap! Kebocoran Data Login Terbesar dalam Sejarah: 16 Miliar Kredensial Bobol Akibat Malware Infostealer

Kemenkes Temukan 1 Kasus Positif COVID dari 32 Spesimen Pemeriksa

178 Orang Positif COVID-19 di RI, Jemaah Haji Pulang Batuk Pilek Wajib Cek ke Faskes Terdekat

Semua Pasien COVID-19 di Jakarta Dinyatakan Sembuh, Tren Kasus Juga Terus Menurun Drastis

Jakarta Tetap Waspada: Mengungkap Rahasia Pengendalian COVID-19 di Ibu Kota Mei 2025
