Diduga Ingin Mencuri Penelitian COVID-19, Dua Peretas Tiongkok Kena Tuntut AS


Amerika Serikat Tuntut dua peretas Tiongkok (Foto: pixabay/fotoart-treu)
DEPARTEMEN Kehakiman AS mendakwa dua peretas Tiongkok yang menargetkan penelitian COVID-19 milik AS, Rabu (22/7). Tuduhan itu merupakan bagian dari 11 dakwaan yang menuduh kedua orang tersebut melakukan kampanye peretasan global yang berlangsung selama lebih dari 10 tahun.
Baru-baru ini, para peretas menyelidiki kerentanan di jaringan komputer perusahaan biotek di Massachusetts yang mengembangkan vaksin COVID-19. Di sana mereka melakukan pengujian dan perawatan.
Baca Juga:
Keren, Filter Udara Ini Diklaim Dapat Menangkap dan Membunuh Virus Corona
Peretasan tersebut bukan kejutan baru. Pada April, CNN melaporkan sebuah serangan siber di Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan, yang mengelola CDC.

Para pejabat mengatakan para peretas yang berbasis di Tiongkok jadi pihak yang harus disalahkan. Pada Mei, FBI memperingatkan bahwa peretas yang didukung Tiongkok berusaha mencuri penelitian COVID-19 dari organisasi AS.
Pada Juli, pejabat intelijen mengatakan peretas Rusia menargetkan organisasi kesehatan Kanada, Inggris, dan AS. Dakwaan hari ini diyakini sebagai tuduhan resmi terhadap peretas asing yang menargetkan penelitian virus Corona di AS.
Baca Juga:
Menurut dakwaan, para peretas bekerja untuk Kementerian Keamanan Negara Pemerintah Tiongkok dan untuk keuntungan pribadi mereka. Namun, saat ini tidak ada indikasi bahwa mereka memperoleh penelitian COVID-19.
John C Demers, asisten jaksa agung untuk keamanan nasional, mengecam Tiongkok dengan mengatakan bahwaa saat ini negara itu telah mengambil tempat bersama Rusia, Iran, dan Korea Utara. Ia menyebut itu merupakan klub negara-negara memalukan yang menyediakan tempat aman bagi penjahat dunia maya. "Sebagai imbalan, para penjahat 'dipanggil' untuk bekerja demi keuntungan negara," kecamnya dalam sebuah pernyataan, seperti yang dilansir Endgadget.
Lebih lanjut Demers menambahkan, dalam hal ini, langkah tersebut dilakukan untuk memberi makan rasa lapar yang tak terpuaskan dari Partai Komunis Tiongkok terhadap kekayaan intelektual Amerika dan perusahaan non-Tiongkok lainnya. "Termasuk penelitian COVID-19," tegasnya.

Selain menargetkan penelitian COVID-19, serangan siber itu pun diduga menargetkan robot, teknik pesawat dan kelautan, teknik energi bersih, bioteknologi, organisasi nonpemerintah, serta aktivis hak asasi manusia.
Menurut Departemen Kehakiman AS, para peretas mencuri rahasia dagang, teknologi, data dan informasi pribadi dari sistem komputer bisnis, perorangan, dan agen di seluruh dunia. (Ryn)
Baca Juga:
Pandemi COVID-19 Berdampak Besar Bagi Perkembangan Industri Game, Ini Datanya
Bagikan
Berita Terkait
Era Baru Kejahatan Digital, CrowdStrike Sebut Serangan AI Makin Meningkat di 2025

Ciri-Ciri dan Risiko Warga Yang Alami Long COVID

Belajar dari Pengalaman, Pengamat Ingatkan Payment ID Rentan Dibobol Hacker

Akun X @H4ckmanac Klaim Bobol 700.000 Data Penerimaan CPNS, Begini Penjelasan Kemenhan

Prabowo Perintahkan Menteri Gerak Cepat Lakukan Hilirisasi, Kerjasama Dengan China

16 Miliar Data Bocor, Pengguna Apple hingga Google Diminta Ganti Password

Terungkap! Kebocoran Data Login Terbesar dalam Sejarah: 16 Miliar Kredensial Bobol Akibat Malware Infostealer

Kemenkes Temukan 1 Kasus Positif COVID dari 32 Spesimen Pemeriksa

178 Orang Positif COVID-19 di RI, Jemaah Haji Pulang Batuk Pilek Wajib Cek ke Faskes Terdekat

Semua Pasien COVID-19 di Jakarta Dinyatakan Sembuh, Tren Kasus Juga Terus Menurun Drastis
