Ciri-Ciri dan Risiko Warga Yang Alami Long COVID


Arsip Foto - Warga mendapat sunyikan vaksin COVID-19 dosis ketiga (booster) di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur, Rabu (12/1/2022). ANTARA/Yogi Rachman/am.
MerahPutih.com - Prevalensi long COVID secara global pada 2025 mencapai 36 persen, dengan angka di Asia sebesar 35 persen dan di Indonesia antara 31 hingga 39 persen.
Data Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2022 bahkan menunjukkan satu di antara lima orang dewasa di Amerika Serikat mengalami kondisi ini.
Peneliti Pusat Riset Biomedis Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dr Hotma Martogi mengungkapkan berbagai ciri-ciri dan risiko dari long COVID yang masih menjadi ancaman pascapandemi COVID-19.
Sebagian orang masih mengalami gejala seperti COVID-19 yang menetap hingga berbulan-bulan, di mana kondisi ini dikenal sebagai long COVID.
Baca juga:
KPK Periksa 3 Dirut Swasta Terkait Bansos Presiden Era COVID, Kerugian Negara Diperkirakan Rp 125 M
"Fase ini yang disebut sebagai fase pasca-akut, atau bisa disebut sebagai long COVID," kata dia.
Gejala long COVID tidak selalu sama pada setiap orang. Sebagian mengalami hanya satu keluhan, seperti sesak napas atau kelelahan (fatigue), sementara yang lain menghadapi kombinasi beberapa gangguan.
"Fatigue paling banyak ditemui pada populasi long COVID, diikuti dengan sesak nafas dan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)," katanya.
Kriteria long COVID menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meliputi riwayat infeksi SARS-CoV-2 dengan gejala yang muncul atau berlanjut setidaknya tiga bulan sejak awal serangan (onset), dan berlangsung selama minimal dua bulan.
Gejala tersebut, dapat bersifat kambuhan atau terus-menerus tanpa penyebab lain yang jelas.
Risiko long COVID ini lebih tinggi pada perempuan, lansia, pasien dengan COVID-19 pada tingkat yang parah, penderita dengan lebih dari satu penyakit penyerta (komorbid), pasien dengan perawatan rumah sakit berkepanjangan, serta individu dengan indeks massa tubuh (IMT) tinggi atau obesitas.
"Perempuan itu lebih berisiko mengalami long COVID meskipun belum dapat dijelaskan secara pasti," ucapnya.
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Peredaran Rokok Ilegal Dinilai Mengganggu, Rugikan Negara hingga Merusak Kesehatan

Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak

Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian

DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar

Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional
